'Gibran, Beban Yang Akan Dilepas Prabowo?'
Presiden terpilih Prabowo Subianto akan memikul dua beban berat yang ditinggalkan Jokowi setelah dilantik menjadi presiden.
Jokowi tidak hanya mewariskan utang yang fantastis dan proyek-proyek ambisiusnya kepada Prabowo, tetapi juga meninggalkan anaknya, Gibran Rakabuming Raka yang kini sedang menjadi sorotan dan perbincangan publik karena perilaku buruknya.
Gibran yang sejak awal pencalonannya sebagai wakil presiden sudah bermasalah karena mengakali konstitusi, kini dikecam publik karena postingan di akun Fufufafa yang disebut-sebut sebagai akun miliknya.
Akun yang memuat kata-kata tak senonoh dan kalimat tak pantas terhadap sejumlah tokoh dan institusi di negeri ini, yang telah memicu gerakan massif menolak Gibran sebagai wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Salah satunya adalah ajakan massif netizen untuk tidak memajang foto Gibran sebagai wakil presiden di dinding dan tempat strategis lainnya.
Seperti cuitan di akun X @kafiradikalis yang mengunggah foto Prabowo Subianto bersama lambang garuda, berdampingan dengan bingkai kosong bertuliskan 'Fufufafa'.
Dalam unggahan yang sudah dibagikan ribuan kali itu, pemilik akun menulis pesan menohok.
"Kawan-kawan, mari kita kasih hukuman sosial kepada Fufufafa sang pembohong jiwa kerdil. Sekaligus mengingatkan Prabowo agar extra waspada supaya nggak dihabisi di tengah jalan oleh ular berkepala dua berwujud Fufufafa. Yok bisa yok sebarkan ini secara masif," tulis pemilik akun pada Selasa (24/9/2024).
Penolakan massif terhadap Gibran ini telah men-deligitimasinya sebagai seorang pejabat publik karena rakyat tidak menghendaki kepemimpinannya.
Dan ini akan menjadi beban bagi Prabowo sebagai presiden karena keduanya maju dalam Pilpres 2024 sebagai pasangan.
Gibran akan menjadi sasaran tembak publik dan ruang kecaman terhadap pemerintahan Prabowo Subianto.
Apalagi Gibran secara politik sangat lemah karena tidak ada backup partai politik atau organisasi sosial kemasyarakatan yang memiliki massa dan dukungan besar.
Ditambah lagi dengan kapasitas dan kapabilitas pribadinya yang belum pernah teruji benar untuk menjadi pemimpin negara sebesar dan sekompleks negeri ini.
Jabatan walikota yang diraihnya tahun 2021 lalu bukan karena kapasitas dirinya tetapi karena pengaruh kekuasaan bapaknya, Presiden Joko Widodo.
Menjelang MK membacakan putusan sengketa Pilpres 2024 pada bulan April lalu, Politikus PDI Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu, telah menyebut Gibran Rakabuming Raka akan menjadi beban bagi Pemerintahan Prabowo Subianto ke depan.
Gibran, menurut Masinton memiliki legitimasi rendah yang akan menjadi beban bagi bangsa ini.
"Didiskualifikasi agar tidak menjadi beban buat bangsa kita ini. Kita perlu kestabilan, ini akan gonjang-ganjing terus, akan ada penolakan," tutur Masinton, di Jakarta, Jumat (19/4/2024).
Gibran Akan Diganti?
Pertanyaannya apakah Prabowo merasa terbebani dengan seorang pendamping seperti Gibran yang telah menjadi perbincangan dan ditolak publik di mana-mana?
Pada Kongres III Nasdem di Jakarta 27 Agustus 2024 lalu, Prabowo Subianto menyatakan bahwa oposisi bukanlah budaya Indonesia. Dia mengajak semua komponen bangsa untuk saling bekerja sama sesama anak bangsa.
"Kita harus kerja sama. Kita harus kolaborasi, jangan kita mau ikut-ikut budaya lain. Budaya barat atau budaya mana itu mungkin suka oposisi-oposisi, gontok-gontokan, oposisi, nggak mau kerja sama itu mungkin budaya mereka," kata Prabowo.
