'Menanti Akhir 10 Tahun Jokowi, Happy Ending atau Sad Ending?'
Sebulan lagi, Joko Widodo alias Jokowi melepaskan jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Ia telah memimpin republik ini selama dua periode, 2014-2019 dan 2019-2024.
Berdasarkan PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024, Presiden dan Wakil Presiden terpilih dilantik, Minggu, 20 Oktober 2024.
Tongkat kepemimpinan Republik Indonesia selanjutnya diserahkan pada rivalnya di dua edisi Pilpres sebelumnya, Pilpres 2014 dan Pilpres 2019, yakni Prabowo Subianto.
Bersama putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, Prabowo akan memimpin arah bangsa untuk periode 2024-2029. Semboyan berkelanjutan yang digaungkan pun menjadi programnya untuk negeri layaknya surga ini.
Namun, di sisa masa jabatannya yang tinggal sebulan lagi ini, Jokowi justru mendapatkan sentiment negatif di media sosial.
Sejumlah tagar yang menyinggung Jokowi pun viral. Terbaru, adanya tagar TangkapJokowi dan GanyangJokowiGibran yang viral di X atau dulunya Twitter, beberapa waktu lalu.
Kemunculan tagar itu diduga kuat imbas dari kasus dugaan gratifikasi Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi yang plesiran bersama istrinya Erina Gudono menggunakan jet pribadi dan kasus akun KasKus fufufafa yang diduga milik Gibran Rakabuming Raka.
Budayawan Eros Djarot dalam tayangan YouTube Abraham Samad juga menyebut, fenomena sentimen negatif itu juga datang dari para akademisi hingga rakyat jelata.
Menurutnya, ketika rakyat Indonesia yang memiliki budaya ketimuran dan tahu cara menghormati orang lain sampai memberikan sentimen negatif itu, menandakan publik sudah lelah dibohongi.
’’Andai kata tidak ada keinginan tiga kali, anaknya tidak dipaksakan seperti harus bertahta, kemudian juga menantunya, kemudian anaknya juga yang masih perlu banyak belajar dipaksakan juga maju, mungkin ya enggak sah tuh orang-arang ngomong begitu,’’ katanya di YouTube Abraham Samad.
Tempo pun secara berani merilis 18 dosa Jokowi selama 10 tahun kepemimpinannya. Dimulai dari Dinasti dan Oligarti Politik, Pelemahan Institusi Demokrasi, TNI di Ranah Sipil, Konflik Papua Tak Kunjung Padam.
Kemudian, Runtuhnya Sistem Pendidikan, Watak Patron-Klien Kepolisian, Politisasi Kejaksaan, Pelemahan KPK, Kegagalan Menangani Pelanggaran HAM Berat, Karut-Marut Mengelola APBN, Runtuhnya Independensi Bank Indonesia.
Lalu, Ketergantungan pada Utang China, Pemaksaan Ibu Kota Nusantara, Gimik Diplomasi Luar Negeri, Kerusakan Lingkungan, Konflik Agraria, Kriminalisasi atas Nama Proyek Strategis Nasional, dan Kebebasan Sipil yang Menyempit.
Dengan dosa-dosa itu, masa injury time Jokowi pun penuh tekanan. Kemarahan publik pada Jokowi bahkan sempat meledak kala DPR RI mendadak membahas RUU Pilkada untuk menganulir putusan MK terkait batas usia pencalonan Pilkada 2024.
Radang itu diperkirakan bakal lama mereda. Sebab, Jokowi telah menempatkan putra sulungnya, menjadi Wakil Presiden terpilih yang akan dilantik pada 20 Oktober 2024 nanti.
Adanya foto Gibran yang akan dipasang di sisi kanan lambang negara di dinding-dinding perkantoran dan instansi-instansi mungkin menjadi luka pahit bagi sebagian kalangan. Mereka pun menerka, Jokowi tetap cawe-cawe.
Meski Jokowi, Prabowo, istana maupun mereka yang pro telah menyangkalnya. Namun, adanya wacana menempatkan Jokowi dalam jajaran Dewan Pertimbangan Presiden (watimpres) pun menjadi kontra diksi dari penyangkalan itu.
Dengan rentetan itu, apakah Jokowi akan berdiri meninggalkan kursi kepresidenan dengan happy ending dan dikenang sebagai Presiden yang meninggalkan warisan apik. Atau, justru menjadi Presiden sad ending yang mewariskan cela. ***