Beranda
CATATAN
POLITIK
'Pahit Manis Karier Anies'


'Pahit Manis Karier Anies'


Harapan Anies Baswedan maju di Pilkada Jakarta 2024 kandas. Partai NasDem dan PKS menarik dukungannya dan diborong ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) menjadi rivalnya. Yang tersisa hanya PDI Perjuangan. Putusan Mahkamah Konstitusi 60/PUU-XXII/2024 membuat partai berlambang banteng itu bisa mengusung sendiri kandidat pilkada, tapi langkah pemungkas Anies justru diduga dijegal Presiden Jokowi.


Anies sempat diminta pengurus teras PDI Perjuangan menyamakan visi dan misi. Momen itu terjadi di kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat.


“Ya, sudah kesepakatan (visi-misi). Visi misinya Anies kan nggak jauh beda dengan PDIP ya, dan juga sudah dilakukan selama dia lima tahun di Jakarta. Melindungi rakyat bawah, memberikan akses ke air bersih, korban-korban kebakaran dibangunkan kembali. Kalau bahasa PDIP kan wong cilik ya. Kalau bahasa Anies kan membesarkan yang kecil tanpa mengecilkan yang besar,” ungkap relawan Anies Baswedan, Geisz Chalifah, kepada detikX.


Kedekatan Anies dengan pengurus partai berlambang banteng itu terjalin sejak Mei lalu, saat DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta bersikap mendukungnya. Perlahan para caleg PDI Perjuangan di dapil wilayah Jakarta juga mendukungnya. Kemudian, setelah keluar putusan MK 60/PUU-XXII/2024, DPP PDI Perjuangan melakukan pertemuan dengannya.


Menjelang masa pendaftaran Pilkada 2024, komunikasi dan pertemuan semakin intensif. Anies diundang ke DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta pada Sabtu, 24 Agustus 2024, untuk membicarakan visi misi dan program-program ke depan. Esoknya, 25 Agustus 2024, dua elite PDI Perjuangan, yakni Said Abdullah dan Ahmad Basarah, mendatangi Anies untuk memintanya menandatangani pakta integritas.


Pada hari itu, Anies mengetahui nantinya akan dipasangkan dengan Rano Karno. “Seninnya, Anies kan diminta hadir (lagi) ke DPP PDI Perjuangan,” cerita Geisz.


Anies sempat datang ke DPP PDI Perjuangan pada waktu yang disepakati, yaitu Senin, 26 Agustus 2024. Bahkan sempat berbincang dengan Rano Karno, hari itu ia mesti pamit tanpa mendapat kepastian akan dideklarasikan. Deklarasi ditunda, demikian penuturan Geisz. Namun Anies tak tahu, pada saat yang bersamaan, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memutuskan Pramono Anung-Rano Karno yang diusung untuk Pilkada Jakarta 2024.


“Kami sampai malam menunggu update (dari PDI Perjuangan) dan tidak ada update. Malah di berita yang muncul Pramono-Rano. Dan (waktu itu) kami menganggap bahwa itu biasa, itu spekulasi, karena terjadi penundaan, terjadi spekulasi. Kita tetap berpikir positif,” kata Geisz.


Setelah kabar keputusan final itu akhirnya resmi diberitahukan, kata Geisz, baik Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto maupun Pramono Anung menjalin komunikasi mengenai keputusan itu dengan Anies. Menurut Geisz, Anies terlihat tak menampakkan raut kecewa ataupun kesal.


“Bahkan, pada saat beliau dipastikan gagal untuk maju, itu yang menghibur teman-teman di markas itu Pak Anies. Menghibur anak-anak muda (relawan) yang merasakan tekanan yang sangat besar setiap hari. Yang kesempatannya tertutup, terbuka, sampai akhirnya kandas itu. Ya mereka kecewa dan menitikkan air mata dan Pak Anies menghibur mereka,” ujar Geisz.


