HUKUM POLITIK

Beberapa 'Sikap Kritis' Tom Lembong Terhadap Pemerintahan Jokowi, Kini Kejagung Tetapkan Jadi Tersangka Impor Gula

DEMOCRAZY.ID
Oktober 30, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Beberapa 'Sikap Kritis' Tom Lembong Terhadap Pemerintahan Jokowi, Kini Kejagung Tetapkan Jadi Tersangka Impor Gula



DEMOCRAZY.ID - Kejaksaan Agung atau Kejagung menetapkan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menjadi tersangka dalam kasus impor gula. 


Tom Lembong diduga terlibat dalam pemberian izin importir gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton yang merugikan negara sekitar Rp400 miliar. 


“Saudara TTL diduga memberikan izin impor gula kristal mentah 105 ribu ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, pada 29 Oktober 2024. 


Tom Lembong merupakan teman lama Anies Baswedan. Tom dan Anies memang sudah kenal lama sejak 2005 yang diungkapkan dalam podcast di YouTube @HENDRI OFFICIAL. 


“Saya kenal Anies sekitar 2005. Jadi lebih dari 18 tahun yang lalu, waktu beliau baru pulang dari kuliah di Amerika. Dan seperti diceritakan Pak Anies juga, begitu ketemu langsung klop, langsung nyambung, satu frekuensi, satu visi. Banyak kecocokan,” jelasnya.


Tom Lembong terkenal memiliki hubungan dekat dengan Anies Baswedan, terutama dalam Pilpres 2024 yang ditunjuk menjadi Co-Captain Timnas AMIN. 


Saat menjadi Co-Captain Timnas AMIN, Tom kerap melontarkan pernyataan kritis terhadap pemerintah, apa saja?


1. Ingatkan Luhut Soal Harga Nikel

Tom Lembong angkat bicara soal pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengenai harga nikel. 


"Hati-hati berbicara terlalu dini ya," kata Tom Lembong saat ditemui usai mengisi sebuah diskusi di kawasan Senayan, Jakarta pada Jumat malam, 9 Februari 2024. 


Dia menuturkan, prinsipnya adalah penurunan harga nikel masih belum selesai. Tom menyebut, penurunan harga komoditas ini masih akan berlanjut. 


Tom Lembong memperkirakan, penurunan harga nikel terjadi ampai tahun depan, bahkan 2 tahun berikutnya. Sehingga, akan berdampak bagi industri smelter maupun tambang nikel di Indonesia. 


"Ini kisahnya belum selesai, masih ada beberapa tahun lagi di mana harga nikel akan turun terus melemah," tutur Tom Lembong. 


2. Kritisi Melambungnya Harga Pangan

Tom Lembong juga angkat bicara soal melambungnya harga pangan. 


"Semua masyarakat mengeluh mengenai harga pangan yang melambung, tapi faktanya lebih dari separuh dari hasil pertanian kita dibuang," kata Tom dalam diskusi di kawasan Senayan, Jakarta pada Jumat malam, 9 Februari 2024.


"Menurut Tom, ini adalah hal yang ironis. Dia lalu menyebut istilah food loss. Food loss," ujar Tom, terjadi di tingkat petani dan logistik. 


Misalnya, hasil panen yang sengaja dibuang lantaran dimakan tikus atau serangga lain.


"Jadi, investasi dalam pergudangan dan wadah tahan serangga itu akan sangat membantu untuk meningkatkan kuantitas pangan yang tersedia di pasar,” ujar Tom. 


Dengan begitu, ujar dia, akan muncul win-win solution. Petani tidak rugi karena kualitas produk terjaga dan hasil panen tidak berkurang. 


Di sisi lain, konsumen juga bisa menikmati harga pangan lebih rendah. Sebab mekanisme pasar berlaku, ketika stok produk banyak otomatis harga menjadi lebih rendah.


3. Kritik Hilirisasi ala Jokowi

Selain itu, Tom Lembong juga menilai program hilirisasi yang dijalankan pemerintahan Presiden Jokowi memiliki tiga masalah besar. 


Pertama, Tom menyebut hilirisasi industri yang dijalankan saat ini tidak berorientasi pada pasar.


"Pemerintah kemarin melihat harga  nikel bagus, permintaan tinggi, karena semua baterai mobil listrik pakai nikel," kata kata Tom dalam acara Diskusi Publik Pandangan Capres/Cawapres 2024-2019 tentang Kebijakan Industri, Hilirisasi dan Perubahan iklim di Gedung CSIS Jakarta, Rabu, 6 Desember 2023. 


Masalah kedua, Tom mengatakan, program hilirisasi Jokowi terlalu fokus dan terobsesi pada nikel, baterai, dan kendaraan listrik. 


Padahal, perlu kebijakan yang lebih luas ke sektor lain. Apalagi industri nikel, baterai, dan mobil listrik termasuk industri padat modal, bukan padat karya. 


"Yang bekerja robot. Mekanisme otomatisasi, sehingga sedikit sekali manusia yang bekerja di situ," kata Tom. 


"Akhirnya, dampak ke lapangan kerja jadi minim."


Masalah ketiga, lanjut Tom, dampak lingkungan. Eks Menteri Perdagangan ini berujar, standar lingkungan hidup di sektor pertambangan maupun smelter jauh dari yang diperlukan. 


Ia menyoroti kebutuhan tanah yang besar untuk menggali nikel dan dampaknya. 


"Setelah nikel dikeluarkan, itu tanah jadi toksik," tutur Tom. 


"Dampak emisi rumah kacanya juga bikin parah krisis iklim."


Sumber: Tempo

Penulis blog