CATATAN HUKUM POLITIK

'Jokowi Delusional, Bukan Gila, Tetap Dapat Dihukum'

DEMOCRAZY.ID
Oktober 14, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
HUKUM
POLITIK
'Jokowi Delusional, Bukan Gila, Tetap Dapat Dihukum'


'Jokowi Delusional, Bukan Gila, Tetap Dapat Dihukum'


Oleh: Damai Hari Lubis

Pengamat Hukum & Politik, Mujahid 212


Dalam perjalanan kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap kali dituding melakukan berbagai tindakan yang dianggap delusional. 


Namun, meskipun delusi ini tampak mendominasi kebijakan-kebijakannya, perlu ditegaskan bahwa ia masih dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. 


Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan alasan di balik tuduhan ini, serta bagaimana aspek delusi Jokowi bisa dipertimbangkan dari segi psikologis dan hukum.


Delusi Jokowi dalam Kebijakan Pembangunan Ibu Kota Negara


Salah satu contoh nyata yang sering kali disebut adalah kebijakan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). 


Jokowi dengan penuh keyakinan menetapkan UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN tanpa perhitungan matang mengenai anggaran dan waktu penyelesaian. 


Padahal, banyak ahli telah memperingatkan bahwa proyek ini sangat sulit direalisasikan dalam waktu yang dijanjikan. 


Namun, Jokowi tetap bersikeras bahwa tahap pertama pembangunan IKN akan selesai pada 2024. 


Kenyataannya, baru-baru ini Jokowi menyatakan bahwa pembangunan IKN akan memakan waktu hingga 15-20 tahun .


Pernyataan ini menimbulkan kebingungan dan kritik, apalagi mengingat janji awalnya. 


Hal ini menunjukkan pola perilaku yang sering dikaitkan dengan delusi, di mana seseorang terus bertahan pada keyakinan tertentu meskipun realitas menunjukkan sebaliknya. 


Para pengamat menyatakan bahwa Jokowi tampaknya terobsesi dengan proyek IKN, meskipun ia menyadari risiko kegagalannya .


Tuduhan Penggunaan Ijazah Palsu: Bukti Minimnya Kompetensi?


Tuduhan bahwa Jokowi menggunakan ijazah palsu semakin memperkuat asumsi bahwa ia mungkin tidak memiliki kompetensi yang cukup untuk memimpin negara. 


Isu ini menjadi salah satu alasan publik mempertanyakan kelayakan Jokowi sebagai pemimpin yang memaksakan diri untuk berkuasa dengan cara-cara yang dianggap manipulatif . 


Meskipun hingga saat ini belum ada bukti sahih yang menguatkan tuduhan tersebut, faktor ini terus menjadi isu sentral yang menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap integritas dan kompetensi Jokowi.


Gangguan Waham atau Psikosis: Tinjauan Psikologis


Dari perspektif psikologi, banyak pihak yang mengaitkan sikap keras kepala Jokowi dengan tanda-tanda gangguan waham atau delusi. 


Dalam istilah medis, delusi atau waham adalah salah satu gejala dari gangguan mental serius yang disebut psikosis. 


Kondisi ini membuat seseorang kesulitan untuk membedakan mana yang nyata dan mana yang merupakan hasil dari imajinasi mereka. 


Jokowi, dalam hal ini, kerap kali terlihat tetap memaksakan proyek-proyek besar tanpa memperhatikan kenyataan di lapangan, seperti IKN dan janji pengentasan kemiskinan ekstrem hingga 0% pada tahun 2024, yang hingga kini tidak kunjung tercapai .


Walaupun berbagai janji besar Jokowi tidak terealisasi, seperti janji perpindahan Aparatur Sipil Negara (ASN) ke IKN pada September 2024 yang gagal, ia terus berpegang pada kebijakan yang gagal tersebut, seolah-olah kebijakan itu masih dapat berhasil di masa depan. 


Hal ini menjadi bukti bahwa Jokowi cenderung berpikir secara delusional, yang mengarahkan pada kebijakan yang tidak realistis dan akhirnya merugikan bangsa Indonesia.


Jokowi Tetap Dapat Dihukum: Aspek Hukum Pidana


Dalam konteks hukum, Pasal 44 KUHP memberikan pengecualian bagi orang yang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban jika terbukti menderita gangguan jiwa atau tidak mampu membedakan antara yang benar dan salah. 


Namun, meskipun ada indikasi bahwa Jokowi mungkin menderita waham atau delusi, ia tetap menunjukkan kemampuan berpikir yang licik dan manipulatif. 


Ini terbukti dari upaya-upaya politiknya yang bertujuan untuk mempertahankan citra dan mengalihkan tanggung jawab kegagalan kebijakan-kebijakannya kepada pihak lain.


Sebagai contoh, Jokowi dikabarkan menawarkan uang dalam jumlah besar kepada media, termasuk Majalah Tempo, untuk menutupi laporan-laporan negatif mengenai kegagalan dirinya selama menjabat. 


Tindakan ini mengindikasikan bahwa Jokowi masih dapat berpikir secara strategis dan memiliki kesadaran penuh untuk memanipulasi situasi. 


Dengan demikian, meskipun ia mungkin mengalami delusi dalam beberapa kebijakan, dari sisi hukum pidana, Jokowi tidak termasuk dalam kategori orang gila yang tidak dapat dihukum.


Kesimpulan: Delusi, Namun Tetap Bertanggung Jawab


Kesimpulannya, meskipun ada indikasi kuat bahwa Jokowi bersikap delusional dalam beberapa kebijakan penting, seperti pembangunan IKN dan janji pengentasan kemiskinan, ia tetap dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Dalam konteks hukum pidana, Jokowi bukanlah orang yang sepenuhnya kehilangan akal sehat. 


Ia masih memiliki kesadaran penuh dan sengaja menggunakan kekuasaannya untuk memanipulasi fakta demi kepentingan politiknya sendiri. 


Oleh karena itu, dari perspektif hukum dan psikologi, Jokowi delusional, namun tidak gila, dan oleh karena itu tetap dapat dihukum sesuai hukum yang berlaku. 


Sumber: FusilatNews

Penulis blog