DAERAH GLOBAL HUKUM KRIMINAL

Kronologi Warga China 'Rampok' Emas di Indonesia 774 Kg

DEMOCRAZY.ID
September 27, 2024
0 Komentar
Beranda
DAERAH
GLOBAL
HUKUM
KRIMINAL
Kronologi Warga China 'Rampok' Emas di Indonesia 774 Kg



DEMOCRAZY.ID - Pertambangan emas ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar. 


Berdasarkan data dari persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Ketapang, kerugian tersebut mencapai Rp. 1,020 triliun. 


Dikutip dari Situs Resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Angka fantastis ini berasal dari emas dan perak yang hilang, dengan jumlah emas sebesar 774,27 kg dan perak 937,7 kg. 


Salah satu pelaku utama dalam kasus ini adalah seorang warga negara asing (WNA) asal Tiongkok berinisial YH.


Aktivitas penambangan ilegal yang melibatkan YH menyingkap praktek ilegal yang merugikan ekonomi serta lingkungan di wilayah tersebut.


Kronologi Pertambangan Ilegal dan Temuan di Lokasi


Menurut hasil investigasi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, ditemukan bahwa volume batuan bijih emas yang tergali mencapai 2.687,4 m³. 


Penambangan ilegal ini dilakukan di area yang berada di antara Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dari dua perusahaan emas, yaitu PT BRT dan PT SPM. 


Meski kedua perusahaan tersebut belum mendapatkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk produksi tahun 2024-2026, area tersebut tetap dimanfaatkan oleh pelaku untuk menambang secara ilegal.


Berdasarkan uji sampel yang dilakukan di lokasi, hasilnya menunjukkan bahwa kandungan emas di wilayah tersebut sangat tinggi. 


Sampel batuan yang diambil di lokasi penambangan memiliki kadar emas mencapai 136 gram per ton, sedangkan batu yang sudah tergiling memiliki kadar emas yang lebih tinggi, yaitu 337 gram per ton. 


Kadar emas yang tinggi ini menambah nilai kerugian akibat penambangan ilegal yang dilakukan tanpa izin resmi.


Penggunaan Merkuri dalam Pengolahan Emas Ilegal


Fakta lain yang terungkap dalam persidangan adalah penggunaan merkuri (Hg) atau air raksa dalam proses pemisahan emas dari mineral lainnya. Penggunaan merkuri ini sangat berbahaya, baik bagi lingkungan maupun kesehatan manusia. 


Dari sampel hasil olahan di lokasi, ditemukan bahwa kandungan merkuri mencapai 41,35 mg/kg, yang termasuk dalam kategori kadar yang cukup tinggi.


Merkuri dikenal sebagai bahan beracun yang dapat mencemari tanah, air, dan udara. Paparan merkuri yang terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat sulit untuk dipulihkan. 


Selain itu, merkuri juga dapat masuk ke dalam rantai makanan, membahayakan kesehatan manusia, terutama bagi masyarakat sekitar yang mungkin bergantung pada sumber daya alam di wilayah tersebut.


Modus Penambangan Emas Ilegal


Pelaku penambangan ilegal memanfaatkan lubang tambang atau terowongan yang sebenarnya berada di area yang memiliki izin resmi. 


Terowongan ini seharusnya digunakan untuk pemeliharaan atau operasi penambangan yang sah, namun justru dieksploitasi oleh penambang ilegal untuk mengambil bijih emas. 


Setelah emas diproses melalui metode pemurnian, hasilnya kemudian dijual dalam bentuk ore atau bullion emas.


Modus seperti ini tidak hanya merugikan negara dari segi ekonomi, tetapi juga menciptakan celah yang merusak ekosistem dan tatanan hukum yang ada. 


Eksploitasi sumber daya alam tanpa izin resmi memperburuk kondisi pertambangan di Indonesia, terutama dalam hal penegakan hukum dan pengelolaan sumber daya mineral.


Sanksi Hukum Berdasarkan Undang-Undang Minerba


Kasus ini merujuk pada Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, yang mengatur tentang pelanggaran dalam aktivitas pertambangan tanpa izin. 


Berdasarkan undang-undang tersebut, pelaku yang terbukti melakukan penambangan ilegal dapat dijatuhi hukuman kurungan selama 5 tahun serta denda maksimal sebesar Rp 100 miliar. 


Hukuman ini mencerminkan besarnya dampak dan kerugian yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan tanpa izin.


Kasus ini masih terus dikembangkan oleh Kejaksaan Negeri Ketapang, yang berupaya mendalami berbagai aspek pidana terkait penambangan ilegal di wilayah tersebut. Proses hukum dijadwalkan untuk melalui enam tahap persidangan. 


Tahapan tersebut mencakup kesaksian dari pihak penasihat hukum, penyajian ahli, pembacaan tuntutan pidana (requisitoir), pengajuan nota pembelaan (pleidooi), pengajuan tanggapan (replik dan duplik), hingga sidang terakhir yang akan menghasilkan pembacaan putusan.


Sidang ini diharapkan dapat menjadi preseden penting dalam upaya penegakan hukum terhadap pelaku pertambangan ilegal di Indonesia, yang sering kali melibatkan pihak asing maupun lokal. 


Aktivitas pertambangan yang tidak sesuai aturan tidak hanya merugikan negara secara ekonomi, tetapi juga merusak lingkungan dan menciptakan masalah sosial bagi masyarakat yang tinggal di sekitar area pertambangan.


Sumber: Bloomberg

Penulis blog