CATATAN HUKUM POLITIK

'Kebulatan Tekad Mengadili Jokowi: Suara Rakyat Yang Tak Terbendung!'

DEMOCRAZY.ID
Oktober 04, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
HUKUM
POLITIK
'Kebulatan Tekad Mengadili Jokowi: Suara Rakyat Yang Tak Terbendung!'


'Kebulatan Tekad Mengadili Jokowi: Suara Rakyat Yang Tak Terbendung!'


Di masa pemerintahan Soeharto, gerakan Kebulatan Tekad pernah menjadi simbol kuat dukungan rakyat yang menyeluruh terhadap kepemimpinan Orde Baru. 


Dukungan ini begitu masif, dengan rakyat dari berbagai pelosok tanah air memberikan dukungan penuh untuk melanjutkan kepemimpinan Soeharto sebagai presiden. 


Namun, di era demokrasi modern, fenomena serupa tampaknya mulai terulang kembali, tetapi dengan narasi yang berbeda: “Kebulatan Tekad Mengadili Jokowi.”


Berbeda dengan era Soeharto yang diwarnai oleh dukungan, era Jokowi justru dihantam oleh gelombang kritik yang semakin deras dari rakyat. 


Gerakan ini tak lagi didasari pada keinginan mempertahankan seorang pemimpin, melainkan pada kebulatan tekad untuk mengadili pemimpin yang dianggap telah mengecewakan dan merusak kepercayaan rakyat. 


Berbagai gerakan protes dan aksi kritik yang semakin serempak terjadi di berbagai tempat di Indonesia menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap Jokowi kian runtuh. 


Ini adalah potret kelam dari kinerja, watak, dan integritas seorang presiden yang pada awalnya dielu-elukan sebagai pemimpin rakyat sederhana namun kini justru dibongkar keburukannya oleh rakyat sendiri.


1. Watak Jokowi: Dari Pemimpin Sederhana ke Pemimpin Otokratis


Salah satu daya tarik Jokowi ketika pertama kali mencalonkan diri sebagai presiden adalah citra dirinya sebagai pemimpin yang merakyat, sederhana, dan jauh dari intrik politik yang berbelit-belit. 


Jokowi muncul sebagai antitesis dari elit politik yang selama ini dipersepsikan jauh dari rakyat. 


Sayangnya, setelah memegang kekuasaan, gambaran ini perlahan memudar. 


Banyak pihak mulai melihat sisi otokratis dalam kepemimpinan Jokowi, yang terlihat dari berbagai keputusan politik yang mengabaikan aspirasi rakyat.


Watak otoriter ini muncul dalam berbagai tindakan represif terhadap aktivis dan kritik terhadap pemerintah. 


Kebebasan berekspresi dan menyuarakan pendapat yang merupakan salah satu pilar demokrasi justru terkekang di bawah pemerintahan Jokowi. 


Kasus penangkapan aktivis dan pembungkaman media yang mengkritik kebijakan pemerintah menjadi bukti nyata bahwa watak Jokowi yang dahulu terlihat sederhana kini berubah menjadi pemimpin yang sulit menerima kritik. 


Rakyat yang dulu berharap pada perubahan kini justru merasa dikhianati oleh watak pemimpin yang semakin jauh dari nilai-nilai demokrasi.


2. Kinerja Jokowi: Janji yang Terabaikan dan Krisis Kepemimpinan


Tidak hanya watak yang berubah, kinerja Jokowi sebagai presiden juga semakin dipertanyakan oleh rakyat. 


Salah satu kritik terbesar terhadap kinerjanya adalah ketidakmampuan dalam memenuhi janji-janji kampanye yang dulu begitu dikumandangkan. 


Janji untuk memperbaiki sektor ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan mengatasi kesenjangan sosial justru semakin jauh dari kenyataan.


Pertumbuhan ekonomi yang lamban, naiknya utang negara, serta semakin dalamnya ketergantungan pada investasi asing menjadi tanda kegagalan Jokowi dalam membangun ekonomi yang mandiri dan berkeadilan. 


