DEMOCRAZY.ID - Indonesia tercatat sudah melalui kepemimpinan tujuh Presiden dari 1945 hingga 2024.
Beberapa pemimpin mengakhiri jabatannya secara mulus. Namun beberapa di antaranya juga berakhir 'tidak aman'.
Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) akan purnatugas pada 20 Oktober 2024, setelah satu dekade memimpin Indonesia. Posisi Presiden ke-8 akan dijabat oleh Prabowo Subianto.
CNNIndonesia.com telah merangkum masa-masa akhir jabatan Presiden di Indonesia dari Sukarno hingga Jokowi.
1. Sukarno (1945-1967)
Sukarno merupakan proklamator sekaligus presiden pertama Republik Indonesia yang menjabat sejak 1945 hingga 1967.
Sukarno sempat ditetapkan sebagai Presiden seumur hidup melalui TAP MPRS No III Tahun 1963. Namun empat tahun setelahnya, kekuasaan Sukarno runtuh, dimulai dengan munculnya Surat Perintah 11 Maret alias Supersemar.
Sukarno mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto pada 11 Maret 1966 untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam rangka memulihkan keamanan dan kewibawaan pemerintah.
Surat itu diterbitkan Sukarno untuk memberikannya kekuasaan kepada Soeharto guna membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang disinyalir sebagai dalang tragedi Gerakan 30 September atau G30S 1965
Namun demikian, surat yang dinilai sakti itu digunakan Soeharto secara melampaui batas demi menjegal dan melengserkan Sukarno yang telah berkuasa lebih dari dua dekade.
Soeharto segera membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang, serta menangkap 15 menteri Sukarno yang dituduh terlibat dalam G30S. Dari situ muncul dualisme kepemimpinan Sukarno-Soeharto pada 1966-1967.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia (MPRS) kemudian mengukuhkan Supersemar menjadi Tap MPRS No. IX/MPRS/1966 pada 21 Juni 1966, sehingga presiden tidak dapat mencabutnya.
Sehari setelahnya, Sukarno menyampaikan pidato pertanggungjawaban 'Nawakarsa'. Namun pidato itu ditolak oleh MPRS karena isinya dinilai cenderung memberi amanat, bukan pertanggungjawaban mengenai masalah nasional, khususnya masalah G30S.
Karena ditolak, Sukarno menyampaikan laporan tertulis, yang disebut Pelengkap Nawaksara atau Pel-Nawaksara yang kemudian berujung ditolak.
MPRS pun mencabut TAP terkait ketetapan Sukarno sebagai pesiden seumur hidup. MPRS pun melarang Sukarno melakukan kegiatan politik hingga Pemilu.
Pada akhirnya, Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya pemerintahan Orde Baru. Pada Sidang Istimewa MPRS tanggal 7-12 Maret 1967 di Jakarta, MPR secara resmi mengangkat Suharto sebagai Presiden Republik Indonesia kedua.
Kehidupan Sukarno berubah drastis setelah itu. Ia diusir dari Istana Negara Jakarta dan kemudian sempat menjadi 'tahanan rumah' di Istana Bogor, lalu berpindah ke Wisma Yaso di Jakarta.
Disebutkan, Sukarno menghabiskan hari-harinya dengan seorang diri, lantaran anak-anaknya pun hanya diizinkan menjenguk dengan waktu terbatas.
Tak hanya terasing, hari-hari terakhir Sukarno juga harus dilewati dengan menjalani pemeriksaan terkait peristiwa G30S di kediamannya.
Kondisi kesehatan Sukarno pun memburuk. Ia menderita penyakit batu ginjal, peradangan otak, jantung, dan tekanan darah tinggi. Setelah tiga tahun melewati hari-hari yang terasing, Sukarno mengembuskan napas terakhirnya pada 21 Juni 1970.
2. Soeharto (1967-1998)
Soeharto menjabat sebagai Presiden Indonesia selama hampir 32 tahun. Ia mulai menjabat secara sah setelah pada Sidang Istimewa MPRS tanggal 7-12 Maret 1967 di Jakarta, MPR secara resmi mengangkat Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia kedua.
Setelah menjabat begitu lamanya, kekuasaan Soeharto dan Orde Baru mulai goyang pada 1997.
Perekonomian Indonesia yang melaju pesat namun juga diikuti dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Masyarakat mulai tak percaya dan demonstrasi semakin gencar setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar.
Terjadi juga Tragedi Trisakti yaitu tertembaknya empat mahasiswa di depan Universitas Trisakti yang semakin mendorong masyarakat menentang kebijakan pemerintah.
