DEMOCRAZY.ID - Pakar hukum pidana Jamin Ginting menyoroti penetapan tersangka terhadap Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong, atas kasus impor gula 2015-2016.
Jamin Ginting mengaitkan penetapan tersangka ini dengan sikap kritik Tom Lembong terhadap pemerintahan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang menurutnya berpotensi menimbulkan bias subjektivitas.
"Dan menurut pandangan saya, penetapan ini juga kalau dilihat dari kondisi bagaiaman Tom Lembong banyak memberikan kritik terkait pemerintahan Jokowi pada saat itu pemilihan presiden itu juga sangat berpengaruh terhadap sensitiftas penetapan tersangkanya," kata Jamin Ginting, Rabu (30/10/2024) dikutip dari tayangan YouTube KompasTV.
Jamin mempertanyakan alasan penetapan tersangka baru dilakukan sekarang mengingat kasus ini adalah kasus lama.
Diketahui, penyidikan kasus korupsi impor gula oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) itu telah berjalan sejak Oktober 2023.
"Ini kasus yang cukup lama ya di tahun 2015-2016, pertanyaannya adalah mengapa baru sekarang tim kejaksaan itu melakukan penetapan tersangka terkait impor gula," kata Ginting.
"Perlu kita ketahui ini adalah kasus tipikor, satu hal yang perlu kita perhatikan adalah apakah Tom Lembong mendapat keuntungan dari perbuatan kebijakan itu," katanya.
Jamin menilai, kemungkinan tindak pidana korupsi yang dilakukan Tom Lembong ini cukup kecil.
Sebab, kebijakan impor gula saat itu sudah disetujui oleh Presiden dan kabinet terkait.
Menurutnya kebijakan yang diambil pemerintah seharusnya sulit dianggap sebagai tindak pidana korupsi.
"Kebijakan dalam mengimpor gula tentu saat itu merupakan kebijakan yang disetujui oleh presiden tentunya dan kabinet terkait."
"Kalau itu sudah disetujui, sudah disahkan, saya kira untuk tindak pidana korupsi kecil sekali, karena itu kan kebijakan," ungkapnya.
Sebelumnya, Tom Lembong memang diketahui cukup kritis terhadap kebijakan pemerintahan Jokowi.
Ia sendiri pernah masuk lingkaran pemerintahan Jokowi.
Suaranya semakin vokal saat dirinya juga didapuk menjadi Co-Captain tim suksen Timnas AMIN (Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar) saat Pilpres 2024. Salah satunya soal kritik kebijakan bantuan sosial (bansos).
Tom Lembong sempat menyinggung korelasi kebijakan bansos yang diambil saat masa Pemilu 2024 .
Ia juga mengkritik soal pembutan undang-undang IKN yang menurutnya terkesan sangat cepat dan tidak melibatkan masyarakat.
Hal ini disampaikan Tom Lembong saat diskusi CSIS mengenai industri dan hilirisasi, di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, 6 Desember 2023.
Masih saat menjabat timses Amin, Tom Lembong menganggap hilirisasi nikel di Indonesia terlalu dipaksakan.
Hal ini membuat hilirisasi nikel jadi mengesampingkan aspek lingkungan hidup, keselamatan pekerja, hingga rasionalitas pasar.
"Kalau lihat tren harga nikel itu sempat melonjak waktu kita tutup keran ekspor, merugikan nasabah kita, mungkin menguntungkan kita. Tapi setelah hilirisasi ini sudah jalan dan kita membanjiri dunia dengan nikel, harganya anjlok," kata Tom Lembong pada 10 Februari 2024, dikutip dari Kompas.com.
Menurutnya, hal ini hanya memberikan keuntungan sementara terhadap ekonomi Indonesia. Ia mengatakan, pola kerja yang demikian bisa merugikan semua pihak.
Pola ini juga dikenal dengan boom and bust yang berarti setelah harga naik, perlahan akan turun menuju kolaps.
"Jadi yang lebih rasional itu, tidak ugal-ugalan, lebih konsisten, jadi peningkatan proyeksinya itu pelan-pelan dan betahap," ujarnya.
Perkara Tom Lembong
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan peran Tom Lembong dalam kasus tersebut.
Menurut Abdul, Tom menerbitkan izin Persetujuan Impor (PI) gula mentah sebanyak 105.000 ton.
Padahal, berdasarkan rapat koordinasi (rakor) antar-kementerian pada tanggal 12 Mei 2015, disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor gula.
"Akan tetapi, pada tahun 2015 Menteri Perdagangan tersangka TTL memberikan izin PI gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP)," kata Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004 yang diperbolehkan impor GKP adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Akan tetapi, Qohar menyebut, Tom Lembong malah mengeluarkan izin PI kepada PT AP untuk mengimpor GKM.
Penetapan izin impor itu tak lewat rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.
Kemudian, pada 28 Desember 2015, dilakukan rakor bidang perekonomian yang dihadiri oleh kementerian di bawah Kemenko Perekonomian.
"Salah satu pembahasannya adalah bahwa Indonesia pada tahun 2016 kekurangan GKP sebanyak 200.000 ton dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional," ucap Qohar.
Setelah kedelapan perusahaan tersebut mengimpor dan mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih, selanjutnya PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut padahal senyatanya gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran atau masyarakat.
"Dijual melalui distributor yang terafiliasi dengannya, dengan harga Rp26 ribu per kg, lebih tinggi dari HET saat itu Rp13 ribu per kg dan tidak dilakukan operasi pasar," kata dia.
Atas permufakatan jahat ini negara dirugikan Rp 400 miliar. Dalam kasus ini, Kejagung juga menetapkan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) berinisial CS sebagai tersangka.
Usai ditetapkan sebagai tersangka, Tom Lembong ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan untuk 20 hari pertama.
Sementara, CS ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung untuk 20 hari pertama.
Sumber: Tribun