'Jokowi Mestinya Minta Maaf Atas Kondisi Demokrasi Yang Menurun'
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap meminta maaf kepada publik di ujung masa jabatannya. Menurut Peneliti lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad, pemerintahan Jokowi mewariskan masalah yang cukup besar pada sistem demokrasi.
"Pemerintahan ini mewariskan masalah yang cukup besar pada sistem dan budaya demokrasi. Dan ini sangat fundamental," kata Saidiman saat dihubungi, Rabu (11/9).
Saidiman menuturkan, Jokowi memberi tempat pada kecenderungan politik lama untuk meminggirkan kompetisi di kalangan elit.
Hal ini terjadi ketika Jokowi ingin merangkul semua kekuatan politik sehingga tidak terbangun oposisi yang kuat.
"Akibatnya, checks and balances tidak terjadi secara efektif yang menimbulkan kemerosotan kualitas demokrasi," ujarnya.
Saidiman melanjutkan, Jokowi juga mewariskan atau memperkuat praktik politik dinasti. Hal ini sangat berbahaya karena bisa mendorong akumulasi sumber daya di tangan segelintir keluarga.
"Ini membuat praktik oligarki menjadi semakin dominan. Dalam jangka panjang, ini sangat berbahaya. Jokowi mestinya meminta maaf atas kondisi demokrasi yang menurun di masanya," ucapnya.
Meski begitu, permintaan maaf presiden di akhir masa jabatannya adalah sesuatu yang baik dan patut dihargai. Menurutnya, Jokowi menghasilkan kemajuan dalam pembangunan infrastruktur.
"Pemerintahan Jokowi memang menghasilkan sejumlah kemajuan terutama pada aspek pembangunan infrastruktur dasar," pungkasnya.
Sementara, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai, permintaan maaf Jokowi tidak sebanding dengan carut marut polemik kekuasaan keluarga. Meski, di sisi lain ia menganggap positif permintaan maaf Jokowi.
"Sebagai pribadi tentu permintaan maaf itu baik, tetapi dari sisi kelembagaan Presiden itu tidak terhitung, artinya dengan kondisi carut marutnya bangsa, perlu pertanggungjawaban konkrit," kata Dedi.
"Termasuk polemik yang libatkan kekuasaan keluarga Jokowi, tetap harus dilakukan penyelesaian sesuai mekanisme hukum," tambahnya.
Menurutnya, Jokowi tidak bisa berlindung dari rasa iba publik. Semisal dengan sering meminta maaf atau membangun narasi dengan libatkan buzzer politik.
"Jokowi tetap harus bertanggungjawab dengan semua kebijakannya," ujar Dedi.
Terbaru, Presiden Joko Widodo atau Jokowi berpamitan kepada masyarakat menjelang purnatugas pada 20 Oktober 2024. Dia juga meminta maaf kepada apabila ada kebijakan yang kurang berkenan.
Hal itu ia sampaikan di Pasar Tradisional Delimas Lubuk Pakam, Deli Serdang, Sumatera Utara, Selasa (10/9).
"Ya saya pamit saja. Saya satu setengah bulan lagi sudah tidak menjabat sebagai presiden. Pamit kepada masyarakat, mohon maaf kalau ada policy-policy yang kurang berkenan," kata Jokowi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraannya di sidang tahunan MPR, Jumat (16/08) juga meminta maaf kepada rakyat Indonesia.
Pada awal Agustus lalu pada acara zikir dan doa kebangsaan di Istana Merdeka, Jokowi juga meminta maaf dalam pidatonya.
Di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jokowi berujar, 10 tahun masa pemerintahannya, bukanlah waktu yang cukup panjang untuk mengurai semua permasalahan bangsa.
Presiden juga sangat menyadari sebagai pribadi yang jauh dari kata sempurna, dalam segala keterbatasan Dia juga menyadari dirinya tumbuh dalam segala keterbatasan, jauh dari kata istimewa,
"sangat mungkin ada yang luput dari pandangan saya," ucapnya.
"Sangat mungkin ada celah dari langkah-langkah yang saya ambil. Sangat mungkin banyak kealpaan dalam diri saya," ungkapnya.
Karena itulah Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia.
"Mohon maaf untuk setiap hati yang mungkin kecewa, untuk setiap harapan yang mungkin belum bisa terwujud, untuk setiap cita-cita yang mungkin belum bisa tergapai," katanya.
"Sekali lagi, kami mohon maaf," tambahnya.
Sumber: Merdeka