Alih-alih memperkuat sektor domestik, pemerintahan Jokowi lebih banyak berfokus pada proyek-proyek besar seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), yang justru dianggap mengalihkan perhatian dari masalah-masalah mendasar seperti pengangguran, kemiskinan, dan kualitas pendidikan.


Tak hanya itu, di bawah kepemimpinan Jokowi, tata kelola pemerintahan juga semakin diragukan. Banyak keputusan penting yang diambil tanpa memperhitungkan dampak jangka panjang bagi rakyat. 


Pembangunan infrastruktur yang digenjot besar-besaran sering kali dilakukan tanpa kajian matang, menyebabkan kerugian lingkungan dan masyarakat yang terdampak. 


Kebijakan Jokowi yang lebih fokus pada proyek besar ini menciptakan kesan bahwa ia lebih peduli pada prestasi politik ketimbang kesejahteraan rakyatnya.


3. Integritas yang Tergerus: Jokowi dan Lingkaran Korupsi


Masalah paling mencolok yang menggerus kepercayaan rakyat terhadap Jokowi adalah isu integritas. Selama masa kampanye, Jokowi dikenal sebagai figur yang bersih dan anti-korupsi. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak skandal yang muncul di lingkaran kekuasaannya. 


Keterlibatan keluarganya dalam dunia bisnis dan politik menimbulkan kekhawatiran tentang munculnya nepotisme dan konflik kepentingan di dalam pemerintahan.


Lebih dari itu, banyak kebijakan yang justru menciptakan celah bagi maraknya korupsi, seperti dalam pengelolaan dana proyek infrastruktur dan penunjukan pejabat publik yang terkesan politis dan bukan berdasarkan kapasitas. 


Beberapa skandal besar yang melibatkan menteri di kabinet Jokowi juga menjadi catatan hitam dalam kepemimpinannya. 


Integritas yang dahulu menjadi modal utama Jokowi kini tergerus oleh praktik-praktik politik kotor yang semakin sulit untuk ditutupi.


4. Kebulatan Tekad Mengadili Jokowi: Suara Rakyat yang Tak Terbendung


Gerakan “Kebulatan Tekad Mengadili Jokowi” yang mulai tumbuh dan menyebar di berbagai wilayah Indonesia adalah bukti bahwa rakyat tidak lagi bisa menahan kekecewaan mereka. 


Berbeda dengan gerakan serupa di era Soeharto yang penuh dengan dukungan, gerakan kali ini justru menunjukkan ketidakpuasan dan tuntutan agar Jokowi bertanggung jawab atas berbagai kebijakan dan tindakannya yang dinilai merugikan rakyat. 


Protes yang terjadi secara serempak di berbagai tempat dan pulau di Indonesia merupakan tanda bahwa rakyat kini mulai berani menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap pemerintahan yang dianggap gagal.


Gerakan ini bukanlah fenomena yang muncul tiba-tiba, melainkan akumulasi dari kekecewaan yang telah lama dirasakan oleh rakyat. 


Mulai dari masalah ekonomi, penanganan pandemi yang dianggap tidak maksimal, hingga kebijakan politik yang cenderung mengabaikan hak-hak rakyat, semua ini menjadi bahan bakar bagi gerakan masif yang menyerukan agar Jokowi diadili secara moral dan politik.


Kesimpulan: Kejatuhan Seorang Pemimpin?


Kebulatan Tekad Mengadili Jokowi adalah potret nyata dari runtuhnya harapan rakyat terhadap kepemimpinan yang dulu diharapkan mampu membawa perubahan. 


Rakyat yang dulu begitu mengelu-elukan Jokowi kini justru menjadi pengkritik paling vokal terhadap dirinya.


Ini adalah konsekuensi dari watak yang berubah, kinerja yang mengecewakan, dan integritas yang tergerus. 


Rakyat telah bangkit untuk mengadili Jokowi, bukan melalui pengadilan formal, tetapi melalui suara-suara protes yang semakin lantang.


Pertanyaan besar yang tersisa adalah apakah Jokowi masih mampu memperbaiki citranya di mata rakyat, atau akankah gerakan ini menjadi tanda dimulainya kejatuhan seorang pemimpin yang pernah begitu dihormati?


Sumber: FusilatNews

Penulis blog