DEMOCRAZY.ID - Presiden Jokowi menetapkan kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) di Kabupaten Tangerang, Banten menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) bidang edukasi, teknologi, dan kesehatan internasional.
Penetapan tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2024 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Edukasi, Teknologi, dan Kesehatan Internasional Banten. Beleid itu diteken Jokowi dan mulai berlaku sejak 7 Oktober 2024.
Dalam penjelasan beleid ini, Jokowi menyebut tujuan BSD ditetapkan menjadi KEK adalah untuk mempercepat penciptaan lapangan kerja dan pembangunan perekonomian di wilayah Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten serta untuk menunjang percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional.
KEK BSD memiliki luas 59,68 hektare yang terdiri atas:
a. Wilayah timur seluas 28,83 hektar yang terletak dalam wilayah Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten; dan
b. Wilayah barat seluas 30,85 hektar yang terletak dalam wilayah Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Penetapan dilakukan setelah sebelumnya Jokowi juga menetapkan BSD sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
Keputusan itu diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai Ratas bersama Jokowi di Istana Kepresidenan, Maret lalu.
BSD City diketahui dikelola oleh PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) yang berada di bawah Sinar Mas Group.
Bos Sinar Mas Franky Oesman Widjaja diketahui merupakan investor di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Ia tergabung dalam Konsorsium Nusantara yang menggarap Hotel Nusantara di ibu kota baru tersebut.
Jokowi juga sempat mengucapkan terima kasih kepada Franky serta pengusaha lainnya yang tergabung dalam konsorsium tersebut saat groundbreaking Hotel Nusantara pada September 2023 lalu.
Lantas, tepatkah BSD ditetapkan sebagai KEK dan PSN benarkan ini ada hubungannya dengan balas budi Jokowi ke Franky karena mau menjadi investor di IKN?
Pakar Kebijakan Publik dan Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai penetapan BSD sebagai KEK dan PSN kurang tepat.
Pasalnya, BSD sudah menjadi kawasan yang maju dengan infrastruktur memadai dan fasilitas modern, serta memiliki akses ke bandara.
Ia mempertanyakan mengapa wilayah yang sudah berkembang malah ditetapkan menjadi KEK.
Padahal, banyak wilayah lain di Indonesia yang lebih membutuhkan insentif untuk menarik investasi supaya ekonominya maju dan berkembang.
"Ini dapat dianggap sebagai bentuk ketidakadilan dalam alokasi sumber daya dan fasilitas, di mana wilayah yang sudah maju kembali mendapatkan keistimewaan, meninggalkan daerah-daerah tertinggal yang justru lebih membutuhkan perhatian," katanya.
BSD, sambungnya, memang memiliki potensi besar dengan letak geografis yang strategis yakni dekat dengan Jakarta dan Bandara Internasional Soekarno Hatta.
Belum lagi infrastrukturnya yang modern menjadikan BSD sebagai kawasan yang menarik bagi berbagai sektor, termasuk teknologi, edukasi, dan kesehatan.
Namun, potensi ini sudah ada bahkan sebelum penetapan KEK. Dengan kata lain katanya; langkah Jokowi menetapkan BSD jadi KEK mungkin hanya memperkuat monopoli pengembangan di area tersebut, tanpa memberikan dampak signifikan terhadap pemerataan pembangunan.
Achmad mengatakan KEK pada dasarnya dirancang untuk mendorong pengembangan ekonomi di daerah-daerah yang masih tertinggal atau memiliki potensi tetapi belum dimaksimalkan.
Sebagai KEK dan PSN, BSD akan menikmati berbagai keuntungan, termasuk insentif fiskal seperti pengurangan pajak, keringanan bea masuk, dan kemudahan perizinan.
Namun, BSD katanya sudah berkembang pesat tanpa insentif tambahan dari pemerintah.
"Insentif semacam ini justru akan memperlebar kesenjangan antara wilayah maju seperti BSD dan daerah-daerah yang masih tertinggal, yang lebih membutuhkan dukungan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal," katanya.
Achmad mengatakan penetapan BSD sebagai KEK yang dikelola oleh PT Surya Inter Wisesa, anak usaha PT Bumi Serpong Damai (BSDE), yang juga merupakan bagian dari Sinarmas Group, dapat menimbulkan spekulasi bahwa ada keterkaitan dengan kepentingan bisnis di proyek IKN.
