DEMOCRAZY.ID - Peristiwa 3 kakak beradik siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu Mathla'ul Anwar atau SDIT ICMA di Kabupaten Pandeglang, Banten dipulangkan paksa lantaran menunggak biaya sekolah mencapai Rp42 juta belakangan viral di media sosial.
Ketiga siswa kakak beradik tersebut sebelumnya menempuh pendidikan di SDIT ICMA yang berada di Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Sang ayah, Muhamad Fahat (47) mengungkapkan, peristiwa pemulangan paksa pihak SDIT ICMA terhadap ketiga anaknya terjadi pada April 2024 lalu saat anak-anaknya masih duduk di kelas 1, 3 dan 5. Ketiga anaknya dipulangkan karena diduga menunggak biaya sekolah.
"Itu sebelum libur puasa, ga ada bahasa langsung aja penonaktifan tanggal 15 Maret (2024). Di tanggal 21 April itu masuk pertama pasca libur, anak-anak tetap sekolah sambil kita berusaha negosiasi," kata Fahat saat ditemui di kediamannya, Senin (28/10/2024) malam.
"Pada tanggal 22 April itu si pemilik sekolah marah melihat anak-anak saya masih sekolah terus minta kepada kepala sekolah untuk segera mengeluarkan anak-anak," ungkapnya.
Mengetahui hal tersebut, ayah dari ketiga anak itu sempat memohon kepada kepala sekolah agar anak-anaknya tak langsung dipulangkan.
"Saya sudah memohon kepada kepala sekolah agar anak-anak dipulangkannya nanti bareng anak-anak yang lain agar psikisnya ga terganggu, tapi inilah mah ditarik aja gitu langsung dimasukin ke mobil, dianterin pulang," imbuhnya.
Fahat mengaku kaget dengan rincian biaya sekolah yang harus dibayar olehnya sebesar Rp42 juta untuk ketiga anaknya.
Karena, dirinya sempat membayar sebesar Rp11 juta lantaran pihak sekolah sebelumnya hanya menyampaikan tunggakan ketiga anaknya sebesar Rp13 juta.
"Yang pertama tidak dimunculkan tagihannya anak-anak sebesar Rp42 juta, karena pertama itu buat tiga orang itu cuma Rp13 juta, dan kita bayar Rp11 juta tuh. Eh kedua muncul, diubah tagihannya dari sejak anak-anak TK sampai SD, dan itu total jadi Rp42 juta itu," ujarnya.
Fahat mengaku kebingungan karena hampir 6 bulan ketiga anaknya tidak sekolah usai dikeluarkan dari SDIT ICMA.
Sementara, proses perpindahan sekolah pun tak bisa dilakukan lantaran pihak sekolah menahan dapodik milik ketiga anaknya hingga tunggakan biaya sekolah sebesar Rp42 juta dibayarkan.
"Sejak dipulangkan itu anak-anak ga sekolah, ya gimana mau dipindah juga dapodiknya ditahan di sana. Beberapa sekolah sudah ada yang mau nampung, tapi harus ada surat pindah, biar dapodiknya dipindah dari sekolah lama ke sekolah baru," kata Fahat.
"Sempat ikut sekolah di SD MA, istilahnya ikut bawang, asal bisa belajar, ga apa-apa belum terdaftar juga, terus kepala sekolahnya ditelepon sama pemilik SDIT ICMA karena berani-beraninya nerima siswa tanpa ada surat pindah. Akhirnya daripada bermasalah, ga enak ke SD MA-nya, kita tarik aja anak-anak dari sana," sambung.
Fahat berharap ada solusi terhadap nasib ketiga anaknya tersebut untuk bisa melanjutkan sekolah kendati harus pindah ke sekolah lain.
Sementara saat ini dirinya sedang dalam kesulitan ekonomi karena sedang menganggur bila harus melunasi biaya sekolah anak-anaknya sebesar Rp42 juta.
