DEMOCRAZY.ID - Politikus PDIP, Ferdinand Hutahaean, mengungkapkan pendapat kontroversial mengenai hubungan antara mantan Presiden Jokowi dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Dengan tegas, Ferdinand menilai bahwa tindakan Jokowi yang dianggap sebagai pengkhianatan terhadap partai tidak layak untuk dimaafkan.
"Menurut saya pengkhianatan Jokowi tidak layak untuk diampuni, dimaafkan. Karena itu dua sikap yang sangat barbar, tidak tahu terimakasih namanya," ujar Ferdinand, Selasa (22/10/2024).
Menurut Ferdinand, dosa-dosa yang telah diperbuat Jokowi terhadap PDIP tidak layak untuk diberikan pengampunan.
Menganggapnya sebagai orang yang tidak pandai berterimakasih.
"Jadi, yang begitu tidak layak diampuni. Biarkan saja Jokowi berlayar, tidak perlu juga, dia juga terlihat tidak peduli kok dengan PDIP apakah memaafkan atau tidak," cetusnya.
Ferdinand mengungkapkan bahwa ia memiliki pandangan berbeda dengan seniornya di PDIP, Gilbert Simanjuntak, yang menyampaikan seolah-olah PDIP berharap pamit dari Jokowi.
"Mohon maaf yah saya agak berbeda dengan pendapat senior saya di PDIP ini, pak Gilbert. Saya tidak melihat itu di kalangan PDIP, baik di DPP saya melihat tidak ada yang berharap sama sekali Jokowi pamit," sebutnya.
Lebih lanjut, Ferdinand menyatakan keraguan bahwa Jokowi akan diterima jika berkeinginan untuk berpamitan kepada DPP PDIP.
"Bahkan mungkin kalau Jokowi berkeinginan untuk pamit, datang ke kantor DPP PDIP, belum tentu diterima," Ferdinand menuturkan.
Ferdinand mengatakan bahwa luka yang ditimbulkan oleh tindakan Jokowi dianggap sebagai sesuatu yang sangat buruk bagi PDIP.
"Luka yang ditimbulkan sikap pengkhianatan Jokowi itu bagi PDIP adalah sesuatu yang sangat buruk," tukasnya.
"Jadi tidak mungkin seorang pengkhianat diharapkan datang berpamitan kepada ibunya, Partainya," sambung dia.
Melihat statement Ketua Umum (Ketum) Megawati Soekarnoputri hingga Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hasto Kristiyanto, Ferdinand kembali menekankan bahwa PDIP tidak mengharapkan Jokowi untuk berpamitan.
"Tapi bagi saya tidak mungkin PDIP yang kita melihat bagaimana statementnya ibu Ketum selama ini dan jajarannya, sangat tidak mungkin PDIP berharap Jokowi pamit," kuncinya.
Sebelumnya, di tengah riuhnya suasana politik, muncul kritik tajam dari politisi PDI Perjuangan, Gilbert Simanjuntak.
Ia menilai, Jokowi seharusnya tidak sekadar kembali ke Solo begitu saja. Menurut Gilbert, ada satu hal penting yang luput dari perhatian mantan presiden itu, tata krama.
"Lebih baik jika Jokowi setelah tidak menjabat datang ke Kantor DPP PDI Perjuangan mengucapkan terimakasih atas jasa partai yang luar biasa terhadap karinya," kata Gilbert dalam keterangannya, dikutip pada Selasa (22/10/2024).
Baginya, PDI Perjuangan, partai berlambang banteng moncong putih yang mendukung penuh perjalanan politik Jokowi sejak awal, layak mendapatkan apresiasi lebih.
Nama Jokowi memang lekat dengan PDI Perjuangan. Dari seorang pengusaha mebel sederhana di Solo, Jokowi melesat naik menjadi Wali Kota Solo pada 2005.
"Jokowi permisi atau pamit ke DPP PDIP, karena dahulu juga datang ke kantor partai saat mendaftar semenjak mau jadi Walikota 2005," ucapnya.
Kemudian menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2012, hingga akhirnya menduduki kursi Presiden pada 2014.
"Lalu saat menjadi calon Gubernur DKI 2012 juga datang ke kantor partai, termasuk saat mau menjadi calon presiden 2014," Gilbert melanjutkan.
Dalam setiap tahapan penting karirnya, PDI Perjuangan selalu ada di belakangnya.
Pada akhirnya, Jokowi memilih langsung kembali ke Solo tanpa singgah untuk berpamitan atau mengucapkan terima kasih.
Bagaimana tidak, Jokowi, yang dulunya hanyalah seorang pengusaha mebel dari kota kecil, dibesarkan oleh PDI Perjuangan hingga menjadi sosok pemimpin nasional. Sebuah hubungan yang bagi banyak orang tampak begitu erat.
Gilbert menilai, tindakan tersebut mencerminkan lebih dari sekadar sikap praktis. Bagi dia, mengabaikan tata krama seperti ini menunjukkan karakter seseorang.
"Ketidak pedulian akan tata krama menunjukkan karakter seseorang," tambah Gilbert.
Tindakan Jokowi ini bisa dianggap sebagai dosa politik terhadap partai yang telah membesarkan namanya.
Sebab, sejak awal kariernya di dunia politik, PDIP merupakan pihak yang selalu memberikan panggung dan dukungan.
Sumber: Fajar