HUKUM POLITIK

Buktikan Tidak Tebang Pilih, Politikus PDIP Tantang Prabowo 'Antarkan' Zulhas ke KPK dan Airlangga ke Kejagung

DEMOCRAZY.ID
Oktober 30, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Buktikan Tidak Tebang Pilih, Politikus PDIP Tantang Prabowo 'Antarkan' Zulhas ke KPK dan Airlangga ke Kejagung



DEMOCRAZY.ID - Presiden Prabowo Subianto harus menunjukkan komitmen dalam pemberantasan korupsi dengan mengantarkan Zulkifli Hasan (Zulhas) ke KPK dan Airlangga Hartarto ke Kejaksaan Agung (Kejagung).


Demikian dikatakan politikus PDIP yang dekat dengan almarhum Taufik Kiemas, Beathor Suryadi dalam pernyataan kepada redaksi, Rabu (30/10/2024).


“Mengantarkan anggota kabinet ke Lembaga penegak hukum untuk diperiksa bukan intervensi eksekutif ke yudikatif,” paparnya.


Kata mantan tahanan politik era Soeharto ini, Zulhas diduga pernah terseret kasus suap alih fungsi hutan.


“Ketum PAN ini juga diduga terseret kasus impor gula,” papar Beathor.


Menurut Beathor, Airlangga Hartarto diduga terseret kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya.


“Sampai sekarang Kejagung belum menuntaskan kasus Airlangga,” jelasnya.


Kata Beathor, komitmen Prabowo dalam pemberantasan korupsi harus dimulai dari Kabinet Merah Putih. 


“Lingkaran Istana harus bersih dari dugaan korupsi dan suap,” ungkap Beathor.





Dugaan Korupsi Airlangga Hartato dan Zulkifli Hasan


1. Kasus korupsi izin ekspor CPO


Kejagung tengah menyelidiki perkara dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya yang diberikan pada periode 2021-2022. Kasus ini tengah masuk dalam babak baru, yakni menetapkan korporasi sebagai tersangka.


Pada Jumat (16/6) silam, Kejagung telah menetapkan raksasa grup bisnis sawit, Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka korporasi yang terlibat dalam kasus itu.


Mereka diduga merugikan keuangan negara hingga Rp6 triliun dan merugikan perekonomian negara senilai Rp12,3 triliun akibat perkara ini.


Kasus ini berawal sejak 2022 silam sebagai efek domino kisruh minyak goreng di dalam negeri.


Pada tahun itu, terjadi lonjakan hingga kelangkaan minyak goreng. Di saat bersamaan, pemerintah memberlakukan berbagai kebijakan untuk mengatasi kisruh tersebut.


Salah satunya, menerapkan wajib pemenuhan domestik (domestic market obligation/DMO) bagi eksportir minyak sawit.


Kasus ini menyeret pejabat eselon I Kemendag kala itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana.


Bersama empat orang lainnya, ia ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya periode Januari 2021-Maret 2022.


Menurut Kejagung, penetapan status tersangka tak lepas dari kebijakan Kemendag menetapkan DMO dan DPO (domestic price obligation) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya.


Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan eksportir tak memenuhi DPO dan tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah.


Dalam putusan perkara, majelis hakim PN Tipikor memandang perbuatan terpidana merupakan aksi korporasi, dan yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi (tempat para terpidana bekerja) sehingga korporasi harus bertanggung jawab.


Putusan PN Tipikor ini kemudian dikuatkan oleh putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkrah terhadap terdakwa, sehingga Kejagung kemudian memproses hukum korporasi.


Terbaru, pada Senin (17/7) kemarin, penyidik kembali memeriksa dua orang saksi terkait kasus tersebut. 


Salah salah satu saksi yang diperiksa merupakan Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan Sri Hariyati.


Selain memeriksa Kepala Biro Hukum, penyidik dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus juga turut memeriksa satu orang pegawai Kemendag.


Kejagung juga memanggil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk diperiksa terkait perkara CPO. Namun pihaknya tak merinci lebih jauh soal Airlangga di kasus ini.


2. Dugaan korupsi impor gula


Kejagung pada Selasa (3/10) menggeledah Kemendag terkait kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dan korupsi impor gula.


Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi mengatakan dari hasil penyidikan, diduga tindak pidana korupsi itu terjadi di Kemendag dalam periode impor gula 2015-2023.


Penyidik, kata dia, menduga terjadi penyalahgunaan wewenang dalam kebijakan importasi gula terkait pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga.


“Kemendag diduga telah secara melawan hukum menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi kristal gula kepada pihak-pihak yang tidak berwenang,” tuturnya dalam konferensi pers.


