HUKUM POLITIK

CERDAS dan CADAS! Refly Harun Jelaskan Pasal Yang Bisa 'Membatalkan' Gibran Dilantik Sebagai Wapres

DEMOCRAZY.ID
Oktober 11, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
CERDAS dan CADAS! Refly Harun Jelaskan Pasal Yang Bisa 'Membatalkan' Gibran Dilantik Sebagai Wapres



DEMOCRAZY.ID - CERDAS dan CADAS! Refly Harun jelaskan pasal yang bisa membatalkan Gibran dilantik sebagai WAPRES.


Simak penjelasan singkat padat cerdas dari Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun yang disampaikan di acara RAKYAT BERSUARA iNewsTV, Selasa (8/10/2024).


[VIDEO]



Jika Gibran Dimakzulkan, Ini Nama Pengganti Wakil Presiden Prabowo Menurut Prediksi Pakar Hukum Tata Negara



DEMOCRAZY.ID - Prabowo Subianto, presiden terpilih periode 2024-2029, memiliki kewenangan untuk mengajukan dua nama calon wakil presiden (wapres) kepada MPR RI jika Gibran Rakabuming tidak dapat menjabat.


Hal ini bisa terjadi apabila Gibran tidak melakukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang diajukan oleh PDI Perjuangan (PDIP).


Sebagaimana diketahui, PDIP menggugat pencalonan Gibran sebagai wapres di Pilpres 2024. Gugatan PDIP tersebut akan diputuskan oleh PTUN pada Kamis, 10 Oktober 2024.


Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menyebutkan, “Kalau banding tidak terjadi dan wapres [Gibran] tidak dilantik, Presiden yang terpilih [Prabowo] akan mengajukan dua nama ke MPR untuk dipilih salah satunya menjadi Wapres.”


Keputusan ini akan menjadi penentu apakah Gibran dapat dilantik sebagai Wakil Presiden RI periode 2024-2029.


Apabila gugatan PDIP terkait lolosnya Gibran sebagai calon wapres diterima, Gibran akan dinyatakan tidak sah sebagai calon wakil presiden.


Feri menambahkan, “Ya tentu saja proses pencalonan wakil presiden menjadi tidak sah karena cacat administrasi. Tentu implikasi Gibran tidak bisa dilantik karena punya masalah dengan syarat menjadi Wapres.”


Jika Gibran memutuskan untuk mengajukan banding, kasus ini bisa semakin panjang, sebab keputusan PTUN akan berlanjut ke proses hukum lebih lanjut.


Feri menegaskan, “Upaya banding akan menimbulkan pertanyaan kepada publik terkait jalannya sistem tata negara soal keabsahan proses pelantikan lantaran dipicu proses hukum PTUN dilanjutkan dalam proses banding.”


Jika banding diteruskan, perkara bisa sampai ke tingkat kasasi, memperpanjang polemik mengenai status Gibran.


Pengadilan Tata Usaha Negara akan memutuskan gugatan terkait pencalonan Gibran pada Pilpres 2024 yang diajukan oleh PDIP terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU).


Gugatan tersebut diajukan pada 2 April 2024 dengan nomor perkara 133/G/TF/2024/PTUN.JKT. KPU mendasarkan keputusannya pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan batas usia minimum untuk calon presiden dan wakil presiden.


Namun, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan bahwa mantan Ketua MK, Anwar Usman, melakukan pelanggaran etik dalam keputusan tersebut.


Pakar hukum tata negara lainnya, Refly Harun, mengemukakan tiga alasan yang bisa menyebabkan Gibran dilengserkan setelah dilantik.


“Jadi Gibran bisa dilengserkan dengan tiga klausul. Satu, melakukan tindak pidana korupsi, dua, melakukan perbuatan tercela, dan tiga, tidak lagi memenuhi syarat sebagai wakil presiden,” ujarnya.


Menurut Refly, dugaan korupsi yang disampaikan oleh pengamat politik Rocky Gerung bisa menjadi alasan kuat untuk menjatuhkan Gibran jika terbukti.


Refly juga memprediksi bahwa jika Gibran dimakzulkan, Prabowo kemungkinan besar akan mengajukan Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, sebagai wakil presiden pengganti.


