DEMOCRAZY.ID - Masa peralihan atau transisi pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto disebut menjadi yang terlama.
Total terpaut delapan bulan sejak penyelenggaraan Pilpres 2024 rampung digelar hingga hari pelantikan presiden terpilih.
Cendekiawan Muslim Prof Azyumardi Azra dulu pernah menyatakan, jeda waktu yang lama tersebut menjadikan presiden yang sedang menjabat seperti “lame duck” atau “bebek lumpuh”.
Indikasinya, kata dia, presiden yang sedang menjabat tak bisa lagi mengeluarkan kebijakan yang efektif dan strategis.
“Karena sudah ada presiden dan wakil presiden baru, meskipun belum dilantik,” dalam keterangan di Jakarta Sabtu, 25 Juni 2022, dikutip dari Antara.
Belakangan, istilah lame duck di berbagai diskusi politik kemudian mengemuka. Menggambarkan kekuatan Jokowi sebagai presiden mulai menurun.
Lantas apa itu lame duck?
Frasa lame duck alias bebek lumpuh sebenarnya tidak berasal dari dunia politik. Dinukil dari buku “Brewer’s Dictionary of Phrase and Fable,” ungkapan ini awalnya berasal dari dunia keuangan.
Biasanya digunakan merujuk pada seorang pedagang saham atau dealer yang tidak mau, atau tidak dapat, membayar kerugiannya.
Ungkapan tersebut juga berlaku untuk orang yang gagal bayar pinjaman, dan sudah ada sejak abad ke-18 di London, Inggris.
Orang-orang seperti ini biasanya disebut atau disindir dengan kalimat yang menggambarkan mereka berjalan terhuyung-huyung seperti bebek lumpuh.
Istilah lame duck merambah ke dunia politik dan pertama kali muncul di Amerika Serikat pada 1863 untuk merujuk pada “politisi yang sedang terpuruk”.
Presiden pertama yang disebut lame duck adalah Calvin Coolidge, di periode kedua pemerintahannya.
Pemerintahan Calvin dilaporkan berada di bawah kendali Senat seiring pergantian Herbert Hoover sebagai presiden berikutnya.
Fenomena lame duck terjadi lantaran seorang politisi dianggap kurang berpengaruh terhadap politisi lain karena masa jabatan mereka yang segera berakhir.
Kondisi ini terjadi bila politikus tersebut kalah dalam pemilu untuk periode berikutnya, tidak lagi mencalonkan diri, maupun karena pemberhentian dan menunggu pengganti.
Mantan Juru Bicara Wakil Presiden RI ke-11 Boediono, Yopie Hidayat dalam Majalah Tempo edisi Ahad, 18 Februari 2024 mengungkapkan, waktu tunggu pelantikan Prabowo relatif amat panjang.
Di Amerika Serikat, misalnya, lame duck hanya berlangsung sekitar dua bulan. Pemilu berlangsung pada November dan pada Januari tahun berikutnya presiden baru sudah dilantik.
Menurut Yopie, Periode bebek lumpuh yang terlalu panjang di Indonesia sebetulnya dapat menimbulkan masalah hukum yang serius.
Apalagi di Indonesia tak ada aturan jelas tentang apa yang boleh dan tidak boleh diputuskan oleh presiden yang sedang mendekati akhir masa jabatannya.
Menjelang akhir masa jabatan, kata dia, presiden tentu tidak akan membuat keputusan penting yang berdampak panjang.
Di sisi lain belum tentu presiden baru kelak memiliki pandangan yang sama dengan pilihan kebijakan itu, sementara dialah yang harus melaksanakan dan menanggung konsekuensinya.
“Misalnya jika terjadi gejolak pasar yang mengarah ke meletusnya krisis. Pemerintahan bebek lumpuh tak ada masa mengatasinya,” katanya.
Adapun pada Pilpres 2019, peralihan kekuasaan tidak berubah karena Jokowi terpilih untuk kedua kalinya.
Tapi beda kondisi dengan Pilpres 2014, di mana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY digantikan oleh Jokowi yang berasal dari partai oposisi saat itu, PDIP.
Saat itu, jeda waktu antara Pilpres dan pelantikan hanya berselang tiga bulan saja. Pilpres digelar 9 Juli 2014, lalu KPU menetapkan pasangan terpilih Jokowi – Jusuf Kalla sebagai pemenang pada 22 Juli 2014. Barulah, Jokowi dan Jusuf Kalla dilantik pada 20 Oktober 2014.
Kendati hanya terpaut tiga bulan, masalah terjadi terutama berkaitan dengan tim transisi. Kala itu, SBY menegur tim transisi pemerintahan Jokowi – Jusuf Kalla yang langsung masuk ke tiap kementerian tanpa ada koordinasi.
Konsep transisi yang digadang, menurut SBY, tak berarti membuat ada dua pemerintahan bersama di masa peralihan kepemimpinan.
“Pemerintahan sekarang adalah pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II) hasil Pemilihan Umum 2009. Sampai 20 Oktober 2014 yang berkaitan dengan pemerintahan adalah saya yang bertanggung jawab,” kata SBY dalam rapat kabinet paripurna di Istana Presiden, Jumat, 5 September 2014.
Jokowi belajar dari pengalaman tidak enak saat awal-awal dirinya memerintah. Perpindahan kekuasaan dari SBY pada 2014 silam, kata Jokowi, membutuhkan waktu konsolidasi satu setengah tahun. Musababnya, SBY tak ingin direcoki di ujung masa tugasnya.
Karena itu, Jokowi memberikan ruang untuk Prabowo melakukan transisi agar langsung bekerja setelah dilantik.
“Saya pada 2014 butuh waktu satu hingga satu setengah tahun untuk mengkonsolidasi, artinya satu hingga setengah tahun waktu kita (untuk bekerja) hilang. Karena itu saya sangat senang sekali proses transisi pemerintahan ini kita harapkan tinggal 12 hari berjalan baik dan berjalan mulus,” kata Jokowi dalam sambutannya di BNI Daily Summit pada Selasa, 8 Oktober 2024.
Jokowi mengatakan bahwa transisi pemerintahan berjalan baik dan mulus itu penting untuk menjaga optimisme serta stabilitas, baik itu politik maupun ekonomi.
Prabowo akan menggantikan Jokowi saat dilantik oleh MPR pada 20 Oktober 2024.
Prabowo akan disahkan sebagai Presiden bersama Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka, anak Jokowi.
Sumber: Tempo