"Dari sana (SDIT ICMA) kita harus beresin Rp42 juta itu, tapi harapannya bisa beres tanpa uang karena saya dan istri juga sudah nganggur dari Januari 2024. Minimal dapodiknya bisa dikeluarkan dari sana biar bisa pindah sekolah, mau nanti ke negeri atau ke mana yang penting sekolah. Mungkin ada kebijakan dari dinas, dari bupati," rintih Fahat.
Konflik Internal Keluarga Jadi Pemicu Masalah
Usut punya usut, pemilik SDIT ICMA adalah saudara kandung dari istri Fahat yakni Defi Fitriyani.
Sebelumnya, keduanya sama-sama bekerja di sekolah tersebut. Fahat menjabat sebagai kepala divisi, dan istrinya Defi menjabat sebagai bendahara umum.
Fahat mengungkapkan, permintaan tagihan biaya sekolah sebesar Rp42 juta terjadi karena diduga adanya sentimentil pemilik sekolah yang merupakan saudara kandung dari istrinya tersebut kepada dirinya.
Fahat tak menyangka, saudara istrinya yang dikenal baik terhadap dirinya seketika berubah menjadi orang yang sangat membenci dirinya.
Ia menduga kuat hal itu terjadi lantaran adanya bisikan fitnah yang dilakukan seseorang kepada dirinya.
Pasalnya, sebelum dipecat pada bulan Januari 2024 lalu, dirinya sempat mendapatkan serangkaian fitnah dari seseorang yang dilaporkan ke pemilik sekolah saat masih bekerja sebagai kepala divisi di sekolah tersebut.
"Dulu dekat sama saya, itu pembangunan sekolahnya aja dari mulai pembebasan sampai berdiri saya punya andil. Malah sama Pak Haji diapresiasi, dikasih bonus juga setelah sekolah berdiri. Mereka bangun rumah aja saya dan istri disuruh nempatin, udah bilang ga mau juga dipaksa aja, akhirnya yaudah kita tempatin, kalau mereka kan tinggal di Jakarta," terangnya.
"Awalnya saya difitnah melakukan 4 hal yang dituduhkan. Tapi itu tak terbukti setelah kita mediasi internal keluarga. Tapi waktu itu kadung emosi, saya gebrak pintu, tapi namanya saya menghormati mereka sebagai orang tua, yaudah saya datang ke Pak Haji minta maaf, dan waktu itu saya kira clear tuh," imbuhnya.
Namun, pemilik sekolah mulai semakin menunjukkan ketidak sukaan terhadap dirinya, hingga rentetan fitnah terus dilayangkan kepada dirinya.
Sampai akhirnya, dirinya diberhentikan dari sekolah dengan alasan yang mengada-ada, termasuk pengusiran dirinya dari rumah yang ditempati olehnya bersama istri dan ketiga anaknya.
"Saya dituduh motong gaji pegawai, darimana jalurnya saya motong, kan pembayarannya langsung ke rekening masing-masing. Saya dituduh korupsi Rp1 miliar uang operasional antar jemput siswa. Datanya kan ada di bendahara harian, sampai saya tantangin, saya bersumpah kalau saya makan Rp1.000 aja duit itu seumur hidup ga bakal dapat rezeki, justru mereka yang dapat puluhan juta dari ide yang saya berikan soal kendaraan operasional per anak dipungut Rp50.000 tiap bulannya," tegasnya.
"Dan itu akhirnya tanggal 12 Januari (2024) saya diPHK, alasannya karena melanggar SOP, seminggu tidak pakai seragam, padahal dari awal berdiri dan bekerja di situ juga saya ga pernah pakai seragam, seragamnya aja ga ada, saya kerja di situ udah 6 tahunan," sambungnya.
"Lalu saya diusir dari rumah yang dari awal saya diminta untuk nempatin. Dan ada bahasa ke istri, kalau mau pilih yayasan harus cerai sama saya, tapi kalau milih saya akan dipecat juga. Dan saya menyerahkan itu ke istri, tapi istri milih ikut saya sampai akhirnya ikut diusir dari rumah dan dipecat dari sekolah," lanjut Fahat.