Menurutnya, Puan memiliki beberapa keunggulan yang sesuai dengan kriteria Prabowo, “Kriterianya, menurut saya, adalah tokoh yang bisa dikendalikan, tapi dia memiliki gerbong yang lumayan bisa diperhitungkan,” ungkap Refly.


Pegiat media sosial, Alifurrahman, juga berpendapat bahwa Prabowo sebenarnya lebih menginginkan Puan Maharani sebagai wapres ketimbang Gibran.


Menurutnya, Ketua DPR RI tersebut lebih sesuai dengan keinginan Prabowo untuk memiliki pendamping yang solid dan strategis. 


Mahfud MD Jelaskan Mekanisme 'Impeachment' Presiden dan Wakil Presiden



DEMOCRAZY.ID - Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan mengenai adanya wacana impeachment atau pemakzulan terhadap Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka.


Adapun isu tersebut muncul  lantaran Gibran diduga sebagai pemilik dari akun Kaskus Fufufafa yang vira di media sosial.


Unggahan di akun tersebut berisi kritik terhadap Presiden terpilih 2024 Prabowo Subianto, serta beberapa tokoh politik dan figur publik, yang memicu spekulasi ketegangan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo.


Mahfud MD mengungkapkan, di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) dijelaskan bahwa hal tersebut bisa dilakukan.


Ia menjelaskan, jika Presiden dan Wakil Presiden terpilih berhalangan tetap secara bersama-sama, maka nanti penggantinya akan dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). 


Nama penggantinya diajukan oleh partai politik yang mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden tersebut.


“Misalnya Pak Prabowo dan Gibran sama-sama berhalangan gitu, nanti yang mengajukan ya Gerindra, Demokrat dan Golkar gitu sama-sama. Calonnya dari mereka oleh DPR,” ujar Mahfud dalam Podcast Dialektika Madilog Forum Keadilan di Forum Keadilan TV, Jumat, 4/10/2024.


Mahfud juga memaparkan, jika Presiden saja yang berhalangan, maka Wakil Presiden akan naik menjadi Presiden. 


Pada saat itu, Wakil Presiden yang telah menjadi Presiden akan menunjuk dua orang untuk diangkat menjadi calon Wakil Presiden-nya. 


MPR kemudian akan memilih salah satu dari dua nama yang ditunjuk oleh Presiden.


Kemudian, jika yang mengalami impeachment adalah sang Wakil Presiden, maka secara otomatis akan terjadi kekosongan jabatan. 


Dengan demikian, Presiden akan memilih dua orang untuk salah satunya dipilih oleh MPR.


“Gitu aja simple kok. Jadi jalan konstitusionalnya ada. Ini soal politiknya, apakah kita sepakat untuk melakukan itu atau tidak. Prosedur hukum itu kan harus dimulai dari keputusan politik,” lanjut dia.


Di samping itu, Mahfud MD juga menegaskan bahwa impeachment tidak bisa dilakukan jika memang tidak ada alasan untuk melakukannya.


Mahfud menuturkan, impeachment bisa dilakukan jika yang bersangkutan melakukan pelanggaran hukum yang jenisnya korupsi, pengkhianatan atas negara, penyuapan, dan kejahatan yang diancam pidana lima tahun ke atas.


Tetapi, jika yang bersangkutan melakukan pelanggaran hukum lain, ia tidak akan bisa dimakzulkan.


“Misalnya pelecehan seksual, ndak bisa, ndak bisa. Misalnya menaikkan tarif Telkom. Ndak bisa. Hanya 4 ini, korupsi, penyuapan, pengkhianatan, sama melakukan tindak pidana yang diancam 5 tahun ke atas,” jelas dia.


Walaupun demikian, ada satu pelanggaran lagi yang Mahfud sebutkan, yaitu pelanggaran etika. 


Kata Mahfud, jika Presiden atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran etika, maka tinggal menunggu masyarakat yang mendesak adanya pemakzulan.


Setelah itu, perilaku tersebut akan dinilai oleh sebuah tim yang kemudian disepakati apakah sang Presiden atau Wakil Presiden benar-benar melakukan pelanggaaran etika atau tidak.



SumberPojokSatu

Penulis blog