DEMOCRAZY.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikritik telah menjalankan sistem pemerintahan secara otoriter dalam pembangunan negara, terutama pada proyek strategis nasional (PSN).
Ketua Bidang Advokasi dan Jaringan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Indonesia Zainal Arifin menyampaikan ada dua praktik otokratik yang dilakukan Jokowi dalam menjalankan PSN selama sepuluh tahun menjadi Presiden.
"Seperti yang juga disampaikan oleh beberapa akademisi dan beberapa ahli bahwa rezim ini adalah rezim otokratik legalisme. Kemudian menurut saya juga tidak hanya soal otokratik legalisme, tapi melihat apa yang kemudian terjadi di lapangan, maka bisa dibilang rezim ini adalah rezim otoritarianisme dalam hal pembangunan," kata Zainal dalam diskusi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) secara virtual, Kamis (10/10/2024).
Dia menjelaskan, dalam praktik otokratik legalisme, Jokowi menggunakan serangan yang terencana dan berkesinambungan terhadap institusi-institusi yang bertugas mengawasi tindakan pemerintah dalam rangka menjalankan mandat demokratik.
Selain itu juga meloggarkan ikatan dan batasan konstitusional pada eksekutif melalui reformasi hukum.
"Seakan-akan berjalan sesuai hukum, tapi sebenarnya melanggar prinsip-prinsip negara hukum," imbuhnya.
Sedangkan dalam praktik otoritaritarianisme pembangunan, Jokowi meniadakan partisipasi publik dan mengesampingkan hak-hak masyarakat.
Itu sebabnya, sejumlah PSN di beberapa daerah ada yang sampai menyebabkan konflik dengan warga sekitar yang lahannya diminta pemerintah.
Zainal menyebut bahwa pemerintah era Jokowi bahkan menggunakan alat negara untuk merepresihingga mengkriminalisasi masyarakat yang terdampak PSN.
"Penggunaan alat negara untuk represi dan membungkam dengan cara kriminalisasi," ujarnya.
Pernyataan itu selaras dengan catatan dari WALHI yang menyebut bahwa PSN belum berdampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.
Justru PSN jadi salah satu penyebab kriminalisasi terhadap masyarakat sipil akibat konflik warga dengan negara terkait proses pembangunan.
Data WALHI, kekerasan dan kriminalisasi di wilayah PSN termasuk tiga besar terbanyak di antara kasus kekerasan lainnya.
Sumber: Suara