EKBIS POLITIK

IRONI! Rakyat Menjerit Tak Punya Rumah, Wakil Rakyatnya Justru Dapat Tunjangan Perumahan

DEMOCRAZY.ID
Oktober 07, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
POLITIK
IRONI! Rakyat Menjerit Tak Punya Rumah, Wakil Rakyatnya Justru Dapat Tunjangan Perumahan



DEMOCRAZY.ID - Anggota DPR RI periode 2024-2029 tak akan lagi mendapat fasilitas rumah dinas. Sebaliknya, mereka akan diberi tunjangan perumahan setiap bulan.


Hal itu tercantum dalam Surat Edaran Sekretariat Jenderal DPR RI nomor B/733/RT.01/09/2024 tertanggal 25 September 2024.


Saat ini, besaran tunjangan tersebut belum ditentukan. Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI, Indra Iskandar mengatakan pihaknya sedang melakukan survei untuk mementukannya.


"Kami dari tim biro perencanaan di bawah deputi administrasi masih mengidentifikasi besaran rumah di sekitar Senayan, Semanggi, sampai daerah Kebayoran," ujarnya.


"Bahkan juga di beberapa titik di Jabotabek, itu sebenarnya tingkat idealnya berapa," sambung Indra.


Indra mengatakan, anggota legislatif akan diberi keleluasaan menggunakan tunjangan rumah dinas itu untuk menyewa atau mencicil rumah.


"Tidak ada pertanggungjawaban. Mereka diberikan (tunjangan) terserah mau untuk sewa rumah, mau untuk nyicil rumah. Silakan," kata Indra.


"Jadi tidak ada pertanggungjawaban terkait kontraktual dengan pihak ketiga," lanjutnya.


9,9 Juta Keluarga Belum Punya Rumah


Dalam waktu yang sama, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 9,9 juta keluarga di Indonesia saat ini belum memiliki rumah.


Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mengungkap tingginya harga rumah menjadi 'biang kerok' sulitnya rakyat membeli rumah.


Di Jakarta saja, harga rumah setara dengan 19,76 kali pendapatan tahunan. Sementara harga rumah tertinggi berada di Medan, dengan harga rata-ratanya setara 23,5 kali pendapatan tahunan.


Tak hanya itu, angka backlog di Indonesia pun masih sangat tinggi. Hingga 2023, angkanya mencapai 12,7 juta unit rumah atau naik dari data pada 2022 sebesar 11,6 juta.


Backlog yang membengkak tak hanya disebabkan kurang tersedianya rumah terjangkau bagi masyarakat kelas menengah dan bawah, tapi juga harga tanah yang tinggi, mahalnya biaya konstruksi, dan kebijakan pembiayaan yang belum optimal.


"Untuk rumah tapak misalnya, terdapat kendala berupa mahalnya harga lahan yang akhirnya menyebabkan harga jual rumah menjadi semakin mahal," tulis tim peneliti LPEM FEB UI, dikutip pada Minggu, 6 Oktober 2024.


Padahal, berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, negara bertanggung jawab untuk menyediakan dan memberi kemudahan serta bantuan perumahan.


Pemerintah pun sudah meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan ketersediaan rumah terjangkau. Mulai dari program 1 juta rumah yang berjalan sejak 2015 hingga 2022.


"Namun, faktanya kombinasi dari seluruh program tersebut dinilai belum cukup untuk menekan angka backlog perumahan nasional yang masih signifikan," lanjutnya.


Sumber: PikiranRakyat

Penulis blog