'Apakah Prabowo Akan Tetap Bersama Gibran? Atau Berlabuh ke Figur Lain, Puan Maharani?'
Pertanyaan mengenai arah politik Prabowo Subianto, apakah akan tetap bersama Gibran Rakabuming Raka atau berlabuh pada figur lain seperti Puan Maharani, menjadi semakin relevan di tengah dinamika politik nasional yang kian memanas.
Salah satu alasan kuat munculnya spekulasi ini adalah ketidakpastian posisi Gibran, yang dinilai oleh sebagian kalangan sebagai sosok yang justru melemahkan Prabowo, baik dari segi legitimasi maupun kompetensi.
Gibran: Kartu Mati Prabowo?
Gibran, putra dari Presiden Joko Widodo, muncul sebagai Wakil Presiden untuk Prabowo Subianto terpilih dalam Pilpres 2024.
Namun, kehadirannya dianggap sebagai “kartu mati” yang berpotensi melemahkan Prabowo dalam jangka panjang.
Legitimasi Gibran dipertanyakan karena dinilai terlalu dini untuk duduk di kursi kekuasaan nasional, apalagi sebagai wakil presiden yang berpotensi bisa mengganti Presiden (bila Presiden berhalangan tetap), sebuah jabatan yang seharusnya diemban oleh sosok yang memiliki rekam jejak dan kompetensi yang lebih matang.
Pengalaman Gibran yang terbatas sebagai Wali Kota Solo masih jauh dari standar untuk menghadapi tantangan di panggung politik nasional, apalagi mendampingi seorang figur sebesar Prabowo Subianto.
Lebih dari itu, kehadiran Gibran dapat menciptakan konflik di masa depan. Bila Prabowo tidak bisa melanjutkan kekuasaannya atau mengalami kegagalan politik, Gibran sebagai penggantinya dinilai tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk mempertahankan stabilitas politik dan menjalankan roda pemerintahan.
Kemampuan politik Gibran dianggap masih jauh dari cukup untuk memimpin negara sebesar Indonesia, terutama di tengah ancaman krisis politik dan ekonomi.
Hubungan Prabowo dan Jokowi: Lebih Lama sebagai Lawan daripada Sahabat
Pertanyaan lain yang juga mendasar adalah bagaimana relasi politik antara Prabowo dan Jokowi.
Meskipun keduanya saat ini berada dalam satu koalisi, sejarah panjang menunjukkan bahwa Prabowo dan Jokowi lebih lama berhadapan sebagai lawan politik.
Sejak kontestasi Pilpres 2014 dan 2019, Prabowo dan Jokowi selalu berkompetisi sengit, sehingga membentuk rivalitas yang mendalam.
Sejak bergabungnya Prabowo dalam kabinet Jokowi sebagai Menteri Pertahanan, relasi ini berubah menjadi lebih pragmatis.
Namun, hubungan mereka masih dibayangi oleh masa lalu kompetisi keras yang dapat menciptakan ketegangan baru di masa depan.
Kehadiran Gibran sebagai wakil presiden bukan hanya membawa bayang-bayang Jokowi ke dalam pemerintahan, tetapi juga mempertegas ketergantungan Prabowo pada kekuatan politik keluarga Jokowi.
Dalam hal ini, Prabowo bisa kehilangan independensinya, terjebak dalam dinamika politik dinasti yang bisa memperlemah posisi dan pengaruhnya di kemudian hari.
Puan Maharani: Pilihan Rasional?
Di sisi lain, munculnya spekulasi bahwa Prabowo bisa saja beralih ke figur lain, seperti Puan Maharani, bukanlah hal yang tidak mungkin.
Puan, sebagai politisi senior dari PDI-P dan cucu dari Proklamator Bung Karno, memiliki “chemistry” yang lama dengan Prabowo.
Kedekatan ini terbentuk sejak Prabowo pertama kali mencalonkan diri sebagai presiden bersama Megawati Soekarnoputri.
Meski koalisi tersebut tidak membuahkan hasil, hubungan baik antara Prabowo dan keluarga Megawati tetap terjaga, menciptakan potensi untuk aliansi politik yang lebih stabil.
Sementara itu, PDI-P sebagai partai besar yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri jelas merupakan kekuatan politik yang tidak boleh diabaikan.
Prabowo, sebagai presiden yang kuat, tentu membutuhkan dukungan partai besar untuk menjalankan pemerintahan yang efektif.
Jika PDI-P, yang saat ini berada di luar pemerintahan, bisa menjadi oposisi, itu akanmelemahkan kekuatan politik Prabowo.
Sebaliknya, jika Prabowo mampu merangkul PDI-P melalui Puan Maharani, koalisi ini bisa menciptakan pemerintahan yang solid dan kuat.
Puan, dibandingkan Gibran, menawarkan pengalaman politik yang jauh lebih matang dan pengaruh yang kuat dalam lingkaran kekuasaan PDI-P.
Prabowo, yang dikenal sebagai politisi pragmatis, tentu melihat peluang ini sebagai opsi yang lebih baik untuk menjaga stabilitas pemerintahan dan memastikan program-program strategis berjalan tanpa hambatan.
Pentingnya Pemerintahan yang Kuat
Prabowo jelas memahami bahwa pemerintahan yang kuat adalah kunci untuk menjalankan visi dan misinya.
Dalam hal ini, PDI-P, dengan basis massa yang solid dan dukungan struktur partai yang kuat, menjadi elemen penting yang harus dirangkul.
Pemerintahan yang dipimpin oleh Prabowo dengan dukungan Puan Maharani dapat menciptakan aliansi yang mampu mengatasi berbagai tantangan politik dan ekonomi yang dihadapi Indonesia.
Kehadiran Gibran, sebaliknya, justru dapat menciptakan ketidakpastian dan ketegangan di masa depan.
Dinamika politik yang terbentuk di sekitar Jokowi dan Gibran dapat membatasi ruang gerak Prabowo, terutama jika ada friksi antara kepentingan keluarga Jokowi dan agenda politik nasional yang diusung Prabowo.
Kesimpulan: Gibran, Kartu Mati yang Harus Diganti
Dari berbagai pertimbangan, Gibran Rakabuming Raka tampak lebih sebagai “kartu mati” dalam strategi politik Prabowo.
Kehadirannya tidak hanya memperlemah legitimasi dan kompetensi Prabowo, tetapi juga menciptakan potensi konflik yang bisa menggoyang pemerintahan di masa depan.
Sebaliknya, Puan Maharani menawarkan stabilitas politik yang lebih kuat dan dukungan partai besar yang diperlukan untuk menjalankan pemerintahan yang efektif.
Oleh karena itu, langkah yang paling rasional bagi Prabowo adalah beralih kepada figur lain yang memiliki rekam jejak politik lebih kuat, dan dalam hal ini, Puan Maharani bisa menjadi pilihan yang tepat untuk mendampingi Prabowo di Pemerintahannya 2024~2029.
Sumber: FusilatNews