EDUKASI POLITIK

Dosen NTU Singapura 'Heran' Bahlil Selesaikan Doktor di UI Cuma 3 Semester: Disertasinya Seperti Kumpulan Berita Koran!

DEMOCRAZY.ID
Oktober 18, 2024
0 Komentar
Beranda
EDUKASI
POLITIK
Dosen NTU Singapura 'Heran' Bahlil Selesaikan Doktor di UI Cuma 3 Semester: Disertasinya Seperti Kumpulan Berita Koran!



DEMOCRAZY.ID - Bahlil Lahadalia menyelesaikan gelar doktor di Universitas Indonesia (UI) dalam waktu 20 bulan. 


Waktu yang cukup singkat untuk meraih gelar doktor menimbulkan banyak pertanyaan terlebih lagi disertasinya disebut seperti kumpulan koran.


Pakar Sosiologi Perkotaan dari Universitas Teknologi Nanyang Singapura, Prof. Sulfikar Amir, menyoroti hal ini.


“how low can you go @univ_indonesia??? oh i know….as low as permintaan pejabat buat nyelesaiin s3 dlm waktu 20 bulan. either he’s too brilliant or you are just to stupid to think he’s brilliant,” kata Dosen Nanyang Technological University (NTU) Singapura Prof Sulfikar Amir, di akun X (Twitter) @sociotalker, Rabu (16/10/2024).


Sulfikar heran UI bisa meloloskan desertasi Bahlil Lahadalia yang isinya seperti kumpulan koran.


“Disertasi apaan ini @univ_indonesia??? jangan2 cuma kumpulan berita koran dan laporan proyek?? are you seriously an institution of higher learning UI?” paparnya.


Kasus Bahlil, kata Sulfikar menyarankan UI menjadi lembaga kursus yang mudah memberikan sertifikat.


“I strongly suggest @univ_indonesia buat ganti status menjadi lembaga kursus…biar lbh pas buat jualan sertifikat. lupakan world class university, qs100, etc etc. yang penting melayani nafsu pejabat dan dapat cuan,” tegasnya.


[DOC]





Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) UI, Amelita Lusia, membenarkan Bahlil akan menjalani sidang promosi doktor siang ini. 


“Beliau mengambil program doktoral by research,” ujarnya saat dihubungi, Rabu, 16 Oktober 2024 dikutip dari Tempo.


Dengan program ini, Bahlil tak perlu berfokus mengikuti mata kuliah di dalam kelas. 


Ia bisa memperoleh gelar doktor dengan mengerjakan sebuah penelitian independen.


Bahlil akan memperoleh gelar doktornya dengan disertasi tentang tata kelola hilirisasi nikel – bidang yang selama ini digelutinya baik sebagai Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal maupun Menteri ESDM.


Disertasi itu bertajuk “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Bekerkelanjutan di Indonesia”. 


Bahlil beberapa kali menyampaikan isi disertasi yang ia kerjakan dalam berbagai kesempatan. 


Dalam penelitian itu, ia menemukan masyarakat lokal di sekitar tambang belum mendapatkan manfaat dari hilirisasi.


“Memang penelitian saya, hilirisasi itu yang mendapat manfaat paling besar sekarang ini adalah investor dan pemerintah pusat,” kata Bahlil saat memberi kuliah di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 27 Juli 2024.




Siapa Profesor Sulfikar Amir?



Sulfikar Amir merupakan seorang akademisi bergelar profesor. Ia sering dipanggil dengan sebutan Prof Sulfikar. 


Prof Sulfikar merupakan Pakar Sosiologi Perkotaan dari Universitas Teknologi Nanyang, Singapura.


Prof Sulfikar Amir adalah seorang pengajar tetap di School of Social Sciences, Nanyang Technological University, khususnya di bidang science, technology, and society.


Wilayah kepakarannya adalah Science and Technology Studies (STS), Technological Politics, Development and Globalization, Risk and Disaster, Resilience, City and Infrastructure Studies.


Selain menjadi dosen, pria yang mendapat gelar Doktor di Rensselaer Polytechnic Institute (RPI) ini juga merupakan seorang peneliti aktif dan telah menerbitkan puluhan jurnal pendidikan bertaraf internasional.


[UPDATE] Alumni Universitas Indonesia Buat 'Petisi' Tuntut Kaji Ulang Gelar Doktor Bahlil Lahadalia


Alumni Universitas Indonesia (UI) membuat petisi kepada Rektor UI untuk mengkaji ulang pemberian gelar doktor kepada ketua umum Golkar dan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. 


