DEMOCRAZY.ID - Pengamat politik Ray Rangkuti menyoroti dinamika menjelang akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang dianggap penuh ketegangan.
Menurut Ray Rangkuti, ini adalah kali pertama dalam sejarah politik Indonesia di mana seorang calon mantan presiden terlihat sangat gelisah menjelang berakhirnya masa jabatannya.
Persoalan yang terus bermunculan dan bertumpuk di ujung pemerintahan Jokowi menciptakan situasi yang cukup unik dan berbeda dibandingkan transisi kekuasaan sebelumnya.
“Manuver-manuver yang dilakukan Jokowi tampaknya tidak lagi dalam kerangka kebangsaan yang besar, melainkan lebih kepada upaya menutup satu lubang, tetapi kemudian muncul lubang lain yang harus ditangani. Ini seolah menjadi siklus yang tidak pernah berhenti,” kata Rangkuti, dikutip di YouTube ILC, Sabtu (12/10/2024).
Lebih lanjut, Rangkuti menyoroti fenomena baru di mana Presiden Jokowi justru menghadapi tuntutan dari sejumlah pihak untuk diadili sebelum masa jabatannya berakhir.
Menurutnya, ini adalah pertanda bahwa kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi menurun signifikan di penghujung kekuasaan.
Hal lain yang mencolok adalah Presiden Jokowi, yang menurut catatan Rangkuti, telah meminta maaf kepada masyarakat hingga delapan kali selama masa jabatannya.
Namun, alih-alih meredam kritik atau ketidakpuasan publik, permintaan maaf tersebut tampaknya tidak berhasil menurunkan tensi politik dan sosial.
“Kenapa permintaan maaf itu tidak mendapatkan respons positif? Karena masyarakat menilai permintaan maaf tersebut lebih sebagai basa-basi politik tanpa tindakan konkret yang diharapkan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada,” jelasnya.
Kegelisahan yang terlihat pada Jokowi di akhir masa jabatannya ini, menurut Rangkuti, mencerminkan tekanan besar yang ia hadapi, baik dari dalam maupun luar pemerintah.
"Ini adalah transisi yang sangat berbeda, penuh tekanan dan tantangan yang mungkin belum pernah dihadapi oleh presiden-presiden sebelumnya," tutup Ray Rangkuti.
Sumber: Fajar