DEMOCRAZY.ID - Pemerintah mengakui menggelontorkan puluhan miliar rupiah untuk memoles citra Presiden Jokowi di akhir jabatannya.
Itu dinilai untuk menutupi opini publik yang tajam pada Jokowi akhir-akhir ini.
“Dia berusaha menutupi opini publik yang tajam,” kata Pakar Komunikasi Politik Universitas Hasanuddin, Hasrullah, Rabu (16/10/2024).
Hasrullah menyebut Jokowi saat ini sadar citranya di masyarakat tidak bagus. Sehingga sebelum lengser 20 Oktober mendatang, ia berusaha memolesnya.
Opini publik pada Jokowi saat ini tak tanggung-tanggung. Bahkan ada wacana ingin memeriksa dan memenjarakan presiden dua periode itu setelah purna dari jabatannya.
Hal dimaksud Hasrullah di antaranya adalah sejumlah tokoh yang berkumpul 14 Oktober kemarin dalam agenda Silaturrahmi Kebangsaan.
Mereka di antaranya Said Didu, Amin Rais, Refly Harun, Faizal Assegaf, Abraham Samad, dan tokoh lainnya. Mereka minta Jokowi diadili.
“Jadi ini adalah counter opini sebenarnya,” ujarnya.
“Dia menyadari opini publik terhadap dirinya tidak bagus. Di akhir masa jabatannya ini dia mengalami musibah,” terangnya.
Tekanan publik tersebut menurut Hasrullah terjadi karena halo effect. Citra Jokowi yang dikenal publik di awal karier politiknya, berbeda dengan saat ini.
Sebelum Jokowi menaiki tampuk kekuasaannya sebagai orang nomor satu di Indonesia, politisi sekaligus pengusaha mebel itu dicitrakan sebagai sosok merakyat. Berita-berita yang ada di media soal Jokowi kala itu bagus-bagus.
Ada sejumlah hal yang melatar belakangi persepsi publik terhadap Jokowi berubah.
Hasrullah menyebut sejumlah di antaranya, seperti dinasti politik, hingga proyek ambisius seperti Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Dalam komunikasi politik ini disebut halo effect,” jelasnya.
Sekalipun Jokowi berusaha memoles citranya dengan beriklan, melakukan propaganda, dan mengerahkan influencer, ia pesimis itu berhasil. Mengingat apa yang selama ini Jokowi lakukan.
“Citra yang sebelumnya itu kabur. Tidak sepeti Jokowi di awal yang melakukan hal-hal yang sifatnya kontra produktif, mungkin dia jadi pahlawan,” pungkasnya.
Diketahui, dalam laporan Majalah Tempo, Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi mengakui menggelontorkan puluhan miliar rupiah untuk memoles citra Jokowi.
“Iya, penetrasi ke media penting agar kampanye masif. Anggarannya enggak besar, paling puluhan miliar. Itu pakai anggaran sosialisasi,” ucapnya.
Sumber: Fajar