Alasan Sekolahkan Anak di Sekolah Swasta
Pasca viral di jagad media sosial, publik turut mempertanyakan sikap orang tua yang terkesan memaksa memasukkan ketiga anaknya di sekolah swasta hingga berujung pemulangan paksa lantaran menunggak biaya sekolah sebesar Rp42 juta.
Sang ibu, Defi Fitriyani (40) mengatakan, saat itu dirinya cenderung memasukkan ketiga anaknya ke SDIT ICMA karena pemilik sekolah merupakan kakak kandungnya sendiri, terlebih saat itu ia dan sang suami turut dipekerjakan sebagai pengurus sekolah hingga ada kompensasi yang diberikan untuk tidak membayar uang sekolah.
"Waktu itu kan saya dan suami masih kerja di sekolah itu, jadi pilih sekolah itu. Guru-guru juga yang anaknya sekolah di situ dapat kompensasi beberapa item ga perlu bayar. Dan sebelum masukin anak ke situ saya selalu tanya dulu ke kakak saya itu, ini gimana anak, katanya cuma suruh bayar SPP sama uang kegiatan aja, kalau uang pembangunan dan segala macem ga usah. Itu waktu kondisi kita baik-baik aja," kata Defi.
"Yaudah kalau cuma SPP doang kan tinggal potong gaji aja, saya pikir begitu. Kalau tahu bakal gini mending dari awal, atau mungkin kita juga bakal sekolahin ke negeri aja kali," lanjutnya.
Defi pun tak menyangka hubungannya dengan sang kakak akan bermasalah. Terlebih dirinya merupakan adik kesayangan sang kakak dibandingkan dengan adik-adik lainnya yang notabene laki-laki.
Saking sayang kakaknya, dDefi kerap diajak bepergian ke sejumlah tempat baik itu di dalam negeri maupun luar negeri, termasuk diajak nonton konser musik artis-artis internasional.
"Syok bisa jadi begini, sampai depresi, kemarin sempat dirawat karena stres. Dulu kan saya bisa dibilang adik kesayangan, kemana-mana saya dan keluarga diajakin, ke luar negeri, nonton konser Coldplay, kalau ga diajakin sama kakak yah duit darimana kita, itu dibayarin sama kakak saya, kita mah ga punya uang," ungkap Defi.
Karenanya, ia berharap sang kakak bisa terketuk hatinya memberikan keringanan kepada ketiga anaknya agar bisa melanjutkan sekolah dengan mengeluarkan surat pindah.
Sebab, saat ini dirinya sudah tidak bisa berkomunikasi dengan kakaknya lantaran telah dibatasi secara akses baik untuk bertemu langsung maupun sekedar komunikasi lewat telepon.
"Yah sekarang tinggal berdoa aja, pakai jalur langit. Soalnya semua upaya sudah ditempuh tapi nihil. Saya dan suami sudah dibatasi, kontak sudah diblokir, datang ke sekolah aja ga bakal diizinkan masuk," ucapnya.
"Saya ingin anak-anak bisa tetap lanjut sekolah, enggak apa-apa ga di sana lagi, kita mau pindahin aja, tapi ga bisa karena dapodiknya ditahan. Saya ingin anak-anak jangan jadi korban dari persoalan orang tuanya, urusan orang tua biar jadi urusan orang tuanya aja, kalau anak-anak kan ga tau apa-apa," tandas Defi.
Pihak Sekolah Enggan Berkomentar
Sementara itu, pihak sekolah SDIT ICMA masih belum memberikan keterangan terkait kasus tersebut.
Saat awak media mencoba konfirmasi pada Senin (28/10/2024) sore, pihak sekuriti sekolah bernama Oji menyebut pemilik sekolah sedang berada di luar kota.
"Enggak ada, arahan dari pemilik sekolah kalau ada orang atau wartawan yang menanyakan disuruh bilang lagi sibuk di Jakarta," kata Oji.
Sumber: Suara