Meskipun pemerintah memiliki argumen bahwa penetapan KEK di BSD didasarkan pada potensi kawasan tersebut dalam sektor edukasi, teknologi, dan kesehatan, Achmad mengatakan sulit untuk mengabaikan adanya potensi konflik kepentingan.
"Sinarmas Group diketahui memiliki keterlibatan di IKN, dan penetapan ini bisa dilihat sebagai bentuk 'imbalan' atau dukungan kepada perusahaan besar yang memiliki koneksi dengan pemerintah. Hal ini menimbulkan kesan bahwa penetapan KEK di BSD lebih didasarkan pada relasi bisnis-politik daripada urgensi ekonomi nasional," imbuhnya.
Jika melihat ke berbagai wilayah lain di Indonesia, terutama di luar Pulau Jawa, Achmad mengatakan masih banyak daerah yang membutuhkan dukungan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Wilayah-wilayah itu seringkali terhambat oleh infrastruktur yang kurang memadai, akses yang sulit, serta kurangnya sumber daya manusia yang terlatih.
Ia mencontohkan wilayah Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara Timur atau Maluku. Meskipun memiliki potensi pariwisata dan sumber daya alam yang besar, sering kali terabaikan dalam kebijakan pembangunan nasional.
"Daerah-daerah seperti ini lebih pantas mendapatkan status KEK agar bisa memacu pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah tertinggal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia," katanya.
Yang membuat penetapan BSD sebagai KEK semakin mencurigakan, sambung Achmad, adalah waktu penetapannya yang hanya berselang 11 hari sebelum Jokowi turun dari jabatan presiden.
Ia mempertanyakan apakah keputusan ini merupakan upaya untuk mempercepat agenda tertentu atau mungkin ada dorongan dari pihak-pihak yang berkepentingan di balik layar.
"Keputusan strategis semacam ini biasanya membutuhkan waktu dan evaluasi mendalam, sehingga penetapan mendadak di akhir masa jabatan terlihat aneh dan kurang transparan. Penetapan ini bisa dilihat sebagai langkah untuk mengamankan kepentingan pihak-pihak tertentu sebelum pergantian pemerintahan terjadi. Dalam konteks ini, keputusan Jokowi menimbulkan kecurigaan bahwa ada kepentingan lain yang mendesak, terutama karena Sinarmas Group, yang memiliki keterlibatan besar di proyek IKN, juga menjadi bagian dari perusahaan yang terlibat dalam pengembangan BSD," imbuhnya.
Potensi Cacat Hukum
Sementara itu, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan tentu dengan kawasan yang sudah terintegrasi, BSD sebenarnya bisa dikembangkan menjadi suatu pusat industri yang cukup bagus.
Ia menilai BSD cukup cocok dijadikan pusat pengembangan KEK industri tertentu, terutama untuk industri high-tech maupun kesehatan.
"Tapi untuk jadi PSN saya kurang setuju karena BSD sudah cukup berkembang tanpa harus masuk PSN," katanya.
Ia mencurigai motif terselubung di bali penetapan BSD sebagai KEK maupun PSN.
Kemudahan yang terfasilitasi dalam KEK dan PSN katanya menjadi daya tarik sendiri bagi pengembang.
Fasilitas seperti jaminan pemerintah hingga penyelesaian kasus hukum termasuk sengketa tanah akan dijamin pemerintah.
Tak jarang memang kasus pelanggaran hal atas tanah terjadi di PSN dan KEK seperti di Pulau Rempang.
"Atas dasar itu, saya juga mencurigai pemberian status KEK ke BSD merupakan imbal balik pemerintah atas investasi Sinarmas di IKN. Sinarmas sudah investasi di IKN, dan mereka tentu mau imbal balik dalam bentuk kebijakan pemerintah untuk penetapan KEK," imbuhnya.
Di lain sisi, Nailul juga mencatat ada potensi cacat hukum dalam pemberian status KEK kepada BSD. Hingga saat ini katanya pemilik saham BSD masih belum jelas apakah Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA) WNA.
"Jika terbukti WNA maka status KEK BSD bisa dibatalkan," imbuhnya.
Sumber: CNN