EKBIS POLITIK

'Daya Beli Merosot, Cermin Buruknya Kinerja Ekonomi Rezim Jokowi'

DEMOCRAZY.ID
Oktober 06, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
POLITIK
'Daya Beli Merosot, Cermin Buruknya Kinerja Ekonomi Rezim Jokowi'


'Daya Beli Merosot, Cermin Buruknya Kinerja Ekonomi Rezim Jokowi'


Penurunan daya beli masyarakat di Jawa Timur, yang dikeluhkan oleh para pedagang di Pasar Wonokromo saat kunjungan Khofifah Indar Parawansa pada Oktober 2024, adalah cerminan dari fenomena yang sedang terjadi di seluruh Nusantara. 


Dalam percakapan dengan para pedagang, terungkap bahwa beberapa mengeluhkan sepinya pembeli, sementara yang lain mengatakan bahwa kondisi masih stabil meski menghadapi tantangan, terutama dari tren perdagangan online.


Fenomena ini tidak berdiri sendiri. Ia menggambarkan lebih dalam tentang bagaimana kinerja ekonomi Indonesia, khususnya di era pemerintahan Jokowi, tidak berhasil menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan masyarakat. 


Banyak faktor yang menjadi penyebab penurunan daya beli ini, tetapi akar persoalannya bisa dilacak ke lambannya pertumbuhan ekonomi yang tidak sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat sehari-hari.


Faktor Penurunan Daya Beli

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi, meskipun dipromosikan sebagai salah satu yang terus meningkat, ternyata tidak mampu menghadirkan dampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat. 


Beberapa indikator ekonomi memang menunjukkan peningkatan, namun realitas di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. 


Banyak pedagang kecil dan pasar tradisional mengalami penurunan transaksi karena daya beli masyarakat yang kian melemah. 


Di Jawa Timur, fenomena ini dirasakan secara mendalam oleh para pedagang pasar tradisional, khususnya mereka yang bergerak di sektor makanan kemasan.


Perlambatan ekonomi tidak hanya dirasakan di Jawa Timur, tetapi di berbagai wilayah di Indonesia. Menurunnya daya beli ini diakibatkan oleh beberapa faktor utama:


1. Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok: Harga kebutuhan pokok yang semakin melambung tinggi sementara pendapatan masyarakat stagnan membuat daya beli mereka terkikis. 


Masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah menjadi kelompok yang paling terdampak. 


Ketika harga kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, dan bahan makanan lainnya naik, masyarakat terpaksa mengurangi pengeluaran mereka, terutama untuk kebutuhan sekunder dan tersier.


2. Tekanan Digitalisasi: Di tengah tantangan ekonomi ini, pasar tradisional juga harus berhadapan dengan fenomena digitalisasi. 


Sebagaimana diungkapkan oleh Khofifah, pedagang tradisional kini harus bersaing dengan tren perdagangan online. 


Meskipun digitalisasi diakui sebagai hal yang tak terelakkan, banyak pedagang tradisional yang tidak siap menghadapi perubahan ini. 


Akibatnya, banyak yang kehilangan pelanggan karena perubahan preferensi belanja konsumen ke platform daring.


3. Ketimpangan Distribusi Pertumbuhan Ekonomi: Pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tidak terdistribusi secara merata di seluruh lapisan masyarakat. 


Proyek-proyek infrastruktur besar yang digembar-gemborkan pemerintah justru cenderung memberikan keuntungan bagi kelompok tertentu, terutama korporasi besar dan investor. 


Sementara itu, kelompok pedagang kecil dan masyarakat umum masih harus berjuang untuk bertahan hidup.


4. Pengangguran dan Kemiskinan: Tingkat pengangguran dan kemiskinan yang meningkat juga berperan besar dalam melemahkan daya beli masyarakat. 


Meskipun pemerintah meluncurkan berbagai program sosial, nyatanya program-program tersebut tidak cukup kuat untuk mengatasi masalah mendasar seperti lapangan kerja yang terbatas dan rendahnya pendapatan masyarakat.


Buruknya Kinerja Ekonomi di Era Jokowi

Buruknya kinerja ekonomi di era Jokowi tidak bisa dipisahkan dari ketidakmampuan pemerintah dalam menyeimbangkan pembangunan infrastruktur dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM). 


Fokus yang terlalu besar pada pembangunan fisik seperti jalan tol dan bandara, meski penting, tidak seharusnya mengabaikan investasi pada kesejahteraan dan peningkatan kapasitas SDM masyarakat. 


Di sisi lain, sektor ekonomi mikro dan usaha kecil menengah (UKM) sering kali terlupakan, padahal sektor ini memiliki peran vital dalam mendukung ekonomi masyarakat luas.


Dalam sepuluh tahun terakhir, terlihat adanya ketimpangan besar antara pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat. 


Sementara jalan tol, pelabuhan, dan bandara dibangun dengan pesat, rakyat yang diharapkan dapat menikmati hasil dari pembangunan tersebut malah terperangkap dalam kesulitan ekonomi. 


Pengangguran, kemiskinan, dan rendahnya pendapatan menjadi pemandangan sehari-hari di berbagai daerah, termasuk di Jawa Timur.


Berdasarkan keluhan para pedagang pasar tradisional di Jawa Timur, terlihat bahwa pemerintah gagal menjawab kebutuhan mendasar masyarakat. Sepinya pasar, menurunnya daya beli, dan tingginya persaingan dengan perdagangan online adalah tanda-tanda bahwa ekonomi rakyat belum pulih. Jika dibiarkan terus berlanjut, kondisi ini bisa berdampak lebih luas, menyebabkan ketidakstabilan sosial dan ekonomi yang lebih serius.


Solusi untuk Menghadapi Tantangan Ekonomi


Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan langkah-langkah konkret yang fokus pada penguatan daya beli masyarakat dan dukungan bagi sektor ekonomi mikro. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:


1. Subsidi dan Stabilisasi Harga Kebutuhan Pokok: Pemerintah perlu mengatur harga kebutuhan pokok agar lebih stabil dan terjangkau bagi masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah.


2. Transformasi Pasar Tradisional: Pasar tradisional harus didorong untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Sistem penjualan hybrid—kombinasi antara penjualan langsung dan digital—perlu dikembangkan untuk mempertahankan daya saing pasar tradisional.


3. Dukungan bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM): Pemerintah harus memberikan perhatian lebih kepada UKM dengan memberikan akses modal, pelatihan, dan pendampingan agar mereka bisa bertahan dan berkembang di era digitalisasi.


4. Penguatan Program Sosial: Program-program sosial seperti bantuan langsung tunai (BLT) harus ditingkatkan efektivitasnya agar benar-benar sampai kepada masyarakat yang membutuhkan.


Dalam kesimpulannya, penurunan daya beli masyarakat bukan hanya sekedar fenomena pasar, tetapi merupakan cerminan dari buruknya kinerja ekonomi pemerintahan Jokowi. 


Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah tegas untuk mengatasi masalah ini, maka dampaknya akan semakin meluas dan menyulitkan masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah.


Sumber: FusilatNews

Penulis blog