DEMOCRAZY.ID - Anies Baswedan mengaku tidak sakit hati. Diketahui, dalam waktu berdekatan dirinya gagal dalam kontestasi politik.
Impiannya menjadi orang nomor satu di republik ini dilibas oleh kedigdayaan Prabowo Subianto.
Begitu pula dengan harapannya yang ingin kembali berkuasa di Jakarta harus dikubur dalam-dalam. Tak ada partai politik yang mau meminangnya.
Partai politik lebih memilih kader tulennya dibanding Anies yang ogah berpartai.
Alhasil mantan Rektor Universitas Paramadina itu terpaksa gigit jari dan hanya menjadi penonton.
"Kalau buat saya, tidak ada soal sakit dan tidak," tegas Anies saat jadi narasumber di Podcast Merry Riana dilansir dari Youtube, Rabu (9/10/2024).
Bagi Anies kegagalan dirinya merupakan suatu proses dimana akan ada yang menang dan yang kalah, seperti layaknya sebuah kompetisi.
"Semua orang tahu di ujungnya akan ada yang terpilih dan yang tidak terpilih, pasti. Sama seperti dalam pertandingan badminton, kita tahu satu akan ditetapkan sebagai juara dan satu lagi sebagai runner-up. Tidak mungkin keduanya menjadi juara," tuturnya.
Anies juga menyoroti tiga prinsip utama dalam pemilu yang sehat: pertama, selalu ada ruang untuk bertanding; kedua, aturan main harus tetap dan konsisten; dan ketiga, wasit atau penyelenggara harus netral.
"Namun, jika wasit dikendalikan, penyelenggara tidak netral, lawan ditiadakan, dan aturan main diubah-ubah, maka demokrasi kita dalam bahaya," ungkapnya.
Anies tak lupa menegaskan pentingnya menjaga demokrasi. Bahwa menurutnya, demokrasi adalah sistem pengelolaan negara modern yang harus dijaga, khususnya melalui proses pemilu yang adil dan transparan.
"Demokrasi ini harus dijaga, salah satunya dengan proses pemilu yang netral, di mana wasit atau penyelenggara pemilu harus bebas dari pengaruh dan kendali pihak manapun," kuncinya.
Sumber: Fajar