HUKUM POLITIK

JEJAK Karier Tom Lembong: Penasihat Ekonomi Jokowi hingga Orang Dekat Anies Baswedan, Kini Terjerat Kasus Impor Gula!

DEMOCRAZY.ID
Oktober 30, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
JEJAK Karier Tom Lembong: Penasihat Ekonomi Jokowi hingga Orang Dekat Anies Baswedan, Kini Terjerat Kasus Impor Gula!



DEMOCRAZY.ID - Publik dikejutkan dengan pengumuman dari Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menetapkan sosok Thomas Trikasih Lembong atau biasa dipanggil Thomas Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2015-2016.


Diketahui, Thomas Lembong dikenal dekat dengan sejumlah politisi, terkini ia adalah mantan co-Captain Timnas Anies saat Pilpres 2024 lalu. 


Sebelum itu, ia sudah lama dengan dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sejak jadi Gubernur DKI Jakarta.


Kedekatan dengan Jokowi lama terjalin, Thomas Lembong sempat menjadi penulis naskah pidato saat Jokowi jadi Gubernur DKI. Berlanjut usai menjadi Presiden di 2014, Thomas Lembong diberi peran yang sama.


Hingga kemudian dia diangkat menjadi Menteri Perdagangan pada 2015. Lalu pada 2016-2019 Thomas Lembong diberi tugas oleh Jokowi sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).


Salah satu naskah pidato yang terkenal Jokowi yang ditulis oleh Thomas Lembong adalah pidato 'Game of Thrones'. 


Pidato itu dibacakan Jokowi kala pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali pada 2018 silam. Ada juga pidato 'Thanos' yang dibacakan Jokowi saat Forum Ekonomi Dunia.


Kedekatan dengan Jokowi sepertinya memudar pada periode kedua atau usai Pilpres 2019. Pada 2021, Thomas Lembong justru 'menyeberang' bersama Anies Baswedan.


Oleh Anies yang saat itu masih duduk sebagai Gubernur DKI, Tom Lembong diangkat sebagai Ketua Dewan PT Jaya Ancol. 


Diketahui, PT Jaya Ancol adalah satu-satunya BUMD di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.


Kedekatan dengan Anies berlanjut kala ia ikut di Pilpres 2024. Tom Lembong bahkan diangkat sebagai co-captain Timnas Amin.


Sejak itu, Tom Lembong kerap melempar kritik ke pemerintahan Jokowi, terutama soal hilirisasi industri yang disebutnya dilakukan dengan ugal-ugalan.


Riwayat Pendidikan dan Pekerjaan


Pria kelahiran 4 Maret 1971 itu berprofesi sebagai pengusaha. Dia menempuh pendidikan sarjana di Universitas Harvard. Tom lulus pada 1994 dengan gelar Bachelor of Arts di bidang arsitektur dan tata kelola.


Pada 1995, ia bekerja di Divisi Ekuitas Morgan Stanley di New York dan Singapura. Pada 1999 hingga 2000, Tom melanjutkan karier di Deutsche Securities Indonesia. Ia juga pernah bekerja di Deutsche Bank Jakarta pada 1998-1999.


Rekam jejak di bidang perbankan membawa Tom Lembong menduduki sejumlah jabatan. 


Dia pernah menjadi Senior Vice President dan Kepala Divisi penanggung jawab restrukturisasi dan penyelesaian kewajiban Salim Group kepada negara akibat Bank BCA runtuh pada krisis moneter 1998.


Dia juga pernah menjabat kepala divisi dan wakil presiden senior di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) periode 2000-2002. 


Kala itu, BPPN bertugas untuk merekapitalisasi dan merestrukturisasi sektor perbankan Indonesia pascakrisis 1998.


Pada awal 2000-an, Tom Lembong melanjutkan karier di Farindo Investments. Kemudian, ia mendirikan Quvat Management pada 2006, sebuah perusahaan dana ekuitas swasta. 


Karier terakhir Tom sebelum terjun ke politik adalah presiden komisaris di PT Graha Layar Prima atau Blitz Megaplex pada 2012-2014.


Pada 2013, Tom Lembong mulai masuk dunia politik. Saat itu, ia penasihat ekonomi dan penulis pidato untuk Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.


Jadi Tersangka Impor Gula


Kejaksaan Agung membeberkan perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula periode 2015–2023 di Kementerian Perdagangan yang menjerat Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong.


Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa malam, menjelaskan bahwa keterlibatan Tom Lembong dimulai ketika pada tanggal 12 Mei 2015, rapat koordinasi antarkementerian menyimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor gula.


Akan tetapi, pada tahun yang sama, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan pada saat itu memberikan izin persetujuan impor gula.


"Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP, yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," katanya.


Persetujuan impor yang telah dikeluarkan Tom Lembong itu tidak melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri.


Qohar mengatakan sesuai aturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 57 Tahun 2004, pihak yang diizinkan mengimpor gula kristal putih hanyalah perusahaan badan usaha milik negara (BUMN).


Kemudian pada tanggal 28 Desember 2015 digelar rapat koordinasi di bidang perekonomian. 


Salah satu pembahasannya adalah Indonesia pada tahun 2016 diprediksi kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton.


Dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional, pada November hingga Desember 2015, CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.


Delapan perusahaan itu mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih, padahal perusahaan itu hanya memiliki izin pengelolaan gula rafinasi.


Seharusnya dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga, gula yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan perusahaan yang dapat melakukan impor hanya BUMN. Akan tetapi, gula yang diimpor adalah gula kristal mentah.


Setelah itu, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, gula itu dijual oleh delapan perusahaan tersebut kepada masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram, yang lebih tinggi di atas harga eceran tertinggi (HET) saat itu, yaitu sebesar Rp13.000 per kilogram dan tidak dilakukan operasi pasar.


"Bahwa dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah menjadi gula kristal putih tersebut, PT PPI mendapatkan fee (upah) dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp105 per kilogram," jelasnya.


Atas perbuatan keduanya, negara dirugikan sekitar Rp400 miliar.


Tom Lembong dan CS pun kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. 


Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.


Sumber: Suara

Penulis blog