'Pecah Kongsi Koalisi Prabowo di Daerah'
DPD Partai Golkar Banten langsung melakukan manuver politik sehari setelah pidato presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto di kongres PAN pada Sabtu, 24 Agustus 2024. Dalam pidatonya, Prabowo mempersilakan partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus mengusung jagoan masing-masing untuk Pilkada 2024.
Lampu hijau dari Prabowo itu disambut pengurus Golkar di Banten dengan menyebar undangan deklarasi Airin Rachmi Diany dan Ade Sumardi sebagai bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten. Ini serupa dengan keputusan Airlangga Hartarto sebelum mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Airin merupakan kader Partai Golkar, sedangkan Ade merupakan kader PDI Perjuangan.
DPP baru Partai Golkar disebut langsung menggelar rapat kecil untuk merespons manuver tersebut. Hasil rapat melahirkan sejumlah rekomendasi calon kepala daerah yang dikirim kepada Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia. Mereka juga terdesak karena Airin-Ade telah resmi diusung oleh PDI Perjuangan.
“Salah satu (rekomendasinya) ya itu (Airin-Ade sebagai cagub-cawagub Banten) yang menjadi pertimbangan Ketua Umum,” tutur mantan Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono kepada detikX pada Jumat, 27 Agustus lalu.
Rekomendasi tersebut itu menjadi salah satu bait diskusi yang dibawa Bahlil saat berkunjung ke rumah Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad pada Senin pekan lalu. Meski sebetulnya, pada hari yang sama, Golkar sudah mengeluarkan surat dukungan terhadap Andra Soni dan Achmad Dimyati Natakusumah sebagai cagub dan cawagub Banten. Keduanya bukan kader Golkar. Andra Soni merupakan politikus Partai Gerindra dan Dimyati dari PKS.
Dalam unggahan di akun Instagram Dasco, terlihat pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Airin, Waketum Golkar Adies Kader, dan Sekjen Golkar Sarmuji. Dasco menyebut dalam unggahan itu, mereka sedang berdiskusi untuk kemajuan Banten dan Indonesia. “Pertemuan dilakukan sebelum Airin diberi B1-KWK oleh Partai Golkar,” tulis Dasco dalam unggahan tersebut.
Itu yang juga menjadi pertanyaan teman-teman di daerah. Sebaiknya partai kader itu memang mengusung kader partai sendiri, bukan mengusung kader partai lain.”
Sehari setelah pertemuan itu, Golkar mengubah arah dukungannya di Banten. Mantan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Firman Soebagyo mengatakan sebenarnya sejak awal partainya memang menginginkan Airin maju cagub Banten. Sebab, menurut Firman, Airin punya prestasi dan elektabilitas yang mumpuni. Itu terbukti dari perolehan suara Airin pada pileg lalu, yang berhasil mendapatkan suara tertinggi dengan urutan ke-5 di DPR.
“Ini kan prestasi-prestasi yang telah terukur. Makanya itu, berdasarkan survei pun, tentang popularitas dan elektabilitas Airin ini kan cukup tinggi. Harusnya tidak ada alasan Airin tidak dilanjutkan. Makanya, ketika Pak Airlangga kemarin kan, ukuran-ukuran untuk menentukan seorang kader menjadi gubernur atau kepala daerah itu kan jelas ada popularitas, elektabilitas, dan prestasinya terukur,” ujar Firman kepada detikX.
Karena itu wajar, ketika Bahlil mendukung Andra-Dimyati, banyak kader Golkar yang mempertanyakan keputusan tersebut. Toh, kata Firman, jalannya sudah terbuka setelah KPU mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024. Putusan itu mengubah ambang batas mengusung kepala daerah, yang sebelumnya wajib memiliki setidaknya 20 persen kursi di DPRD menjadi hanya 6-10 persen.
“Itu yang juga menjadi pertanyaan teman-teman di daerah. Sebaiknya partai kader itu memang mengusung kader partai sendiri, bukan mengusung kader partai lain,” jelas Firman melalui telepon pekan lalu.
Perpisahan Golkar dengan KIM Plus di Banten turut disusul beberapa partai lain di sejumlah daerah. Di Jawa Timur, misalnya, hari-H batas pendaftaran calon kepala daerah, Rabu, 28 Agustus, PKB mendeklarasikan cagub-cawagub dari kadernya sendiri, yakni Luluk Nur Hamidah dan Lukmanul Hakim. Sebelumnya, di Jawa Barat, PKS dan Partai NasDem mencalonkan Ahmad Syaikhu dan Ilham Habibie.