Petisi ini dilayangkan sebagai bentuk kepedulian terhadap integritas dan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia, khususnya UI.


Salah satu alumni UI, Harris Muttaqin, menyatakan, kejanggalan dalam proses pemberian gelar doktor tersebut adalah pada masa studi yang dijalani Bahlil. 


Ia menilai, Bahlil yang mampu menyelesaikan studi doktoralnya dalam waktu kurang dari dua tahun sangat mencolok jika dibandingkan dengan standar waktu yang ditetapkan oleh Peraturan Rektor UI tentang Penyelenggaraan Program Doktor.


Sebagai informasi, Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) UI, Amelita Lusia, mengatakan, Bahlil tercatat sebagai mahasiswa SKSG UI tahun 2022. Ia mendaftar melalui jalur riset dalam program doktor UI. 


"Jadi, program doktor di SKSG ada yang by research, sama seperti di beberapa perguruan tinggi lain," kata Amelita saat dihubungi, Rabu, 16 Oktober 2024.


Harris mengatakan, dalam Pasal 29 ayat 1 Peraturan Rektor UI Nomor 3 Tahun 2024 tertulis bahwa masa tempuh kurikulum program doktor dirancang sepanjang 6 semester yang terdiri dari 2 semester pembelajaran yang mendukung penelitian dan 4 semester penelitian. 


Pada ayat 4 di pasal yang sama mengatakan bahwa masa tempuh kurikulum dapat berbeda dengan ketentuan khusus untuk program studi yang diselenggarakan bekerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri.


Sementara itu, untuk program doktor jalur riset, Pasal 29 menyatakan bahwa mahasiswa wajib melaksanakan kajian literatur, khususnya pada jurnal ilmiah bereputasi yang berkaitan dengan riset utama mereka, dengan bobot 10 (sepuluh) SKS. 


Selain itu, mahasiswa juga harus mengikuti perkuliahan Program Doktor Jalur Riset yang dilaksanakan sepenuhnya di UI atau sebagian di mitra universitas luar negeri melalui Program Double Degree, Dual Degree, Program Joint Degree, atau program mobilitas internasional.


"Masa studi untuk program doktor biasanya memerlukan waktu yang lebih panjang untuk memastikan kedalaman penelitian dan kualitas akademik yang tinggi," ujar Harris dalam keterangan yang diterima, Kamis, 17 Oktober 2024.


Selain itu, ada dugaan bahwa karya tulis Bahlil Lahadalia diterbitkan di jurnal predator, yang dikenal tidak memiliki standar akademik yang memadai. 


Menurut Harris, hal ini memunculkan pertanyaan serius tentang validitas dan kredibilitas penelitian yang dilakukannya. 


"Publikasi di jurnal predator menunjukkan potensi pelanggaran etika akademik dan merugikan reputasi UI sebagai institusi pendidikan tinggi terkemuka," ujarnya.


Haris mendesak pihak rektorat untuk segera membentuk tim independen guna menginvestigasi dugaan komersialisasi dalam penyelesaian studi doktoral Bahlil. Jika ditemukan ketidaksesuaian dengan ketentuan, ia meminta gelar doktornya dicabut.


Selain itu, petisi ini juga mendesak peningkatan pengawasan terhadap proses penyelesaian studi doktoral oleh lembaga akreditasi dan pihak terkait. 


Rektorat Universitas Indonesia diharapkan mempublikasikan secara transparan seluruh informasi terkait persyaratan, prosedur, dan biaya dalam penyelesaian studi doktoral Bahlil.


Petisi ini disebarkan melalui platform change.org dengan judul "Tolak Komersialisasi Gelar Doktor, Pertahankan Integritas Akademik" pada 17 Oktober 2024. 


Hingga pukul 22.49 di hari yang sama, petisi ini telah mendapatkan 1037 tanda tangan.


Sebelumnya, Bahlil mengatakan bahwa ia mampu menyelesaikan program doktoralnya kurang dari dua tahun. 


Ia mengaku prosesnya mendapatkan gelar doktor dalam waktu singkat itu cukup sulit. Namun ia memaksimalkan waktu semenjak kuliah di S1.


Alasan Bahlil bisa mendapat gelar doktor di waktu yang cepat adalah karena fokus dan rela mengalokasikan waktu di antara banyak kesibukan. 


“Saya dalam proses tidak pernah ada pemberian atau cuma-cuma. Semuanya perjuangan,” ucapnya saat ditemui usai melakukan Sidang Terbuka Promosi Doktor di UI.


Sumber: SuaraNasional

Penulis blog