Setelah kandas dicalonkan di Jakarta, kesempatan menuju pilkada kembali dibuka oleh PDI Perjuangan. Geisz mengungkapkan Anies sempat diminta maju ke Pilkada Jabar 2024. Namun Anies menolaknya dikarenakan tidak ada aspirasi warga Jabar untuknya. Kendati, klaim Geisz, pemilih Anies di Jabar mencapai 31 persen (hasil Pilpres 2024), ia tidak ingin maju hanya karena partai menginginkannya.


Tekanan dan dugaan-dugaan penyebab gagalnya Anies bisa maju melalui berbagai partai, menurut Geisz, tak lepas dari operasi jahat yang dijalankan sama seperti kasus-kasus yang digulirkan saat Pilpres 2024.


“Nggak mungkin seorang Surya Paloh balik badan kalau tekanannya tidak besar. Kan ini bukan Anies yang mendatangi. Semua partai kan yang ingin mendeklarasikan sendiri, baru kemudian Anies hadir, karena memang aspirasi warga tinggi,” jelas Geisz.


Wasekjen DPP PDI Perjuangan Adian Napitupulu mengakui perubahan-perubahan keputusan di detik-detik akhir menyoal pengusungan Anies merupakan hasil dari operasi-operasi dan tekanan pihak eksternal yang berpengaruh. Hal itu berbuah kesepakatan internal partai.


“Ceritanya ini orang tidak mau kalau kemudian kami menang, tapi cara-cara mengalahkan kami tidak dengan bertarung secara fair, tetapi dengan melalui cara-cara yang menurut kami antidemokrasi. Tidak masalah, apa mau kayak apa pun, kami akan terus berjuang bertarung dan memastikan kemenangan ada di tangan,” ujar Ardian ketika ditemui detikX di Bogor.


Meski demikian, menurut Adian, keputusan akhir yang diambil PDI Perjuangan terkait pencalonan Pramono Anung-Rano Karno merupakan pilihan bijak. Sebab, menjadi jalan damai untuk membersihkan residu dan permasalahan yang tertinggal pada Pilkada 2017.


“Bahwa seluruh residu Pilkada 2017 hilang, baik dari pihak Anies, semua pihak Ahok, kita bisa memulai Jakarta dengan suasana yang lebih kondusif. Tidak ada residu apa pun gitu lho, bagus. Walaupun sebenarnya itu hasil operasi-lah dalam dari ‘pihak-pihak lain’ yang mungkin tidak suka kalau kami menang,” terangnya.


Adapun kekecewaan mendalam diungkapkan oleh Ketua DPD PDI Perjuangan Jabar Ono Surono terkait gagalnya Anies diusung maju ke Pilgub Jabar. Ono menuding hal itu dikarenakan ada tekanan dari Mulyono, yang memengaruhi kelompok yang hendak mendukung Anies ke Jabar. Mulyono merupakan nama masa kecil Presiden Joko Widodo, yang akhirnya diganti karena ia sakit-sakitan.


"Saya tidak melihat ataupun tidak menafsirkan ke sana (Istana), tapi ya memang Mulyono ini satu kelompok kekuatan besar yang coba mengacak-acak demokrasi di Indonesia," tuturnya kepada wartawan.


Ono menuding Mulyono and the gang inilah yang menjegal Anies di Jakarta dan Jawa Barat. “Pak Mulyono, nggak usah cawe-cawe lagilah di pilkada. Biarkan rakyat bisa mempunyai pilihan sesuai dengan hati nuraninya,” pintanya.


Mendengar berbagai tudingan kepada dirinya menyoal gagalnya Anies berpartisipasi pada Pilgub DKI 2024, Presiden Joko Widodo menegaskan hal tersebut merupakan urusan partai. Terdapat mekanisme yang ditentukan ketua partai, sedangkan dirinya bukan ketua maupun pemilik partai.


"Saya kan ditudang-tuding, kan banyak banget, tidak hanya itu, dituding menjegal, dituding menghambat, dituding, ya tapi kan itu urusan partai politik," ujar Jokowi di RS Persahabatan, Jakarta, pada Jumat, 30 Agustus 2024.


