DEMOCRAZY.ID - Ramai diperbincangkan publik, saat baru-baru ini Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY menyinggung terkait 'matahari kembar'.
Pada periode pertama SBY menjabat Presiden RI dimana wakilnya Jusuf Kalla tahun 2004-2009, kerap disebut bahwa terjadi 'matahari kembar' di pemerintahan.
Hal ini tak terlepas dari sosok Jusuf Kalla meski berstatus sebagai wapres namun cukup banyak berperan penting dalam pengambilan kebijakan.
Bahkan ada momen, dalam pengakuan Jusuf Kalla pernah memberikan ancaman kepada SBY bakal mundur sebagai Wapres.
Berikut cerita lengkap Jusuf Kalla ancam mundur sebagai Wapres!
Sebelumnya, SBY tiba-tiba berbicara soal bahayanya keberadaan matahari kembar dalam sebuah organisasi, apalagi negara.
Entah kepada siapa ucapan itu diperuntukan, yang jelas SBY menekankan keberadaan matahari kembar hanya membuat situasi kacau.
"Akan kacau dalam sebuah negara, dalam sebuah inta-inti termasuk partai politik kalau mataharinya banyak." kata Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono.
Hal itu disampaikan SBY saat berpidato dalam acara syukuran Hari Ulang Tahun (HUT) ke-23 Partai Demokrat pada, Senin (9/9/2024).
Mulanya, SBY menyinggung soal dirinya yang tak pernah berkunjung ke kantor DPP Demokrat saat dirinya tak lagi memimpin partai.
Hal tersebut menjadi bukti kalau ia memang tidak lagi mengurus detail terkait urusan partai.
SBY lantas berbicara tentang sistem tata surya untuk menganalogikan ke dalam partai yang seharusnya hanya memiliki satu pimpinan.
SBY menuturkan, akan kacau jika dalam sebuah parpol ada dua matahari.
"Ada falsafah yang bagus. Belajar dari tata surya, apa yang ada di alam semesta. Di alam ini hanya ada satu matahari, tidak ada lagi. Sama dengan Partai Demokrat yang kita cintai hanya ada satu matahari, yaitu ketua umum kita." ucap SBY.
Jusuf Kalla Ancam Mundur Sebagai Wapres
Tahukah kamu, Jusuf Kalla pernah menggertak SBY dengan ancaman bakal mundur dari jabatannya sebagai Wapres.
Hal ini diungkap Jusuf Kalla saat jadi salah satu narasumber dalam Seminar “Ethos 4 Jusuf” di Ballroom Hotel Universitas Hasanuddin (Unhas), Senin, (2/9/2024).
Dalam kesempatan itu, Jusuf Kalla diminta berbicara terkait kepemimpinan Mantan Panglima ABRI Jenderal M Jusuf.
Mulanya, Jusuf Kalla banyak bercerita tentang sosok Jenderal M Jusuf.
Ada satu kisah keberanian Jenderal M Jusuf yang pada akhirnya menginspirasi Jusuf Kalla.
Kisah ini terkait dengan momen Jenderal M Jusuf dipanggil menghadap Soeharto yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden.
Sementara Jenderal M Jusuf masih menjabat sebagai Panglima ABRI.
"Ini ada wacana, beliau (Jenderal M Jusuf) suatu kali dia dituduh ingin kop (makar) ini ada hubungannya dengan Prabowo sebenarnya, beliau dilapor sama Pak Soeharto, nah marah dia," kenang Jusuf Kalla.
"Dia (Jenderal M Jusuf) dipanggil pak Mahmud datang ke Pak Harto, "pak saya dengar bahwa bapak dengar saya ingin kop kalau bapak percaya saya hari ini letakkan seluruh jabatan" lalu dia buka pangkat panglimanya itu ini pak saya kembalikan Pak Harto bilang oh tidak jenderal ambil kembali," tutur Jusuf Kalla.
Dari cerita Jenderal M Jusuf ini, Jusuf Kalla kemudian pernah mengaplikasikan keberanian tersebut.
