'Jokowi Ucapkan Terima Kasih Pada Dirinya'
Oleh: Syafril Sjofyan
Pemerhati Kebijakan Publik
Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen APPTNI
“Ayak ayak wae” merujuk pada ungkapan dalam bahasa Sunda untuk menggambarkan situasi di mana seseorang melakukan sesuatu tanpa hasil yang jelas.
Banjir spanduk, baliho, papan reklame dipenuhi dengan ucapan “Terima Kasih pak Jokowi”. Jika diperhatikan tidak tertulis nama, grup, instasni mengucapkan pesan tersebut.
Hanya ada satu pemesannya tercetak “Alap-alap Jokowi”. Waduh. Terakhir masa jabatan Jokowi masih melakukan pencitraan. Perilaku yang bisa dianggap sebagai gila pencitraan.
Gila pencitraan merujuk pada perilaku yang sangat terobsesi untuk menciptakan atau mempertahankan citra tertentu di masyarakat.
Terkait kebutuhan untuk diterima, atau butuh pengakuan sosial. Perilaku melibatkan manipulasi informasi atau penyajian diri yang tidak sepenuhnya jujur.
Karena setahun ini jangankan masyarakat banyak. Pendukung Jokowi pun sudah kecewa terhadap prilaku Presiden yang membangun dinasti menghalalkan segala cara.
Bahkan para tokoh cendikiawan pendukung seperti, Prof Ikrarnegara, Gunawan Muhamad sampai meneteskan airmata di tv mainstream kecewa terhadap prilaku Jokowi .
Membesar-besarkan pencapaian, mengklaim atau memperlihatkan pencapaian yang tidak sepenuhnya akurat atau berlebihan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain, menunjukkan bagaimana pencitraan bisa mengganggu keaslian dan kejujuran dalam hubungan sosial.
Pertanyaanya kenapa prilaku Jokowi selama massa jabatan dan di akhir jabatan selalu mengandalkan pencitraan.
Terkait kepada Kesehatan Mental. Obsesi untuk menjaga citra bisa menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi.
Sepertinya Jokowi kehilangan identitas diri karena terlalu fokus pada bagaimana masyarakat melihat dirinya.
Ketika fakta tentang pencitraan Jokowi yang berlebihan terbongkar, bahkan konon “mengelontorkan” dana 15 Milyar untuk menyebarkan ucapan berterimakasih pada dirinya sendiri. Semakin merusak reputasinya dirinya. Hancur.
Keinginan Jokowi untuk berkuasa terus dipaksakan melalui menampukan putra-putranya di kekuasaan sudah menjadi beban yang berat, mengharuskan dia melakukan usaha keras menjaga citra dengan berbagai cara. Kasihan!.
Kata pepatah Jawa “Ben akhire ora kecewa, dewe kudu ngerti kapan wektune berharap lan kapan wektune kudu mandeg.”
Artinya agar akhirnya tidak kecewa, kita harus mengerti kapan waktunya berharap dan kapan waktunya harus berhenti.
Makanya jangan “Adigang, adigung, adiguna” Mengandalkan kekuatan, kekuasaan dan kecerdikan. Pada akhirnya buruk. Su’ul Khotimah.
Konon Hari ini (18/4) di berbagai Kota Mahasiswa Aksi Serentak dengan Tema Tangkap dan Adili Jokowi
Becik ketitik, olo ketoro. Kebaikan Kelihatan, Keburukan Ketahuan. ***
Bandung, 18 Oktober 2024