EKBIS POLITIK

Pakar Ekonomi Bright Institute: Data Indikator Kemiskinan Ekstrem Jadi Cara Jokowi 'Ngeles' Agar Terlihat Ada Capaian Kerja

DEMOCRAZY.ID
September 25, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
POLITIK
Pakar Ekonomi Bright Institute: Data Indikator Kemiskinan Ekstrem Jadi Cara Jokowi 'Ngeles' Agar Terlihat Ada Capaian Kerja



DEMOCRAZY.ID - Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengatasi kemiskinan masyarakat. 


Terutama mengenai data penurunan kemiskinan ekstrem yang dianggap sebagai indikator keberhasilan pembangunan.


Pemerintah telah mengklaim bahwa persentase penduduk miskin ekstrem Indonesia pada Maret 2024 sebesar 0,83 persen, turun 0,29 persen poin dibandingkan pada Maret 2023 sebesar 1,12 persen.


"Kalau memang itu jadi salah satu prioritas, tidak hanya kemiskinannnya tapi di antara yang paling miskin, sayangnya data terkait kemiskinan ekstrem tidak cukup meyakinkan," kata Awalil dalam webinar media, Selasa (24/9/2024).


Dia menyampaikan bahwa pemerintah Jokowi baru memasukan tingkat kemiskinan ekstrem sebagai target baru mulai pada APBN 2024. 


Sebelumnya, sasaran dan indikator pembangunan nasional selama 6-7 tahun berupa tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, rasio, serta indeks pembangunan manusia.


"Pencatuman tingkat kemiskinan ekstrem bukan didasari oleh kesadaran kemiskinan ekstrem perlu diprioritaskan, tapi lebih buat 'ngeles'. Dipaksakan supaya ada indikasi tercapai," kata Awalil.


Merujuk pengertian dari United Nations tahun 1996, kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tapi juga akses pada layanan sosial.


Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa angka kemiskinan ekstrem secara nasional, jumlahnya 0,83 persen pada Maret 2024. 


Pulau Papua menjadi daerah dengan provinsi terbanyak yang presentase kemiskinan ekstrem paling tinggi, empat di antaranya masih di atas lima persen.


Papua Pegunungan jadi provinsi dengan angka kemiskinan ekstrem paling banyak dengan jumlah 7,14 persen.


Hanya provinsi Papua Barat dan Papua Selatan yang presentase angka kemiskinannya di bawah 5 persen, dengan masing-masing 4,73 persen dan 4,34 persen.


Bright Institute: 10 Tahun Jadi Presiden, Jokowi Gagal Turunkan Kemiskinan


Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tidak pernah mencapai target dalam rencana penurunan tingkat kemiskinan secara nasional. 


Meskipun Jokowi mengklaim kalau kesejahteraan masyarakat meningkat dan kemiskinan turun, berdasarkan data justru sebaliknya.


Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, mengkritik kalau Jokowi dan para menterinya selama ini hanya mengungkapkan data tahunan. 


Tetapi tidak pernah mengungkap gambaran utuh mengenai status ekonomi masyarakat.


"Kami menemukan narasi-narasi, baik dari presiden maupun menteri, umumnya menggunakan penyampaian-penyampaian yang menggunakan setahun atau maksimal 3 tahun terakhir. Jadi kita tidak dapatkan gambaran apakah situasinya benar membaik atau stagnan saja. Atau pun kalau membaik tidak bisa dikatakan sebagai kinerja yang positif karena itu alamiah saja," kata Awalil dalam webinar media, Selasa (24/9/2024).


Awalil menyebut kalau selama sepuluh tahun pemerintahannya Jokowi tidak pernah satu tahun pun mencapai target dalam menurunkan tingkat kemiskinan. 


Penilaian itu terlihat pada data Badan Pusat Statistik (BPS) dibandingkan dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang ingin dicapai pemerintah.


Tercatat, pada awal pemerintahan Jokowi periode pertama pada 2015, target RPJMN sebesar 10 persen. 


Namun capaian angka kemiskinan masih berada pada angka 11,22 persen. Target masih tak tercapai hingga akhir masa jabatan Jokowi periode pertama. 


Di mana RPJMN 2019 menargetkan penurunan kemiskinan angkanya 7,5 persen, namun realisasinya hanya 9,41 persen.


Kemudian pada awal periode kedua, angka kemiskinan justru naik jadi 9,78 persen pada 2020 padahal target RPJMN turun 6,5 persen. 


Target tersebut tidak tercapai hingga saat ini, di mana data BPS terakhir pada Maret 2024 menunjukan kemiskinan di Indonesia masih sebanyak 9,03 persen.


Menurut Awalil, Jokowi memang bisa saja berdalih kemiskinan akibat dampak dari Pandemi Covid-19. Namun alasan tersebut hanya valid untuk periode keduanya.


"Tahun 2019 belum ada Covid ya. Covid mungkin memperparah. Tetapi tanpa Covid pun Jokowi gagal menurunkan tingkat kemiskinan," ujarnya.


Sumber: Suara

Penulis blog