DEMOCRAZY.ID - Ekonom senior, Prof Didik J Rachbini menyebut pemerintahan Prabowo Subianto diwarisi banyak masalah ekonomi dari rezim Jokowi.
Mulai dari anjloknya kelas menengah, daya beli melemah hingga rendahnya setoran pajak.
"Hasil survei BPS (Badan Pusat Statistik) dan temuan peneliti UI, menyatakan kelas menengah turun. Ini mengindikasikan banyak hal. Perekonomian Indonesia sangat bergantung konsumsi sehingga jika pemerintah tidak kerja maksimal, target 5 persen bakal sulit tercapai," kata Prof Didik dalam diskusi daring di Jakarta, dikutip Senin (21/10/2024).
Karena, kata Prof Didik, kontribusi daya beli dari kelas menengah turun, berdampak kepda anjloknya pertumbuhan ekonomi.
Kondisi ini mempersulit Presiden Prabowo mewujudkan janji pertumbuhan 8 persen.
Dia pun menyarankan pemerintahan Prabowo meniru strategi pemerintah era 1980'an yang berhasil mendongkrak perekonomi ke level 7-8 persen.
Pemerintah kala itu, menerapkan kebijakan industri yang outward looking, bersaing di level tinggi di tingkat internasional.
"Semua kebijakan ditujukan untuk memenangkan persaingan pasar di dalam dan luar negeri. Modalnya adalah industri yang kuat dan mampu bersaing dengan pertumbuhan 8-10 persen, serta investasi berkualitas dari dalam dan luar negeri," kata pria asal Pamekasan, Madura ini.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi 5 persen dalam 2 periode Jokowi, menunjukkan ekonomi tidak berkembang secara dinamis.
Di mana, peluang kerja kurang, karena tidak ada leading sector selama 5 tahun terakhir.
Berdasarkan riset Continuum, indeks konsumen penduduk Indonesia baik pendapatan maupun Ikon (indeks konsumen), menunjukkan adanya pelemahan.
"Lemah ini sama dengan mobil atau motor dengan kecepatran 80 tiba-tiba turun ke 20 itu memerlukan effort yang sangat keras," kata Prof Didik.
Prof Didik meyakini, Prabowo merupakan sosok independen yang tidak bisa dikendalikan orang, kecuali bertapa menurunkan ego dan tunduk selama 5 tahun.
Semuanya adalah sebuah strategi. Ketika sudah berkuasa, ada harapan baru bahwa pidato yang disampaikan benar-benar terjadi dan diwujudkan.
"Pertumbuhan ekonomi kita lemah, kurang dari 5 persen dengan alasan COVID-19, sehingga disalip negara tetangga seperti Filipina dan Vietnam. Walaupun industri di kedua negara itu, lemah pada 2000-an. Berhasil bangkit dan mengalahkan Indonesia," bebernya.
Selanjutnya dia membandingkan rasio pajak (tax ratio) era SBY yang mencapai 12 persen.
Namun ambruk di era Jokowi menjadi sekitar 8-9 persen. Artinya, kondisi fiskal Indonesia sedang bermasalah.
"Demikian pula pengangguran terselubung adalah masalah sangat berat yang harus dihadapi Prabowo. Saat ini, rata-rata penduduk hanya bekerja 20 jam selama 5 hari. Artinya, perharinya hanya bekerja 4 jam, bahkan kurang," pungkas Rektor Universitas Paramadina itu.
Sumber: Inilah