Pisah Jalan Menolak Kartelisasi Politik
Saling berlawanannya sejumlah partai KIM Plus di beberapa daerah pada Pilkada 2024 disinyalir sebagai keretakan. Situasi inilah yang sempat dikhawatirkan oleh pimpinan KIM Plus setelah keluar putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 sekitar dua pekan lalu.
Seorang petinggi KIM Plus sudah menduga putusan tersebut akan mengubah peta politik daerah. Itu mengapa partai-partai yang ada dalam KIM Plus sempat berupaya menganulir putusan itu dengan merevisi Undang-Undang Pilkada.
“Konstelasi yang ada sekarang ini kan jadi berantakan. Ini yang kemarin dikhawatirkan kawan-kawan,” tutur sumber ini kepada detikX.
Politikus senior Partai Golkar Firman Soebagyo membantah ada keretakan di internal KIM Plus. Dia berdalih, perbedaan keputusan partai politik di beberapa daerah untuk Pilkada 2024 justru untuk mengedepankan demokrasi. Harusnya kartelisasi politik dihindari.
"Kartelisasi politik itu adalah bagaimana menyatukan kekuatan partai tertentu untuk melawan partai tertentu. Itu kan nggak boleh. Kalau kartelisasi itu yang dikembangkan, demokrasi kita nggak akan berkembang. Demokrasi kita akan hancur. Nggak jalan. Padahal kita sedang mengembangkan sistem demokrasi yang transparan dan terbuka," ujar Firman kepada detikX.
Begitu juga Sekretaris Jenderal PPP Arwani Thomafi mengatakan memang pisah jalan KIM Plus terjadi lantaran adanya putusan MK. Putusan itu membuka peluang bagi partai-partai yang tergabung di KIM Plus untuk mengusung calon kepala daerah dari kader masing-masing asalkan punya kursi di DPRD minimal 6 persen. Namun Arwani mengatakan ini bukan perpecahan. Ia menilai ini terjadi karena partai-partai realistis melihat potensi di daerah masing-masing.
“Jadi cair gitu, tentu masing-masing daerah berbeda-beda,” tutur Arwani via telepon kepada detikX.
Juru bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyebut koalisi pilkada memang tidak bisa disamakan dengan Pilpres 2024. Sejak awal, kata Herzaky, ada beberapa daerah yang memang tidak bisa dipaksakan untuk tetap bersama dengan KIM Plus. Setiap partai punya pakem masing-masing di setiap daerah, termasuk Demokrat.
“Kayak kami mau disuruh apa pun untuk di Sumut (Sumatera Utara), Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulbar (Sulawesi Barat), kami nggak akan ngalah. Kami tetap akan majuin mereka (kader dari Partai Demokrat),” tegas Herzaky.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menganggap perbedaan dukungan partai-partai KIM Plus di daerah sebagai hal yang wajar. Itu merupakan bagian dari dinamika politik. Apalagi saat ini peluang bagi partai untuk mengusung calon masing-masing memang sudah terbuka.
Wakil Ketua Komisi III DPR ini memastikan perpisahan jalan ini justru membuat KIM Plus semakin solid. Sebab, di beberapa daerah, pada akhirnya calon-calon dari partai-partai yang tergabung di KIM Plus-lah yang akan bertarung.
“Lu yang disebut all KIM final. Di Jawa Barat misalkan. Secara rasional, itu kan all KIM final, karena calon yang ketiga dari PDI Perjuangan ya, mohon maaf ya, kami bukan underestimate, agak sulit ya, karena dadakan juga tampaknya,” jelas Habiburokhman.
Peneliti politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio memandang perpecahan KIM Plus di Pilkada 2024 bukan di daerah strategis yang menjadi perhatian Presiden Jokowi. Definisi strategis itu, menurut Hensat, adalah daerah-daerah yang penguasa atau keluarga penguasa ikut serta dalam pencalonan kepala daerah. Misalnya Sumut. Di sana, menantu Jokowi, Muhammad Bobby Afif Nasution, maju.
Lalu daerah-daerah yang dekat dengan Istana, seperti Jakarta. Kemudian, daerah-daerah yang dikuasai oleh PDI Perjuangan. Misalnya, Bali dan Jawa Tengah.
“Karena ini asal muasalnya itu pertarungan antara PDI Perjuangan dan Jokowi,” kata Hensat kepada detikX.
Sumber: DetikX