HUKUM POLITIK

Kata Prof Jimly: Hakim PTUN Bisa Ditangkap Kalau 'Batalkan' Pencalonan Gibran!

DEMOCRAZY.ID
Oktober 10, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Kata Prof Jimly: Hakim PTUN Bisa Ditangkap Kalau 'Batalkan' Pencalonan Gibran!



DEMOCRAZY.ID - Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa hakim PTUN bisa ditangkap jika membatalkan pencalonan wakil presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, karena bertentangan dengan konstitusi negara.


Jimly menegaskan jadwal pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober mendatang bersifat final, sehingga tak ada lagi lembaga atau pejabat yang bisa mengubah atau membatalkannya.


Jimly menambahkan, baik itu putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun Mahkamah Agung (MA) pun tak memiliki kewenangan untuk mengubah dan membatalkannya, termasuk untuk mempersoalkan keabsahan pasangan yang akan dilantik.


Menurut dia, keputusan final dan mengikat yang mutlak sudah berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK) serta sudah diatur tegas dalam Undang-Undang Dasar (UUD). Dengan demikian, lembaga seperti PTUN tidak berwenang mengubahnya.


“Kalau terjadi, misalnya PTUN memutus dengan perintah membatalkan, maka majelis hakimnya wajib ditangkap, diberhentikan, dan bahkan dipenjarakan dengan hukuman sangat terberat, karena telah berkhianat pada negara dengan melawan konstitusi negara,” tuturnya kepada Bisnis melalui pesan singkat, pada Rabu (9/10/2024).


Pakar Hukum yang juga pernah menjabat sebagai Ketua MK periode 2003-2008 ini turut mengingatkan bahwa putusan PTUN tingkat pertama, belum bersifat final, masih harus ada upaya hukum tingkat banding dan kasasi.


Prosesnya pun, lanjut Jimly, akan panjang dan pastinya akan melampaui hari pelantikan presiden dan wakil presiden pada Minggu, 20 Oktober mendatang.


“Maka, demi menjaga ketenangan umum dan memastikan peralihan pemerintahan yang damai dan konstitusional, janganlah putusan PTUN besok dikaitkan dengan jadwal pelantikan tanggal 20 Oktober, yang [bisa] menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu,” katanya.


Lebih lanjut, dia mengatakan jikapun memang ada hal yang ingin dipersoalkan berkenaan hal pribadi wakil presiden terpilih, hal itu bisa diproses sesuai aturan hukum yang berlaku setelah pelantikan berlangsung.


“Namun prosesnya bukan lagi melalui proses hukum biasa, melainkan melalui proses impeachment yang sudah diatur tegas tata caranya di UUD 45,” pungkas Jimly.


[UPDATE] PTUN Tunda Putusan Terkait Gugatan PDI-P soal Keabsahan Gibran Jadi Cawapres


Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menunda pembacaan putusan gugatan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) melawan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait keabsahan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).


“Putusan ditunda sampai dengan tanggal 24 Oktober,” kata anggota tim hukum PDI-P Gayus Lumbuun, Kamis (10/10/2024).


Gayus mengatakan, penundaan sidang dilakukan lantaran ketua majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut sedang dalam kondisi sakit.


“Disebabkan ketua majelis sakit,” ucap dia.


Gugatan yang teregister dengan nomor perkara 133/G/TF/2024/PTUN.JKT itu dilayangkan PDI-P karena KPU dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerima pencalonan Gibran sebagai cawapres.


PDI-P menilai, KPU melakukan pelanggaran dengan menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) yang menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan wakil presiden.


PKPU itu tidak dibahas dengan Komisi II DPR RI sebagaimana ketentuan Undang-Undang tentang Perundang-Undangan. 


Namun, gugatan PDI-P atas KPU ke PTUN, Jakarta ini tidak akan mengubah ketetapan hasil Pemilu 2024.


Namun, Gayus Lumbuun berpandangan, Gibran bisa batal dilantik sebagai Wakil Presiden dari Prabowo Subianto jika gugatan yang mereka ajukan ke PTUN Jakarta dikabulkan.


“Yang bermasalah bagi kami Gibran, bagi kami, ya tidak bisa dilantik. Bahwa KPU memutuskan ini tidak bisa dilantik, orang bermasalah,” kata Gayus ketika ditemui di PTUN Jakarta, 18 Juli 2024 lalu.


Gayus mengatakan, jika penyelenggaraan pemilu tidak sah karena ditemukan cacat hukum, maka putusan MK tidak dapat dieksekusi.


“Risikonya diputuskan menang (pemilu), tapi kan itu non-executable, tidak bisa dieksekusi,” ujar dia.


Mantan hakim agung itu mengingatkan, Undang-Undang Kehakiman menyatakan putusan hakim MA maupun MK tidak bisa dieksekusi jika terdapat cacat hukum.


Dengan demikian, menurut Gayus, pelantikan presiden dan wakil presiden baru hanya diikuti Prabowo Subianto.


“Pak Prabowo tidak cacat. Tidak ada yang salah di Pak Prabowo,” tutur Gayus.


Meski demikian, kata Gayus, MPR yang  akan memutuskan apakah orang yang cacat hukum bisa dilantik.


“Bukan personal, tapi lembaga, di mana rakyat bermusyawarah di sana bisakah seseorang diangkat, tapi cacat hukum diputus oleh sebuah lembaga peradilan seperti itu,” ujar Gayus.


Adapun pelantikan Prabowo dan Gibran sebagai presiden dan wakil presiden periode 2024-2029 akan dilaksanakan pada 20 Oktober 2024 mendatang.


Sumber: Kompas

Penulis blog