DAERAH EKBIS POLITIK

Ekonom Kritik Proyek Food Estate Seluas 2 Juta Hektare di Papua: Mirip Eksploitasi Era Kolonial!

DEMOCRAZY.ID
Oktober 25, 2024
0 Komentar
Beranda
DAERAH
EKBIS
POLITIK
Ekonom Kritik Proyek Food Estate Seluas 2 Juta Hektare di Papua: Mirip Eksploitasi Era Kolonial!



DEMOCRAZY.ID - Ekonom dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengkritik rencana pengembangan cetak sawah seluas 2 juta hektare, untuk swasembada pangan, yang diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan. 


Proyek lumbung pangan di Papua itu dianggap melanggengkan praktik ekstrativisme kolonial—eksploitasi kekayaan alam oleh perusahaan asing yang sempat terjadi di masa lalu.


"Papua sekali lagi diperlakukan sebagai objek eksploitasi untuk kepentingan pembangunan nasional, tanpa mempertimbangkan dampak besar yang mungkin ditimbulkan terhadap masyarakat lokal dan lingkungan," kata pendiri sekaligus CEO Narasi Institute ini saat dihubungi Tempo, Rabu, 23 Oktober 2024.


Proyek lumbung pangan atau food estate digencarkan pada era kepemimpinan Presiden RI ke-7 Joko Widodo. 


Proyek ini dikembangkan di Kalimantan Tengah, Sumba Tengah, Gresik, Garut, Temanggung, hingga Merauke. 


Agar lebih lancar, program food estate juga dimasukkan dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) 2020-2024.


Achmad mengingatkan, eksploitasi kekayaan alam sering terlaksana tanpa manfaat yang signifikan bagi masyarakat lokal. 


Papua otomatis sering menjadi target eksploitasi lantaran memiliki keanekaragaman hayati dan budaya. 


Pembukaan lahan baru, apalagi jika benar-benar mencapai 2 juta hektare, disebut akan mengubah bentang alam yang selama ini dijaga oleh masyarakat adat.


"Sejarah kolonialisme di Papua menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya oleh pihak luar seringkali mengabaikan kepentingan masyarakat lokal,” kata Achmad yang kini menjadi salah satu pengajar di Universitas Indonesia.


Selain minim dilibatkan dalam pengambilan keputusan, masyarakat adat Papua dikhawatirkan bakal kehilangan tanah dan lingkungan. 


Padahal aset itu bukan hanya untuk kehidupan, namun juga nilai budaya dan spiritual.


"Tanpa perlindungan yang jelas, food estate di Papua berpotensi memperdalam ketimpangan sosial dan ekonomi yang sudah ada di sana," turut Achmad.


Alih-alih memaksakan food estate Papua, Achmad menyarankan pendekatan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. 


Proyek pangan, Achmad meneruskan, semestinya bisa diikuti dengan pemberdayaan petani lokal, pengelolaan lahan yang berkelanjutan, tanpa melupakan pengawasan yang transparan.


"Swasembada pangan bisa dicapai tanpa harus mengulangi kesalahan sejarah kolonialisme masa lalu,” kata dia. 


“Papua bukanlah objek, tetapi bagian integral dari Indonesia yang harus dijaga dan dihormati.”


Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, sebelumnya menyinggung soal potensi cetah sawah seluas 2 juta hektare di Papua. 


Zulhas, panggilan akrab Zulkifli, berkata wilayah Indonesia timur dapat ditanami berbagai jenis tanaman pangan, seperti padi, jagung, hingga tebu.


"Mudah-mudahan 5 tahun ke depan, kita bisa ke pertanian sawah dua juta hektare, perkebunan tebu 600 ribu sampai 1 juta hektare Masa depan kita ada di sana (Papua)," katanya pada Senin, 21 Oktober lalu, dikutip dari Antara.


Sumber: Tempo

Penulis blog