CATATAN POLITIK

Rumus Gula Kekuasaan: 'Mengapa Prabowo Perlu Banyak Pendukung dan Jokowi Kehilangan Kekuasaan'

DEMOCRAZY.ID
Oktober 20, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
Rumus Gula Kekuasaan: 'Mengapa Prabowo Perlu Banyak Pendukung dan Jokowi Kehilangan Kekuasaan'


Rumus Gula Kekuasaan: 'Mengapa Prabowo Perlu Banyak Pendukung dan Jokowi Kehilangan Kekuasaan'


Dalam politik, kekuasaan tidak hanya bergantung pada siapa yang memegang posisi tertinggi, tetapi juga pada bagaimana kekuasaan itu dikelola dan dibagi. 


Ada konsep yang bisa disebut “gula kekuasaan”, yaitu kemampuan seorang pemimpin untuk mendistribusikan manfaat dan keuntungan kepada para pendukungnya. 


Kekuasaan cenderung langgeng selama pendukung utama merasakan manfaat yang signifikan. 


Sebaliknya, kekuasaan dapat melemah dan hilang jika distribusi “gula” tidak memadai atau terpusat pada segelintir kelompok.


Contoh Konseptual Rumus Kekuasaan


Rumus Kekuasaan: K = P (M + S) / T


  • K = Kekuasaan yang langgeng
  • P = Persentase pendukung utama yang menerima “gula kekuasaan”
  • M = Manfaat ekonomi (proyek, subsidi, jabatan)
  • S = Manfaat sosial (pengaruh, status, legitimasi)
  • T = Tingkat ketidakpuasan dalam koalisi atau masyarakat


Jika P (persentase pendukung utama yang diuntungkan) mencapai atau melebihi 60%, maka kekuasaan akan tetap langgeng, karena pendukung yang mendapatkan manfaat akan terus mendukung pemimpin tersebut. 


Namun, jika T (tingkat ketidakpuasan) meningkat akibat ketimpangan distribusi atau manfaat hanya dirasakan oleh sebagian kecil, maka rumus ini menunjukkan bahwa kekuasaan akan goyah.


Prabowo dan Distribusi “Gula Kekuasaan”


Prabowo Subianto, dalam upayanya untuk memimpin Indonesia, perlu memastikan bahwa “P” (pendukung yang mendapatkan manfaat) tetap tinggi. 


Ini berarti mendistribusikan manfaat kekuasaan secara merata, baik itu dalam bentuk proyek-proyek pembangunan, posisi politik, atau manfaat lainnya yang dapat dinikmati oleh kelompok pendukungnya. 


Dengan menjaga keseimbangan antara manfaat ekonomi (M) dan manfaat sosial (S), Prabowo bisa memastikan bahwa tingkat ketidakpuasan (T) tetap rendah.


Jokowi dan Kehilangan Dukungan


Sebaliknya, Joko Widodo atau Jokowi, yang berada di akhir masa jabatannya, mengalami penurunan “P” secara signifikan. 


Di awal pemerintahannya, distribusi “gula kekuasaan” cukup merata, namun seiring waktu, sebagian besar manfaat hanya dirasakan oleh segelintir elite politik dan bisnis. 


Akibatnya, T (tingkat ketidakpuasan) meningkat karena kelompok-kelompok lain yang dulunya mendukungnya merasa tidak lagi diuntungkan. 


Hal ini menyebabkan melemahnya basis dukungannya, sehingga kekuasaan Jokowi tidak lagi sekuat di awal masa jabatannya.


Pelajaran dari Rumus Kekuasaan


Rumus ini menggambarkan bahwa kekuasaan bukan hanya tentang kekuatan seorang pemimpin, tetapi juga tentang bagaimana pemimpin tersebut membagikan “gula kekuasaan” kepada para pendukungnya. 


Ketika “gula” dibagikan secara merata dan mendukung banyak pihak, kekuasaan cenderung langgeng. 


Namun, jika distribusinya timpang dan terlalu terpusat pada segelintir orang, kekuasaan akan mudah tergoyahkan.


Prabowo perlu belajar dari dinamika ini dan memastikan bahwa ia tidak hanya mengandalkan dukungan politik dari elite, tetapi juga merangkul masyarakat luas dengan memberikan manfaat yang nyata. 


Sementara itu, pengalaman Jokowi menjadi pelajaran bahwa tanpa distribusi kekuasaan yang merata, kekuasaan tersebut akan menemui akhirnya.


Sumber: FusilatNews

Penulis blog