DEMOCRAZY.ID - Mantan Menko Polhukam era Presiden Jokowi, Mahfud MD mengaku dirinya sempat dilobi untuk mendukung perpanjangan masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode. Bahkan ia sudah diberi tahu bagaimana mekanismenya.
Pengakuan itu disampaikan Mahfud dalam wawancara di podcast Abaraham Samad SPEAK UP.
Mulanya, Abraham menanyakan kepada Mahfud, apakah Mahfud yang saat itu sudah keluar dari kabinet dan maju calon wakil presiden ikut kaget mengetahui adanya cawe-cawe dari Presiden Jokowi di Mahkamah Konstitusi dan lain sebagainya.
Menanggapi pertanyaan itu, Mahfud mengaku dirinya memang kaget. Tetapi ia sudah melihat tanda-tanda tersebut sejak 2022, saat masih menjabat Menko Polhukam.
Tepatnya ketika ia merasa Jokowi membiarkan adanya wacana perpanjangan jabatan presiden menjadi tiga periode.
"Iya. Saya, sudah saya katakan saya tuh kagetnya sejak tahun 2022 terus terang kita kan dulu pendukung setianya gitu ya tapi 2022 tuh ketika sudah muncul gerakan-gerakan. Ya tidak Pak Jokowi langsung tapi dia membiarkan gerakan beberapa menteri, orang-orang DPR untuk mengubah periode jadi tiga periode gitu kan," tutur Mahfud dikutip Senin (7/10/2024).
Mahfud bercerita ada pihak yang datang ke dirinya dengan tujuan melobi agar Mahfud ikut mendukung wacana tersebut.
Mahfud bertanya bagaimana cara memperpanjang periode presiden, kemudian dijawab melalui pengubahan Undang-Undang Dasar.
Kembali bertanya tentang caranya bagaimana, Mahfud justru mendapatkan jawaban soal mekanisme agar seolah Jokowi tidak mengetahui, yakni Jokowi ibadah umrah, baru kemudian amandemen dilakukan.
"Gimana caranya? Kalau biar Pak Jokowi nggak ketahuan, Pak Jokowi suruh umrah dulu," kata Mahfud.
Mahfud menolak memberi tahu siapa yang melobi dirinya.
"Nanti lah. Nanti harus ditulis 10 tahun yang akan datang," jawab Mahfud saat ditanya Abraham siapa yang melobi.
Mahfud meneruskan rencana pengubahan undang-undang, yakni saat Jokowi umrah selama tiga hari maka pada saat bersamaan MPR melakukan sidang cukup sehari.
"Pasal yang menyatakan presiden hanya dipilih dua periode diubah. Pagi dibuat panitia kerja, siang diplenokan, sore disahkan, besok presiden sudah bisa langsung perpanjang jabatannya," kata Mahfud.
Abraham bertanya, apakah pengubahan perihal periode tersebut sesederhaa demikian? Mahfud menjawab iya.
"Oh iya. Itu kalau main-mainkan konstitusi kalau orang nakal kan tinggal dukungan suaranya berapa. 1/3 mengusulkan, 2/3 setuju, di-voting dari 3/4 hadir, dari 3/4 itu di-voting 50 persen. Setuju udah selesai. Bisa sehari kalau orang nakal," kata Mahfud.
Mahfud menegaskan betapa pentingnya moral hukum, tidak hanya sekadar prosedur hukum. Moral hukum menjadi penting guna mencegah hal-hal tersebut terjadi.
"Nah sejak itu Pak Abraham, saya itu mulai curiga. Lalu ada upaya perpanjangan lagi. Udah lah kalau nggak bisa satu periode, tambah dua tahun aja, kan Covid-nya dua tahun. Itu bisa dengan ketetapan MPR dan macam-macam," kata Mahfud.
Meski saat itu berada di pemerintahan dan dirinya turut dilobi, Mahfud menegaskan ia berada di dalam barisan yang menolak.
Adapun lobi yang terjadi tidak sekadar meminta dukungan, melainkam disertakan iming-iming perpanjangan jabatan sebagai menteri.
"Diiming-imingi meskipun belum tentu juga. Tapi iming-iming itu kan menarik kalau bagi orang yang ingin," kata Mahfud.
"Haus kekuasaan?" timpal Abraham.
"Iya. Prof Mahfud enak diperpanjang langsung jadi menterinya 10 tahun atau 2 tahun lagi. Gitu iya kan. Menko Polhukam. Saya bilang bukan itu masalahnya ini masalah konstitusi bung, saya bilang, masalah konstitusi nggak boleh begitu," kata Mahfud.
Sumber: Suara