Tahun 1997-1998 merupakan periode Orde Baru yang menjadi masa kelam bagi rakyat Indonesia. Perekonomian yang tadinya melesat langsung mengalami penurunan disusul dengan berakhirnya rezim Orde Baru.
Krisis politik memuncak di bulan Mei. Sejak awal Mei demonstrasi tak henti digelar berbagai elemen masyarakat.
Di tengah krisis yang terus menggelinding Soeharto masih melakukan kunjungan kenegaraan ke Kairo, Mesir, 9 Mei 1998. Kunjungan yang akhirnya dia percepat karena situasi dalam negeri yang tak terkendali.
Beberapa sebelum tiba di Tanah Air, peristiwa berdarah terjadi di Jakarta. Empat mahasiswa tewas tertembak peluru aparat dalam peristiwa Trisakti 12 Mei 1998. Kemudian disusul kerusuhan besar pada 13-14 Mei.
Kekuasaan Soeharto pun berakhir tragis, diwarnai demonstrasi berdarah hingga kerusuhan, Soeharto menyatakan berhentu pada 21 Mei 1998. Ribuan orang yang menduduki Gedung DPR sejak beberapa hari sebelumnya, merayakan dengan sukacita pidato Soeharto mundur.
Turunnya Soeharto merupakan tonggak awal Indonesia memasuki era reformasi.
3. Bacharuddin Jusuf Habibie (1998-1999)
Presiden ke-3 Bacharuddin Jusuf Habibie sebelumnya juga merupakan Wakil Presiden ke-7 alias pernah menjadi wakil Soeharto. Habibie tercatat menjadi Presiden Indonesia dengan masa kepemimpinan paling singkat.
Namun selama masa kepemimpinannya, Habibie melahirkan sejumlah beleid yang menjadi pintu reformasi. Salah satunya, Habibie membentuk undang-undang yang mengatur kebebasan rakyat Indonesia dalam pemilu.
Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pemilu. Lahir 48 partai politik baru yang ikut berpartisipasi dalam Pemilu 1999 karena aturan tersebut.
Runtuhnya pemerintahan Habibie terjadi usai pada 1999. Ia memutuskan menggelar referendum melepaskan Timor Timur dari Indonesia. Saat itu itu Timor Timur adalah salah satu provinsi Indonesia.
Habibie mengatakan referendum Timor Timur merupakan jalan yang harus dipilih. Menurutnya penyelesaian status Timor Timur melalui jalan referendum sesungguhnya sudah bertahun-tahun diajukan berbagai pihak dalam forum internasional.
Alasan mendasar yang disampaikan adalah karena setiap bangsa berhak untuk menentukan nasibnya sendiri.
Keputusan itu dikritik keras oleh sejumlah pihak. Habibie dituntut mundur oleh mahasiswa karena dianggap tidak dapat menjalankan amanah reformasi.
Akhirnya, pada Sidang Istimewa MPR 13 November 1999, pidato pertanggungjawaban Habibie ditolak MPR yang kemudian menandai era kepemimpinannya berakhir.
4. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (1999-2001)
Gus Dur terpilih jadi presiden dalam proses pemilihan yang kala itu masih dilakukan di MPR.
Awalnya, setelah Habibie lengser, putri Sukarno, Megawati Soekarnoputri sekaligus ketua umum parpol pemenang pemilu 1999 santer digadang sebagai calon presiden.
Isu itu menciptakan gejolak penolakan dari sejumlah elemen masyarakat. Sehingga sejumlah tokoh dan Partai Politik bergegas membentuk poros tengah untuk menengahi situasi rawan konflik itu.
Mereka pun mencalonkan Pendiri PKB Gus Dur sebagai capres. Hasilnya, Gus Dur yang berstatus 'underdog' keluar terpilih sebagai Presiden RI ke-4, dengan mengantongi 373 suara, mengungguli Megawati yang hanya mendapat 313 suara.
Megawati kemudian menjadi wakil Gus Dur setelah mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.
Selama masa kepemimpinannya yang juga singkat, Gus Dur dianggap melahirkan sejumlah kebijakan yang penting. Mulai dari rekonsiliasi keturunan Tionghoa, pro buruh, hingga reformasi tubuh militer Indonesia.
Namun, masa kepemimpinannya harus berakhir ketika beberapa masalah memuncak. Sejumlah pengamat menilai manuver-manuver Gus Dur terlalu berani dalam upaya mereformasi tubuh militer. Belum lagi embusan isu Buloggate dan Bruneigate yang dituduhkan pada Gus Dur.
Setumpuk persoalan itu mencapai titik kulminasinya pada 23 Juli 2001 saat sidang Istimewa digelar. Dini hari sebelumnya, Gus Dur mengeluarkan dekrit presiden yang salah satunya berisi kebijakan membekukan parlemen yang tidak mendapat dukungan.
