DEMOCRAZY.ID - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, memberikan pernyataan tegas terkait upaya membawa keluarga Presiden Jokowi ke meja hijau.
Ia mengungkapkan bahwa Faizal Assegaf telah menghubunginya untuk mengonsolidasikan langkah hukum ini.
Menurut Abraham, upaya ini perlu dilakukan dengan tekad kuat untuk memastikan keadilan ditegakkan.
"Saya bilang sama bung Faizal, besok kalau acara ini tiba-tiba diintervensi oleh polisi atau preman dan kemudian meminta acara ini dibubarkan seperti kemarin, maka bilang sama mereka bahwa kita tidak akan pernah mau bubar," ujar Abraham dalam keterangannya dikutip dari unggahan akun tiktok @cak.khum (4/10/2024).
Abraham menyebutkan, saat tragedi di Kemang, ia hadir meski terlambat.
"Kebetulan kemarin waktu tragedi di Kemang, saya juga datang. Walaupun saya terlambat," ucapnya.
Abraham menggambarkan kejadian di Kemang, di mana para preman yang hadir dibayar, bahkan disaksikan oleh polisi.
"Dan saya melihat waktu selesai para preman itu dibagi-bagikan duit dan di situ ada polisi," tukasnya.
Ia menyaksikan bagaimana acara tersebut dihentikan setelah polisi datang, dan ia menyayangkan bahwa pemilik lokasi acara memilih untuk menyerah pada tekanan.
"Acara terus dilanjutkan, kita lawan. Terus terang kemarin saya kecewa sekali di Kemang, ternyata yang punya hotel itu penakut," sebutnya.
"Ketika polisi datang dan disuruh menghentikan acara, acara itu dihentikan. Itulah yang terjadi kemarin," sambung dia.
Menurut Abraham, tidak ada alasan untuk menghentikan acara jika pemilik tempat tetap mengizinkan acara berlangsung.
"Padahal sebenarnya menurut saya, tidak perlu dihentikan, kalau pemilik ruangan itu tetap mengizinkan, kita tetap bisa melanjutkan acara. Tapi mereka takut dan tidak melanjutkan acara," terangnya.
Abraham juga mengkritik mentalitas sebagian orang yang mudah melupakan dan memaafkan kesalahan pemimpin.
"Penyakit orang Indonesia itu mudah melupakan, kemudian mudah memaafkan," imbuhnya.
Ia menyampaikan kekhawatirannya bahwa setelah Jokowi meninggalkan jabatannya pada 20 Oktober, publik bisa saja melupakan tindakan yang dianggapnya sebagai kejahatan.
"Oleh karena itu saya khawatir bahwa setelah tanggal 20 nanti ternyata kita semua yang ada di ruangan ini, tiba-tiba lupa terhadap kejahatan yang dilakukan Jokowi," jelasnya.
Abraham mengajak semua orang yang hadir dalam ruangan untuk tetap konsisten dan tidak melupakan kejahatan yang dilakukan Jokowi setelah ia turun dari jabatan.
"Kita berkomitmen di ruangan ini, harus konsisten, setelah Jokowi berhenti, dua atau tiga hari setelah itu, kita harus ramai-ramai datang ke KPK atau Kepolisian mengingatkan aparat penegak hukum agar segera melakukan penyelidikan terhadap keluarga Mulyono," tegasnya.
Abraham menekankan bahwa setelah Jokowi lengser, masyarakat harus segera mendesak aparat penegak hukum seperti KPK dan Kepolisian untuk menyelidiki keluarga Mulyono.
Pria kelahiran kota daeng ini bilang, jika keluarga Mulyono tidak diadili, hal itu akan menjadi contoh buruk bagi pemerintahan selanjutnya.
"Kalau keluarga Mulyono tidak diadili, maka saya sangat yakin bahwa Presiden selanjutnya akan melakukan pelanggaran hukum seperti yang dilakukan Jokowi," kuncinya.
Sumber: Fajar