EKBIS POLITIK

KSP Akui Utang 10 Tahun Pemerintahan Jokowi Menggunung, Belanja Disunat Untuk Bayar Cicilan

DEMOCRAZY.ID
Oktober 04, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
POLITIK
KSP Akui Utang 10 Tahun Pemerintahan Jokowi Menggunung, Belanja Disunat Untuk Bayar Cicilan



DEMOCRAZY.ID - Kedeputian III Bidang Perekonomian Kantor Staf Presiden, Edy Priyono mengakui, utang di era Presiden Jokowi mengalami peningkatan. Hal ini membuat berat APBN dari tahun ke tahun.


"Utang pemerintah terus meningkat, banyak kritik dan itu benar. Kita enggak mau sembunyikan itu. Dan sekarang ini posisinya 20 persen dari pengeluaran. Belanja kita itu digunakan untuk membayar cicilan utang kita," kata Edy dalam seminar nasional bertajuk 'Evaluasi Satu Dekade Pemerintahan Jokowi' di Hotel Millenium, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2024).


Rata-rata pertumbuhan utang sepanjang 2014-2023, mencapai 13,8 persen per tahun, termasuk periode pandemi COVID-19. 


Meskipun beberapa indikator masih bisa dikelola dengan baik, beban pembayaran bunga utang setiap tahun, membesar. Kondisi ini mempersempit ruang fiskal.


Selain itu, Edy membeberkan sejumlah tantangan dan pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintahan Prabowo Subianto. 


Misalnya, masih tingginya angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Pada 2014-2019, skor ICOR mencapai 6,5 persen. Kemudian melesat menjadi 6,9 selama periode  2019-2024.


"Semakin tinggi ICOR artinya semakin tidak efisien atau boros. Ini menjadi PR kita yang tidak mudah diselesaikan. Karena memerlukan langkah yang konsisten dan harus jangka panjang," tuturnya.


Ia menyebut, seharusnya skor ICOR berada di level 4 persen, tetapi kini sudah terlanjur bertengger di level 6 persen. 


Kemungkinan, hal itu berkaitan dengan kebutuhan investasi yang semakin besar, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.


Edy juga menjelaskan tantangan di sektor pertanian. Sepanjang 2018-2023, luas panen padi mengalami penurunan rata-rata 0,2 juta hektare per tahun. Pun demikian produksi padi anjlok 1 juta ton per tahun.


"Ini mungkin relate dengan kalau pak Prabowo dan timnya menyampaikan bahwa ingin menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia, karena kenyataannya produksi pangan khususnya beras kita terus menurun," ucap Edy.


Oleh karena itu, ia menilai bila hal ini tidak segera ditangani, maka bisa saja Indonesia masuk ke defisit beras.


"Kebutuhan beras nasional itu kan mungkin sekitar 30 jutaan ton per tahun, produksi kita sekarang mungkin sekitar 31 juta ton, kita masih menjadi produsen beras yang besar. Tetapi kan kebutuhan kita juga besar sekali," ungkap dia.


"Bukan hanya beras sebenarnya, jadi ada beberapa komoditas lain. Bawang putih misalkan 95 persen impor, kedelai juga mayoritas impor juga. Jadi kita punya masalah di produksi pangan, khususnya beras," tandasnya.


Sumber: Inilah

Penulis blog