Momennya saat Jusuf Kalla menjabat sebagai Wapres. Ia bercerita mengancam SBY akan mundur sebagai Wapres.
Hal ini dilakukan Jusuf Kalla lantaran tak terima rencana SBY membentuk badan negara yang memiliki kewenangan memanggil dan memeriksa para menteri.
"Saya ingat itu peristiwa saya lakukan juga hal yang sama satu kali ke Pak SBY, badan apa yah, slupa saya namamnya yang bisa panggil menteri wah saya protes tidak mungkin saya bisa panggil menteri saya datang ke Pak SBY saya bawa map pengangkatan wapres padahal isinya fotocopy-an, saya bilang pak kalau bapak bentuk badan itu berarti ada yang kuat dari saya, saya kembalikan ini oh jangan begitu pak tidak ambil kembali ini jadi yang begjtu-begitu jadi pelajaran juga bagaimana caranya menggertak bos," kenangnya.
"Itulah kira- kira leadership yang kuat daripada Jenderal Jusuf maunya banyak lagi tapi waktunya terbatas ada bukunya terbatas jadilah dia dikenang sampai sekarang tidak banyak panglima yang dikenang pada periodenya seperti dia sampai sekarang," tutupnya.
Jangan Panggil Saya Andi
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, HM Jusuf Kalla (JK), berbagi kisah tentang sosok Jenderal Jusuf dalam Seminar “Ethos 4 Jusuf” di Ballroom Hotel Universitas Hasanuddin (Unhas), Senin, (2/9/2024).
Disela kisah yang dipaparkan, para hadirin sontak tertawa saat kelakar Kalla saat Jenderal Jusuf minta dihilangkan nama depan atau gelar Andi.
JK juga mengenang keberanian Jenderal Jusuf yang memilih untuk melepas gelar "Andi" pada tahun 1957.
"Kalau mau dipikir, kenapa dia lepas gelar Andi, justru orang sekarang buru-buru ingin memakai Andi," katanya.
"Itu beliau umumkan di lapangan. Jangan lagi panggil saya Andi," ujar JK, menirukan kembali pernyataan Jenderal Jusuf.
JK kemudian menceritakan peristiwa saat Jenderal Jusuf baru pulang dari sekolah di Amerika dan diperintahkan untuk menumpas pemberontakan DI/TII di Sulawesi.
Pimpinan DI/TII adalah mantan komandannya, Abdul Kahar Muzakkar.
Dalam pertemuan empat mata dengan Kahar, Jenderal Jusuf mendapat pertanyaan dari Jakarta, "Kenapa tidak menangkap Kahar?" Jenderal Jusuf menjawab, "Saya tidak mau dianggap kompeni. Pengkhianat namanya itu," ungkap JK.
Selama bertugas di Kodam Hasanuddin, hanya ada dua orang Bugis yang bertahan di Divisi Hasanuddin, yakni Jenderal Jusuf dan Jenderal Bahtiar, sementara yang lainnya berasal dari Siliwangi.
"Kita orang Bugis, jangan merasa kalah. Jadi dia yang bertahan waktu itu, Jenderal Jusuf dan Jenderal Bahtiar. Yang lainnya diambil dari Siliwangi," ujar JK.
JK membeberkan beberapa karakteristik Jenderal Jusuf yang membuatnya dihormati, yaitu keberanian, kecerdasan, ketegasan, dan kejujuran.
"Itu contoh leadership dari Jenderal Jusuf," ucap JK.
Tak hanya itu, JK juga mengenang momen saat dirinya sering memposisikan diri sebagai ajudan bagi Jenderal Jusuf.
Ia mengisahkan, pernah suatu kali Jenderal Jusuf memerintahkannya untuk membawa bunga ucapan ke Makassar.
"Saat itu saya sudah menjabat sebagai Menko Kesra. Dia bilang, 'Suf, bawa ini bunga ke Makassar.' Saya bilang, 'Baik Pak, tapi saya ini Menko.' Beliau menjawab, 'Ah, tidak ada menko-menko,'" cerita JK, yang disambut tawa lagi.
Sumber: Tribun