CATATAN POLITIK

'Jokowi Tidak Layak Kembali ke Solo'

DEMOCRAZY.ID
Oktober 15, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
'Jokowi Tidak Layak Kembali ke Solo'


'Jokowi Tidak Layak Kembali ke Solo'


Oleh: Sutoyo Abadi

Pengamat Politik


Pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwana IV (Raden Mas Subadya) yang memerintah Kasunanan Surakarta pada tahun 1788-1820, lahirlah si jabang bayi Bagus Burhan di Kampung Yasadipuran pada hari Senin 15 Maret 1802. 


Kelak bakal dikenal dengan Raden Ngabehi Ranggawarsita III. Sang pujangga pamungkas dari Surakarta.


R.Ngabehi  Ranggawarsita III menggambarkan secara simbolik dalam Serat Kalabendu menyebutkan bahwa tanda-tanda zaman keemasan nusantara akan mulai tampak sejak terjadinya kisah Pandhita (7) Ambuka (9) Wiwaraning (9) Naraka (1), surya sengkala yang menunjuk pada tahun 1977.


Berlanjut pada peristiwa reformasi (1998 ) kiranya memberikan gambaran bahwa meletusnya gerakan reformasi tersebut merupakan tanda-tanda akan datangnya masa kejayaan nusantara.


Tentu saja di dalam proses menuju titik kejayaan itu, nusantara akan diwarnai tiga ciri utama dalam jaman kalabendu, yakni:


Jago tarung neng kurungan. Ucapan sang pujangga  bermakna harfiah “ayam jantan bertarung di dalam kurungan” tersebut menyiratkan pengertian, bahwa jaman “Kalabendu” diwarnai dengan pertikaian sesama tokoh di dalam kelompoknya sendiri.


Dhalang ngungkurke kelir. Ucapan sang pujangga yang bermakna harfiah menunjukkan bahwa jaman “Kalabendu” akan diwarnai oleh ulah banyak provokator siluman yang membikin keonaran-keonaran di berbagai wilayah di Indonesia.


Sing nonton padha nangis. Ucapan sang pujangga yang bermakna harfiah “yang menyaksikan semuanya menangis” melukiskan, bahwa banyak rakyat tak berdosa yang dilanda berbagai musibah politis tersebut akan hidup dalam penderitaan.


Masa kejayaan nusantara yang diprediksikan R.Ng. Ranggawarsita III pada saat Pandhawa (5) Mulat (2) Sirnaning (0) Pengantin (2) ( tahun: 2025 ) tersebut harus ditebus terlebih dahulu dengan keprihatinan bangsa.


Ramalan di atas tidak bisa serta merta di maknai Prabowo Subianto  karena hukum cakra mang gilingan, mala petaka merupakan ambang kesejahteraan tersebut masih berjalan dan berlaku di Nusantara yang fana ini.


Zaman Kalabendu digambarkan sebagai periode konflik dan ketegangan di antara berbagai komponen bangsa. 


Konflik ini dipicu oleh manipulasi dari figur tak terlihat yang mengendalikan peristiwa dari belakang layar ( bisa di maknai kekuatan Taipan Oligarki )


Zaman Kalabendu saat ini sangat melekat dengan masa kepemimpinan  era Presiden Jokowi, era dimana segala macam konflik vertikal maupun horisontal berbaur menjadi hingga terciptalah Era Kalabendu.


Era Jokowi sangat dekat dengan ramalan Prabu Jayabaya.  Seluruh tatanan baik di pemerintahan maupun kehidupan masyarakat porak poranda. 


Yang semestinya nilai nilai adi luhung dan adi budaya harus di jaga dan menjadi cara berfikir masyarakat kota Solo pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.


Sebuah kenyataan pahit rasanya mengetahui kebenaran serta kenyataan ini,  sebagai masyarakat Solo merasa malu mengakui kalau Jokowi asal dan keberadaannya di kota Solo.


Kota Solo dan masyarakatnya merasa tercoreng kehormatannya yang terkenal dengan adi luhung serta adi budaya merasakan bahwa Jokowi pakem masyarakat Solo.


Atas kejadian ini Jokowi rasanya tidak layak pulang ke Solo setelah berakhir masa jabatannya sebagai Presiden. ***

Penulis blog