DEMOCRAZY.ID - Berbagai proyek strategis nasional (PSN) era Presiden Joko Widodo (Jokowi) diprediksi akan dilanjutkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto.
Hal itu mengingat klaim Prabowo-Gibran sendiri yang menyatakan sebagai pemerintah yang melanjutkan.
Ketua Bidang Advokasi dan Jaringan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Indonesia Zainal Arifin menyampaikan, Prabowo-Gibran nampaknya akan mempertahankan PSN di bernagai daerah, terutama yang memang terlihat menguntungkan secara bisnis.
"Situasinya masih sama ya, partai politik dikuasai oleh oligarki, kemudian sampai pada level-level di daerah, maka justru akan semakin menguat proses perampasan sumber daya alam dan kehidupan masyarakat melalui proyek strategis nasional ini karena tidak ada perubahan yang berarti sama sekali," kata Zainal dalam diskusi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) secara virtual, Kamis (10/10/2024).
Menurut Zainal, PSN bukan persoalan hukum, melainkan ekonomi politik. Sehingga tak mengherankan kalau acuan pemerintah dalam menjalankan proyek tersebut lebih memberatkan aspek keuntungan secara ekonomi.
"Hukum hanya pembungkus saja untuk melegalisasi proses perampasan tanah, proses bisnis, proses-proses yang hasilkan cuan bagi para kolega," imbuhnya.
Zainal mengungkapkan sejumlah PSN dari berbagai bidang, seperti pertanian, tambang, nikel, hingga energi kebanyakan aktor utamanya juga kolega para pemerintah.
Bahkan PSN di sektor energi, menurut Zainal, banyak dikuasai oleh para pengurus partai.
"(Proyek) energi gitu, orang-orang yang hari ini berada di partai-partai yang menjadi penguasa dan memiliki ruang untuk mengubah kebijakan atau membuat kebijakan sesuai keinginan mereka," katanya.
Padahal pelaksanaan PSN era Jomowi selama ini tidak bermanfaat secara signifikan bagi masyarakat.
Zainal mengkritik kalau Jokowi justru telah melakukan praktik otokratik dalam menjalankan proyek tersebut.
"Seperti yang juga disampaikan oleh beberapa ekademisi dan beberapa ahli bahwa rezim ini adalah rezim otokratik legalisme. Kemudian menurut saya juga tidak hanya soal otokratik legalisme, tapi melihat apa yang kemudian terjadi di lapangan, maka bisa dibilang rezim ini adalah rezim otoritarianisme dalam hal pembangunan," ujarnya.
Sumber: Suara