Kemendag juga diduga telah memberikan izin impor melebihi batas kuota maksimal yang dibutuhkan pemerintah.


3. Korupsi impor garam


Kejagung juga sempat mengusut kasus dugaan korupsi dalam program impor garam industri periode 2016-2022.


Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan Kemendag menerbitkan persetujuan impor garam industri pada PT MTS, PT SM dan PT UI tanpa melakukan verifikasi sehingga menyebabkan kelebihan impor garam industri.


Burhanuddin menyebut terdapat total 21 perusahaan importir yang mendapat izin Kemendag pada 2018. Total ada 3.770.346 ton atau setara dengan Rp2,05 triliun garam impor. 


Namun, proses tersebut dilakukan tanpa menghitung stok garam lokal dan garam industri yang tersedia sehingga mengakibatkan garam industri melimpah di Indonesia.


Kejagung juga telah menangkap satu tersangka berinisial YN terkait kasus tersebut. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan tersangka ditangkap karena tak memenuhi panggilan yang telah disampaikan secara sah dan patut sebanyak dua kali.


YN yang merupakan Direktur Utama PT Sumatraco Langgeng Makmur itu ditahan selama 20 hari.


Dalam kasus ini, YN mempunyai peran yaitu mengalihkan garam impor yang peruntukannya untuk didistribusikan kepada Industri Aneka Pangan sesuai dengan rencana distribusi yang diajukan dalam permohonan rekomendasi kepada Kementerian Perindustrian RI menjadi garam konsumsi.


4. Korupsi proyek pengadaan bantuan gerobak untuk UMKM


Selain kasus-kasus di atas, terdapat juga penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan bantuan gerobak untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM) Kemendag periode 2018-2019.


Gerobak itu seharusnya disalurkan oleh pemerintah kepada pelaku usaha secara gratis. terdapat 10.700 gerobak yang semula dialokasikan oleh pemerintah untuk disalurkan kepada para pelaku usaha.


Pada anggaran 2018, nilai dari pengadaan 7.200 gerobak pertama sebesar Rp49 miliar dengan harga satuan gerobak sekitar Rp7 juta. 


Kemudian pada anggaran 2019 pemerintah mengalokasikan anggaran serupa untuk pengadaan 3.570 unit gerobak dengan harga satuannya sekitar Rp8,6 juta.


Bareskrim Polri juga telah menetapkan dua pejabat pembuat komitmen (PPK) dari Kemendag sebagai tersangka kasus tersebut.


Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka merupakan Putu Indra Wijaya (PIW) selaku Kabag Keuangan Sesditjen PDN Kemendag, dan Bunaya Priambudhi (BP) selaku Kasubag TU DJPDN Kemendag.


Tersangka Putu maupun Bunaya terbukti menjalankan proyek pengadaan gerobak bantuan UMKM secara fiktif masing-masing untuk tahun anggaran 2018 dan 2019.


5. Dugaan korupsi impor baja


Kejagung juga sempat menggeledah dua lokasi di kantor Kemendag untuk mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proses importasi besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya periode 2016-2021.


Penggeledahan itu dilakukan menyusul peningkatan status penanganan perkara tersebut yang kini menjadi penyidikan. Artinya, Jaksa menemukan dugaan pelanggaran pidana dalam kasus itu.


Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan selama periode tersebut, ada enam perusahaan yang mengimpor baja paduan menggunakan surat penjelasan atau pengecualian perjanjian impor.


Surat itu diterbitkan Direktur Impor pada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan. 


Ketut mengatakan surat itu didasari permohonan importir untuk mengadakan material konstruksi proyek pembangunan jalan dan jembatan.


“Dengan dalih ada perjanjian kerja sama dengan perusahaan BUMN,” jelas dia.


Adapun perusahaan-perusahaan yang dimaksud adalah PT Waskita Karya; PT Wijaya Karya; PT Nindya Karya; dan PT Pertamina Gas (Pertagas). 


Namun, kata dia, keempat perusahaan pelat merah itu ternyata tak pernah melakukan kerja sama pengadaan material dengan para importir sebagaimana termaktub dalam permohonan.


Oleh sebab itu, jaksa menduga surat ada penyimpangan penggunaan surat penjelasan yang dimaksud dalam perkara ini.


“Berdasarkan hal tersebut, importir terindikasi melakukan tindak pidana korupsi,” kata Ketut.


Kasus ini menyeret Direktur Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag berinisial MS. 


Selain itu, penyidik juga memanggil Kasi Barang Aneka Industri berinisial AR dan Analis Perdagangan Madya pada Direktorat Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag terkait kasus tersebut.


Sumber: JakartaSatu

Penulis blog