CATATAN POLITIK

Prabowo Siap Hapus Warisan Jokowi: “Membongkar Kebijakan Yang Menguras Uang Negara”

DEMOCRAZY.ID
September 02, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
Prabowo Siap Hapus Warisan Jokowi: “Membongkar Kebijakan Yang Menguras Uang Negara”


Prabowo Siap Hapus Warisan Jokowi: “Membongkar Kebijakan Yang Menguras Uang Negara”


Oleh: Damai Hari Lubis

Pengamat Hukum & Politik, Mujahid 212


Demi mencegah tenggelamnya Pulau Jawa dan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia, serta melindungi masyarakat pesisir sepanjang pantai utara Pulau Jawa dari bahaya banjir, upaya perlindungan ini juga termasuk melindungi keselamatan Istana Presiden di Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, serta Tugu Monas yang merupakan simbol sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. 


Sebagai peninggalan yang memiliki nilai sejarah dan simbolik, monumen ini layak untuk dijaga dan dilestarikan, bukan diabaikan.


Dalam konteks ini, Prabowo Subianto tampaknya akan mengesampingkan sementara proyek Ibu Kota Negara (IKN) yang menjadi program Presiden Jokowi. 


Seperti yang dikatakan oleh Hasto Kristiyanto, Sekretaris Umum PDIP, “IKN dibangun tanpa kajian yang matang.” 


Pernyataan ini sempat membuat telinga Jokowi memerah, dan tidak lama setelah itu, Kepala Daerah IKN dan wakilnya mengundurkan diri karena “sudah 11 bulan tak digaji.” 


Tak lama kemudian, KPK pun menyita telepon seluler ajudan Hasto di Gedung KPK, yang dianggap melanggar UU tentang Perlindungan Data Pribadi. Tindakan KPK saat itu menyerupai polisi yang menangkap maling tertangkap tangan.


Program IKN kemungkinan akan dikesampingkan atau bahkan dibatalkan, mirip dengan program Tapera, seperti yang sudah lama diprediksi oleh penulis. 


Sebab, Prabowo memerlukan konsentrasi penuh terhadap program-program yang dia cita-citakan demi masa depan bangsa dan negara. 


Selain itu, hasil kajian dan analisis tim Prabowo menunjukkan bahwa proyek IKN belum waktunya dilaksanakan, memiliki manfaat yang minim, dan justru berpotensi menambah utang serta kerugian ekonomi negara.


Informasi dari sumber terpercaya menyebutkan bahwa Hasyim Djojohadikusumo, Pembina Partai Gerindra, mengatakan, “Prabowo akan segera membangun Tembok atau Tanggul Laut Raksasa (Giant Sea Wall/GSW).” 


Proyek GSW ini diperkirakan memakan waktu lebih dari lima tahun, mungkin hingga sepuluh tahun, atau bahkan lebih dari dua puluh tahun. 


Estimasi anggaran untuk proyek ini juga cukup fantastis, sekitar USD 50-60 miliar atau setara dengan Rp776 triliun hingga Rp932 triliun.


Dengan demikian, Jokowi yang akan lemah dan lunglai setelah 20 Oktober 2024 hanya bisa menyaksikan “karma politik” atas tindak-tanduknya selama menjabat, termasuk melupakan jasa orang-orang terdekatnya. 


Jokowi hanya akan menjadi penonton atas kebijakan penggantinya, yang bukan agenda “keberlanjutan pembangunan IKN.”


Lantas, ke mana arah program IKN dan istana yang sudah dibangun dengan segala infrastrukturnya, termasuk jalan tol di IKN? Tentu saja, infrastruktur yang sudah ada perlu dimanfaatkan agar anggaran yang telah dikeluarkan tidak sia-sia. 


Salah satu opsinya adalah menjadikan IKN sebagai museum perjuangan perjalanan sejarah Indonesia setelah 79 tahun merdeka, dan mungkin memanfaatkan beberapa ruangannya sebagai tempat penahanan para koruptor, termasuk Jokowi dan kroni-kroninya, jika terbukti melalui vonis hukum yang inkracht.


Jika IKN dijadikan museum dan tempat tahanan koruptor, langkah ini bisa memberikan pemasukan bagi negara melalui Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). 


Prediksi ini tentu dapat menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara, sehingga dapat mengurangi kerugian maksimal dari proyek IKN yang mubazir.


Oleh karena itu, setelah pelantikan Prabowo sebagai Presiden RI, Jokowi dan para kroninya harus bersiap menghadapi tuntutan “karma politik” dari para lawan politik yang dia ciptakan sendiri, termasuk masyarakat yang memiliki rekam jejak khusus dalam sejarah hukum mengenai kebijakan Jokowi selama menjabat. 


Jokowi harus menghadapi tuntutan terhadap seluruh keputusan politik dan ekonominya, terutama jika ada yang dilakukan secara ilegal tanpa persetujuan DPR RI. 


Tak kalah hebatnya, tuntutan juga akan datang dari publik terkait perilaku korupsi, gratifikasi, nepotisme, serta berbagai bentuk obstruksi terhadap penegakan hukum dengan segala pola “suka-suka Jokowi” selama ia berkuasa, termasuk dugaan penggunaan ijazah palsu. ***

Penulis blog