Gus Dur yang tidak hadir dalam sidang itu, dipereteli kekuasaannya dan dimakzulkan dari kursi Presiden RI.
Dimakzulkan pada 23 Juli, Gus Dur tak langsung beranjak dari Istana meski beberapa hari kemudian ia memilih meninggalkan Istana Kepresidenan, tempat yang didiaminya selama 21 bulan terakhir.
5. Megawati Soekarnoputri (2001-2004)
Megawati Setiawati Soekarnoputri menjabat sebagai Presiden RI ke-5 sejak 23 Juli 2001 sampai dengan 20 Oktober 2004. Ia merupakan presiden wanita Indonesia pertama dan satu-satunya sejauh ini.
Megawati terpilih sebagai Presiden tak berselang lama usai MPR memakzulkan Gus Dur melalui Ketetapan MPR RI Nomor II/MPR/2001. Pada masa pemerintahan Megawati, Indonesia masih menghadapi berbagai krisis di beberapa bidang, terutama ekonomi.
Pada 2003, Megawati tercatat mengakhiri hubungan kerja sama dengan program reformasi, International Monetary Fund (IMF). Megawati pada kepemimpinannya juga membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di masa kepemimpinannya juga pemilihan presiden langsung oleh rakyat digelar. Mega kembali maju saat itu berpasangan dengan Hasyim Muzadi. Empat pasangan calon lain yang berlaga adalah: Wiranto-Salahuddin Wahid, Amien Rais-Siswono Yudohusodo, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kall, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.
Mega-Hasyim yang melaju ke putaran kedua harus mengakui keunggulan SBY-JK.
Mega harus menyerahkan tampuk kepemimpinan ke SBY.
6. Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan Presiden ke-6 Indonesia yang menjabat dalam dua periode. SBY merupakan Presiden pertama di era Reformasi yang terpilih melalui Pemilu secara langsung.
Selama satu dekade kepemimpinannya, SBY dinilai mampu menjaga stabilitas politik dan penegakan hukum berjalan dengan baik sehingga tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
Namun demikian, dalam bidang penuntasan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia, subsidi BBM dan hubungan politik luar negeri dianggap belum optimal dan bahkan mengalami stagnasi.
Di sisi lain, selama pemerintahannya, banyak kasus kontroversial yang terjadi, mulai dari isu Bank Century hingga kriminalisasi KPK. SBY lengser pada 19 Oktober 2014 dengan dilantiknya Presiden Joko Widodo sebagai pemimpin Indonesia selanjutnya.
Sebelum lengser, SBY banyak menghabiskan waktu berkantor di Istana Negara. Namun sepekan sebelum lengser, ia memberikan 68 tanda kehormatan bagi individu yang dianggap berjasa untuk negara. SBY lengser tanpa ada gejolak berarti.
7. Joko Widodo (2014-2024)
Joko Widodo alias Jokowi menjabat sebagai Presiden RI ketujuh sejak 20 Oktober 2014. Jokowi kemudian maju lagi di Pilpres 2019 dan menang, jabatannya akan berakhir pada 20 Oktober 2024 mendatang.
Selama masa jabatannya, Jokowi dikenal banyak membangun infrastruktur terutama jalan tol. Ia juga memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota Indonesia ke Kalimantan Timur. Namun beberapa kebijakannya juga banyak mendapat kritik terutama di periode kedua.
Di antaranya, melemahkan KPK, pengesahan UU Cipta Kerja hingga Minerba, dugaan cawe-cawe pada Pilpres 2024, dianggap melanggengkan politik dinasti usai keluarga intinya banyak yang menduduki jabatan strategis. Hingga kebijakan-kebijakan yang dinilai menekan rakyat bawah.
Saat ini, Jokowi memilih menghabiskan masa kerjanya yang kurang dari 40 hari untuk berkantor di Ibu Kota Nusantara (IKN). Namun ia tidak berkantor sepenuhnya. Jokowi akan tetap melakukan kunjungan kerja sebagaimana hal yang ia lakukan saat di Istana Negara Jakarta.
Dua bulan sebelum purnatugas, Jokowi mendapat sorotan karena sejumlah peristiwa. Mulai dari dugaan gratifikasi terhadap Kaesang Pangarep, kasus Blok Medan yang menerpa menantunya Bobby Nasution hingga akun Fufufafa yang disebut dimiliki Gibran.
Berbagai elemen masyarakat bahkan turun ke jalan untuk memprotes keputusan DPR yang dianggap melawan putusan MK terkait syarat pencalonan kepala daerah. Sikap DPR itu dianggap publik akan memuluskan langkah Kaesang untuk maju di Pilkada 2024.
Sumber: CNN