CATATAN POLITIK

Catatan Untuk Presiden Prabowo: 'Jangan Terulang Lagi Menteri Pertahanan Mengurusi Food Estate!'

DEMOCRAZY.ID
Oktober 23, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
Catatan Untuk Presiden Prabowo: 'Jangan Terulang Lagi Menteri Pertahanan Mengurusi Food Estate!'


Catatan Untuk Presiden Prabowo: 'Jangan Terulang Lagi Menteri Pertahanan Mengurusi Food Estate!'


Dalam beberapa tahun terakhir, proyek food estate telah menjadi topik hangat, terutama setelah keterlibatan Kementerian Pertahanan di bawah Prabowo Subianto dalam pelaksanaannya. 


Tujuannya memang tampak mulia, yaitu memperkuat ketahanan pangan nasional dengan menciptakan lahan pertanian skala besar. 


Namun, proyek ini justru menimbulkan berbagai masalah, mulai dari kerusakan hutan hingga kegagalan mencapai target produksi pangan yang diharapkan. 


Ketika Prabowo diperkirakan akan menjadi Presiden, perlu ada catatan serius untuk tidak mengulang kembali kesalahan ini—terutama melibatkan kementerian yang salah untuk menangani urusan pangan.


Keterlibatan yang Keliru: Menteri Pertahanan dan Food Estate


Ketahanan pangan memang memiliki aspek strategis yang berkaitan dengan keamanan nasional. 


Namun, ketika Menteri Pertahanan secara langsung terlibat dalam pengelolaan proyek pertanian, pertanyaan pun muncul. 


Apakah ini langkah yang tepat? Apakah tidak ada kementerian lain yang lebih berkompeten? Keterlibatan Kementerian Pertahanan dalam proyek food estate tampak sebagai langkah yang keluar dari tupoksi (tugas, pokok, dan fungsi) lembaga tersebut. 


Idealnya, isu pangan berada di bawah kendali Kementerian Pertanian, yang memang memiliki keahlian dalam urusan agraria dan produksi pangan.


Hasilnya, proyek food estate tidak hanya gagal memenuhi target produksi, tetapi juga mengorbankan aspek lingkungan. 


Di beberapa wilayah seperti Kalimantan Tengah dan Papua, pembukaan lahan untuk food estate telah mengakibatkan kerusakan hutan yang signifikan. 


Hutan-hutan yang sebelumnya menjadi penyangga ekosistem dan sumber kehidupan bagi masyarakat adat kini hilang, digantikan oleh lahan yang belum tentu produktif.


Hutan Hilang, Proyek Gagal


Salah satu masalah terbesar dari proyek food estate adalah dampak ekologis yang parah. Di Kalimantan Tengah, misalnya, lahan gambut yang dilindungi sebagian besar dibuka untuk proyek ini. 


Pembukaan lahan gambut tidak hanya merusak ekosistem setempat, tetapi juga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan mempercepat perubahan iklim. 


Ironisnya, setelah semua kerusakan ini terjadi, tujuan utama proyek—yakni meningkatkan ketahanan pangan—justru gagal tercapai.


Menurut laporan berbagai lembaga lingkungan, lahan-lahan yang dibuka untuk food estate di beberapa daerah belum mampu memberikan hasil yang signifikan. 


Tantangan teknis, seperti kesesuaian lahan dan kurangnya infrastruktur pertanian yang memadai, membuat proyek ini terhambat. 


Alih-alih menjadi solusi, food estate justru menjadi beban baru, baik bagi negara maupun masyarakat lokal.


Jeritan Masyarakat Papua


Dampak buruk dari proyek food estate juga terasa di Papua, salah satu daerah yang paling rentan terhadap eksploitasi lahan. 


Masyarakat Papua, yang memiliki hubungan erat dengan alam dan hutan, kini merasakan dampak langsung dari kebijakan ini. 


Mereka kehilangan lahan, sumber pangan alami, dan bahkan identitas budaya yang selama ini melekat pada alam. 


Jeritan keluhan dari masyarakat Papua bukan hanya soal kehilangan hutan, tetapi juga tentang bagaimana proyek ini mengabaikan hak-hak mereka sebagai pemilik lahan dan sumber daya.


Di Papua, food estate seolah menjadi ancaman baru bagi kedaulatan masyarakat adat. 


Mereka sering kali tidak diajak berbicara dalam proses pengambilan keputusan, dan pembukaan lahan secara besar-besaran merusak ekosistem yang selama ini menopang kehidupan mereka. 


Pengabaian terhadap hak-hak masyarakat lokal mencerminkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap dampak sosial proyek-proyek semacam ini.


Menghindari Pengulangan Kesalahan


Ketika Prabowo Subianto diperkirakan akan mengambil alih kepemimpinan nasional, ada pelajaran penting yang harus diambil dari kegagalan food estate. 


Salah satunya adalah pentingnya penempatan lembaga yang tepat untuk menangani masalah yang tepat. 


Kementerian Pertahanan seharusnya tidak lagi terlibat dalam proyek-proyek seperti food estate yang secara alami berada dalam domain Kementerian Pertanian. 


Pemisahan peran dan tanggung jawab yang jelas akan membantu menciptakan kebijakan yang lebih terfokus dan efektif.


Lebih dari itu, perlindungan lingkungan dan hak masyarakat adat harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan pembangunan. 


Hutan dan lahan adat bukan sekadar sumber daya ekonomi, tetapi juga merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat lokal. 


Tanpa menjaga keseimbangan ekosistem dan menghormati hak-hak masyarakat, proyek sebesar apa pun hanya akan berakhir dengan kegagalan.


Kesimpulan: Membutuhkan Kepemimpinan yang Bijak


Jika Prabowo menjadi Presiden, ia harus memastikan bahwa pelajaran dari proyek food estate tidak dilupakan. 


Ketahanan pangan memang penting, tetapi cara mencapainya harus mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan hak-hak masyarakat adat. 


Kementerian yang tepat harus diberdayakan untuk menangani isu-isu yang berada dalam lingkup kompetensinya, dan keputusan yang menyangkut masa depan hutan dan masyarakat adat harus melibatkan mereka sebagai pemangku kepentingan utama.


Hutan yang habis dan tujuan proyek yang gagal hanya akan memperburuk keadaan negara. 


Sebagai pemimpin yang akan memimpin Indonesia ke depan, Prabowo harus lebih bijak dan adil dalam mengambil keputusan, agar kesalahan serupa tidak terulang kembali.


Sumber: FusilatNews

Penulis blog