DEMOCRAZY.ID - Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menjadi sorotan publik setelah terlihat sperti mencium tangan Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo saat bersalaman.
Momen tersebut terjadi saat sidang Kabinet pemerintahan Prabowo, dan menjadi viral di media sosial.
Momen tak lazim itu juga memicu perdebatan tentang makna dan implikasi politik di balik gestur tersebut.
Saat Bahlil menyalami Prabowo Subianto, ia menunjukkan sikap formal yang lazim, namun ketika bersalaman dengan Gibran, terlihat sikap yang berbeda.
Banyak pengamat menilai bahwa Bahlil, dalam interaksinya dengan Gibran, terlihat sangat hormat hingga nyaris mencium tangan Gibran.
Gestur ini menjadi simbol bahwa Bahlil lebih takut dengan 'Raja Jawa' ketimbang Prabowo sebagai Presiden.
[VIDEO]
Loe ngapain bro @bahlillahadalia, salaman sama Gibran sampai gtu amat, hampir kek cium tangan? Jijik anjir. Wajarnya ke @prabowo yang lebih senior, tp loe biasa-biasa salamannya. Klo pun dilakukan sama Prabowo sprt itu, ya sama jijik juga. pic.twitter.com/d703ouXX0H
— King Purwa (@BosPurwa) October 23, 2024
Bahlil, yang belum lama terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar, sebelumnya menyatakan komitmennya untuk mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
Namun, pengamat politik mencatat bahwa sikapnya terhadap Gibran menunjukkan ketergantungan dan mungkin ketakutan akan pengaruh yang masih dimiliki Jokowi.
Hal ini mengingat pernyataannya yang menyinggung "Raja Jawa," yang banyak diasosiasikan dengan Jokowi.
Banyak kalangan menilai bahwa meskipun Prabowo kini menjabat sebagai presiden, pengaruh Jokowi dalam pemerintahan tetap kuat.
Beberapa menteri dari era Jokowi kembali masuk ke kabinet Prabowo, yang memunculkan istilah "Kabinet Prabowo rasa Mulyono."
Ini menunjukkan bahwa meskipun ada perubahan kepemimpinan, struktur dan kekuasaan di dalam pemerintahan tetap dipengaruhi oleh warisan politik Jokowi.
Reaksi publik terhadap momen ini beragam. Beberapa menyambut positif sikap Bahlil yang dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada pemimpin muda, sementara yang lain melihatnya sebagai tanda ketidakpastian dalam stabilitas politik.
Pengamat politik mengingatkan bahwa hubungan yang baik dengan Gibran dan Jokowi bisa menjadi strategi bagi Bahlil untuk memperkuat posisinya di Golkar dan kabinet.
Momen cium tangan Bahlil kepada Gibran menggambarkan dinamika politik yang rumit di Indonesia saat ini.
Dengan Bahlil yang terlihat lebih tunduk kepada Gibran, muncul pertanyaan tentang bagaimana hubungan ini akan mempengaruhi kebijakan dan arah pemerintahan Prabowo.
Ketegangan antara loyalitas kepada Jokowi dan tugas sebagai bagian dari kabinet Prabowo menjadi sorotan penting dalam perkembangan politik ke depan.
Sumber: PorosJakarta