HUKUM PERISTIWA POLITIK

Cerita Mahfud MD 'Diancam' Ketika Menolak Revisi UU MK

DEMOCRAZY.ID
Oktober 10, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
PERISTIWA
POLITIK
Cerita Mahfud MD 'Diancam' Ketika Menolak Revisi UU MK



DEMOCRAZY.ID - Mahfud Md menceritakan pengalamannya mendapatkan ancaman ketika menolak revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2023 tentang Mahkamah Konstitusi atau UU MK. 


Mahfud kala itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) di Kabinet Jokowi.


Saat itu DPR meminta pemerintah segera mengirimkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) paling lama 60 hari karena mereka akan merevisi UU MK. 


Mahfud heran dengan tindakan DPR itu. Sebab, revisi UU MK tidak masuk dalam prioritas program legislasi nasional atau Prolegnas.


Mahfud mengatakan, setelah melihat isi draf revisi UU MK dari DPR, ia menilai Parlemen ingin menendang orang tertentu dalam pemilihan pimpinan Mahkamah Konstitusi.


"Setelah dilihat isinya hanya ingin menendang orang tertntu. Ini pasti bisa dikeluarkan dengan mudah. Terutama dalam ketentuan konfirmasi bagi mereka yang sedang menjabat dalam periode kedua. 3 orang bagus bisa ditendang," kata Mahfud dalam Indonesia Integrity Forum 2024 yang diadakan Trancparency International Indonesia di Jakarta, Kamis 10 Oktober 2024.


Mahfud mengaku menolak revisi UU MK itu. Ia bahkan sudah membuat surat penolakan. Karena sikap itu, Mahfud mengaku sempat diancam melalui stafnya. 


"Saya mewakili pemerintah, menolak revisi UU itu. Sampai akhirnya diancam (melalui) staf saya. Pokoknya kamu, Pak Jokowi tahu yang kamu lakukan, kalau kamu enggak setuju," kata Mahfud. 


Di sisi lain, Mahfud mengatakan, DPR kerap menolak melanjutkan pembahasan rancangan UU yang penting bagi masyarakat seperti rancangan UU Perampasan Aset. 


Padahal, rancangan UU itu sudah masuk Prolegnas tahun pertama. Namun, selama bertahun-tahun tidak pernah dibahas. 


"Sehingga ini agak susah melakukan pembaruan demokrasi karena rusaknya di DPR," kata Mahfud.


Meski begitu, Mahfud mengatakan, pemerintah dalam batas tertentu juga ikut bermain. Ada perselingkuhan antara eksekutif dan legislatif. 


"Karena itu kalau mau melakukan perubahan UU ditujukan kepada mereka yang merusak," kata Mahfud. 


Sebelumnya, pemerintah dan DPR telah menyepakati rancangan Undang-undang tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. 


Hal ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto.


“Pemerintah sepakat untuk dapat meneruskan pembicaraan dan pengambilan keputusan tingkat II terhadap RUU Mahkamah Konstitusi di Sidang Paripurna DPR-RI,” ujar Hadi dalam keterangan resminya, Mei 2024 lalu. 


Revisi UU MK ini dikritik oleh Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna. 


Palguna menyoroti revisi UU MK Pasal 23 Ayat 1 yang membatasi masa jabatan hakim konstitusi selama 10 tahun. 


Dia menilai, revisi ini sudah jelas bisa memengaruhi independensi hakim MK. 


Bahkan, kata dia, pengaruh itu sudah bisa dipahami oleh masyarakat awam tanpa perlu menjadi sarjana hukum terlebih dahulu.


"Enggak perlu jadi sarjana hukum sudah tahulah itu bisa mempengaruhi independensi hakim konstitusi," kata Palguna.


Belakangan, DPR menyepakati agar keputusan pada tingkat II atau pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Mahkamah Konstitusi (MK) dilakukan pada periode selanjutnya. 


Dengan demikian, RUU MK akan menjadi RUU operan atau carry over untuk DPR periode 2024-2029.


Sumber: Tempo

Penulis blog