Pernyataan prabowo ini menegaskan bahwa dirinya tidak menghendaki ada oposan atau kekuatan penyeimbang yang mengevaluasi dan mengoreksi kebijakannya. Prabowo menginginkan semua pihak dan elemen bangsa dapat bekerja bersama-sama.
Dan bila Gibran masih bersama dalam pemerintahannya, maka hampir dipastikan akan banyak elemen masyarakat sipil yang menjadi oposan yang mengkritik pemerintahan Prabowo.
Sebuah kondisi yang tak dikehendaki Prabowo karena akan mengganggu fokus dan konsentrasi menjalankan pemerintahannya.
Dengan kata lain, Gibran akan jadi pemantik lahirnya oposisi dari masyarakat sipil yang tidak menginginkan Gibran sebagai wakil presiden.
Ruang lain munculnya oposisi adalah dari partai politik yang tidak tergabung dalam koalisi Indonesia Maju atau KIM Plus, pendukung Prabowo- Gibran, yakni PDI Perjuangan.
Sebagai pemenang Pemilu, PDI P akan menjadi oposisi tangguh yang akan mengoreksi pemerintahan berkuasa.
Seperti yang mereka lakukan selama 10 tahun terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“PDI Perjuangan pengalaman (sebagai oposisi pada) 2004 dan 2009, posisi saat itu berada di luar pemerintah,” kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di Jakarta Pusat, Kamis, 15 Februari 2024.
Karena itu, bila Prabowo ingin melepas beban yang akan memberatkan langkah pemerintahannya sekaligus meniadakan oposisi yang mengganggu fokus dan konsentrasinya, maka ada dua hal yang harus dilakukan Prabowo Subianto.
Pertama, mengganti Gibran dengan figur baru yang legitimate dan diterima mayoritas publik dan partai pendukung.
Namun mengganti Gibran sebelum pelantikan tanggal 20 Oktober akan menimbulkan kegaduhan dan menganggu agenda Pilpres 2024 yang telah ditetapkan KPU.
Karena itu, sepertinya hal ini tidak akan ditempuh Prabowo karena bisa membuat suasana politik yang tidak kondusif jelang pelantikan 20 Oktober 2024.
Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran, Rosan Perkasa Roeslani jauh-jauh hari sudah menjelaskan soal isu penggantian Gibran ini. Pihaknya ingin menghormati semua proses dan putusan yang sudah ada.
"Kita tentunya harus menghormati semua proses yang telah ada, dan harus menghormati semua keputusan yang ada ya," ujar Rosan di Jakarta, Kamis (9/11/2023)
Kedua, Prabowo harus menarik PDI Perjuangan ke dalam pemerintahannya agar tidak menjadi oposisi seperti yang dialami oleh SBY tahun 2004 dan 2009 lalu.
Tentu saja, Prabowo harus memberi konsensi politik tinggi kepada PDI Perjuangan sebagai partai pemenang pemilu.
Sinyal bergabungnya PDI P ke Prabowo sudah cukup kuat dengan adanya komunikasi intensif Partai Gerindra dan PDI-Perjuangan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, partainya memang punya pendekatan yang berbeda ke PDI-P.
Menurut Muzani, Gerindra dan PDI-P sering kali menemukan kecocokan meski nampak memiliki perbedaan cara pandang.
“Komunikasi kami dengan PDI-P kan bagus, baik, lancar, ada pendekatan dan cara yang mungkin berbeda tetapi sering kali tujuan kita sama,” ujar Muzani di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Lantas, apa konsesi politik yang akan ditawarkan Prabowo ke Megawati untuk mengajaknya bergabung ke pemerintahannya?
Apakah posisi wapres adalah pantas dan bisa diterima banyak pihak? Kita tunggu saja, setelah pelantikan nanti.
Dan kalau tawaran itu bisa diterima semua pihak, maka Prabowo telah menangkap lalat dalam satu tepukan, melepaskan beban dan menghilangkan potensi oposisi pemerintahnnya. ***