Sejak berakhirnya Pilpres 2024, wacana kembali mengusung Anies Baswedan untuk pilkada bergulir di antara partai-partai yang pernah mengusungnya. Pada Juli 2024, Partai NasDem juga sempat menyatakan mendukung Anies untuk maju di Pilgub Jakarta melalui Sekretaris Jenderal NasDem Hermawi F Taslim di kantor DPP NasDem.


PKS bahkan pada Juni lalu mendeklarasikan Anies dan kadernya, Shohibul Iman, untuk maju menjadi pasangan di Pilkada Jakarta 2024. Namun, pada Agustus 2024, baik NasDem maupun PKS mengumumkan batal mengusung Anies dan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju. Sedangkan PKB, sejak berakhirnya Pilpres 2024, tak menunjukkan sinyal hendak mendukung Anies.


“Ya kan Pak Anies juga bukan kader PKB. Kita juga menginginkan kebersamaan dengan yang lain (bersama KIM di JKT), itu saja,” tegas Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid kepada detikX.


Manis Pahit Karier Anies


Anies Rasyid Baswedan menjajal dunia politik dengan menjadi moderator debat capres putaran pertama Pilpres 2009. Namun namanya malah melejit ketika ia mendirikan Indonesia Mengajar, lembaga nirlaba yang mengirim generasi muda ke berbagai daerah untuk menjadi pengajar.


Pada 2014, ia menerima tawaran menjadi peserta konvensi Partai Demokrat guna menentukan capres dari Partai Demokrat untuk diusung dalam pemilu. Selanjutnya ia menjadi bagian dari tim pemenangan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai juru bicara pada Pilpres 2014. Begitu Jokowi-Jusuf Kalla memenangkan pilpres, Anies ditunjuk menjadi Menteri Kebudayaan dan Pendidikan.


Puncak karier politik Anies terjadi ketika ia diusung oleh Partai Gerindra untuk maju pada Pilkada 2017. Anies Baswedan didampingi Sandiaga Uno memenangkannya dan menjabat selama lima tahun penuh.


Setelah kalah pada Pilpres 2024 dan tak menjadi kandidat pada Pilkada 2024, karier Anies berpotensi tak ada di struktur pemerintahan sampai lima tahun ke depan. Peneliti politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menilai ada berbagai kemungkinan nasib Anies ke depan. Namun, apa pun langkahnya untuk mempertahankan karier politiknya, Anies mesti memiliki panggung politik yang mewadahinya.


“Kalau dia punya panggung-panggung politik ke depan, ya mungkin masih eksis di dunia politik. Tapi, kalau dia tidak punya panggung-panggung, ya dia bisa redup di politik, dan semua tokoh kan seperti itu,” tandasnya.


Dua hari setelah penutupan pendaftaran Pilkada 2024, Anies mengunggah video di akun YouTubenya. Ia menuturkan situasi partai-partai politik yang tersandera kekuasaan saat ini membuatnya kian sulit untuk bisa bergabung ke dalamnya. Anies menyebut ia akan terus melakukan langkah-langkah konkret ke depan. Membuat partai baru ataupun ormas mungkin menjadi jalan yang ia bakal tempuh.


"Apakah lalu akan buat partai politik baru? Bila untuk mengumpulkan semua semangat perubahan yang sekarang makin hari makin terasa besar dan itu menjadi sebuah kekuatan diperlukan menjadi gerakan, maka membangun ormas atau membangun partai baru mungkin itu jalan yang akan kami tempuh. Kita lihat sama-sama ke depan," ungkap Anies pada Jumat, 30 Agustus 2024.


Saat para relawan dan orang dekatnya bersedih karena urung maju pada Pilkada 2024, Anies justru menyemangati mereka. Kata Geisz Chalifah, saat itu Anies mengatakan, “Ini bukan jalan akhir, perjalanan masih panjang.”


Sumber: DetikX

Penulis blog