'Seminggu Lagi Pensiun, Jokowi Alami Post Power Syndrome?'
Kira-kira seminggu lagi, Jokowi tak lagi berkantor di Istana Presiden, Jakarta. Dia digantikan Prabowo Subianto.
Setelah 20 Oktober 2024, Jokowi tak bisa lagi perintah sana-sini seenaknya. Sikap masyarakat juga tak akan seheboh, saat masih menjabat presiden.
Semuanya berubah menjadi biasa-biasa saja. Karena, Jokowi turun kasta menjadi rakyat biasa.
Segala perubahan itu, tentu saja memberikan dampak kepada Jokowi bahkan istrinya, Iriana Widodo.
Nah biasanya, pejabat negara yang tak siap pensiun, biasanya mengalami kondisi kejiwaan post power syndrome.
Banyak kalangan menilai, perilaku Jokowi menjelang lengser mendekati ciri-ciri post power syndrome.
Misalnya, Jokowi kerja keras, membuka jalan bagi anaknya, Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres). Kemudian, kerja keras lagi untuk memenangkanna.
Semakin dekat masa pergantian, semakin banyak bentuk cawe-cawe Jokowi yang di luar kebiasaannya.
Termasuk penetapan PSN dan KEK yang menguntungkan swasta. Siapa lagi kalau bukan Sinar Mas Group dan Agung Sedayu Group.
Apa Itu Post Power Syndrome
Menurut psikolog RSJD Surakarta, Citra Hanwaring Puri, jika seseorang merasa kecewa, bingung, putus-asa, atau rasa khawatir yang berlebih ketika memutuskan untuk berhenti bekerja, maka peluang besar mengalami post power syndrome.
Post power syndrome adalah suatu kondisi kejiwaan yang umumnya dialami orang-orang yang kehilangan kekuasaan, atau jabatan yang diikuti dengan menurunnya harga diri.
Arti kata 'power' pada post power syndrome, bukan kekuasaan maupun pekerjaan. Melainkan dikonotasikan sebagai sosok yang tadinya aktif, banyak kegiatan, mendadak hilang semua sehingga timbul ketidaknyamanan.
Jadi, orang-orang yang mengalami post power syndrome adalah orang-orang yang tidak bisa menerima perubahan yang terjadi.
Perubahan yang tidak bisa dia terima adalah perubahan yang berkaitan dengan hilangnya aktivitas, kekuasaan, harta, dan sebagainya.
Kepribadian Rentan
Beberapa ciri kepribadian yang rentan terhadap sindrom ini, diantaranya adalah mereka yang sangat bangga dengan jabatannya, senang dihormati, senang mengatur orang lain dan selalu menuntut agar keinginan atau perintahnya dituruti.
Ketika kekuasaannya berakhir, muncul gejala post power syndrome yang merupakan tanda kurang berhasilnya seseorang dalam menyesuaikan diri dengan kondisi barunya.
Meskipun bukan tergolong penyakit kejiwaan yang serius, post power syndrome perlu segera diatasi.
Sebab jika dibiarkan berlarut-larut akanmenyebabkan masalah kesehatan seperti darah tinggi atau depresi di kemudian hari.
Gejala
Gejala post power syndrome terbagi menjadi tiga, yakni gejala fisik, emosi dan perilaku.
Secara fisik, penderita post power syndrome ditandai dengan penampilan yang terlihat lebih kuyu, tidak ceria dan sering sakit-sakitan. Seperti gampang flu, deman dan penyakit fisik lainnya.
Sementara gejala emosi ditandai dengan mudah tersinggung, lebih senang menyendiri, pemurung, lebih cepat marah dan tersinggung jika pendapat atau ucapannya tidak dihargai.
Gejala lainnya adalah rasa kecewa, bingung, sedih, merasa kesepian atau merasa sendirian, takut, dan perasaan kosong.
Adapun gejala perilaku yang muncul bisa dilihat dari perubahan perilaku penderita yang cenderung lebih pendiam, pemalu atau sebaliknya malah terus menerus membanggakan kejayaan karirnya di masa lampau.
Gejala yang cenderung muncul di seseorang yang mengalami Post Power Syndrome, adalah:
Kegalauan dan kegelisahan, serta rasa khawatir berlebihan menghadapi masa di luar zona nyaman, dapat mendistorsi jiwa seseorang yang tidak siap.
Sebenarnya terlepas dari siapapun adanya diri kita, adalah wajar, ada rasa kekuatiran, menghadapi masa masa pensiun.
Cara Mengatasi
Persiapkan diri sedini mungkin dengan menanamkan di dalam hati bahwa tidak ada manusia yang bisa hidup selamanya.
Bahwa suatu waktu, suka atau tidak, kedudukan kita akan digantikan orang lain. Tanamkanlah bahwa pensiun adalah sesuatu yang wajar yang merupakan proses alami.
Menerima suatu kenyataan hidup, membuat hati menjadi tenang. Jauh dari kerisauan memikirkan masa pensiun.
Persiapkan tabungan sebaik-baiknya/rencana investasi jangka panjang dengan resiko yang seminim mungkin.
Menjalin silaturahmi dengan orang-orang di sekitar, baik itu keluarga maupun tetangga. Berkumpullah dengan mereka agar kita tidak pernah merasa sendirian atau kesepian.
Sumber: Inilah