Jimly Asshiddiqie Minta 'Dimaafkan' Andai Pemilik Akun FufuFafa Itu Adalah Gibran
Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212
Jimly Asshiddiqie eks ketua MK dan Eks anggota Hakim MKMK dan pernah merangkap jabatan yudikatif juga legislatif pada tahun 2023-2024 (Anggota MKMK dan DPD RI).
Dan saat ini masih menjabat wakil ketua DPD RI (Legislatif), tentu tidak pantas dengan status dirinya selaku pakar ilmu hukum, jika seorang Gibran yang bermasalah dengan ijazah SMP (melanggar persyaratan ketentuan UU Pemilu Jo. PKPU) yang berkonspirasi melalui pola nepotisme bersama (delneming) pamannya Anwar Usman, yang nyata ia (Jimly) sendiri selaku hakim ketua MKMK yang memvonis pemberhentian Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK.
Entah apa jasa bocah yang sempat diberi julukan olok-olok sebagai “bocah asam sulfat” yang kini dituduh oleh publik cyber (netizen) dan analisa ilmiah pakar telematika dan IT. Dr. Roy Suryo, “99 % Gibran adalah subjek hukum akun fufufafa,” yang narasi akun-nya melanggar UU tentang Perlindungan Data Pribadi dan mengandung unsur-unsur delik laster/fitnah dan menghinakan serta membuka aib seorang Menhan, Prabowo Subianto dan bakal Presiden RI.
FUFUFAFA, tdk lain cermin tngkat pradaban demokrasi masih rendah& kampungan, sngat didominasi negative & black campaign, nyerang pribadi. Misalpun orangnya memang benar, kejadiannya wkt pilpres 10 th lalu. Sdh lah lupakan sj, aplg kalo cuma utk adu domba pres trpilih vs wakilnya.
— Jimly Asshiddiqie (@JimlyAs) September 14, 2024
Dimata seluruh bangsa ini (Kategori pelanggaran UU ITE dan KUHP) serta dipersembahkan kehadapan dunia internasional dan lacurnya, Sang “bocah asam sulfat fufufafa” adalah bakal Wapres RI mendampingi RI-1 Prabowo.
Berkaca melalui statemen Jimly kepada seorang “bocah asam sulfat,” asumsi publik, "Jimly bakal meminta bangsa ini agar memaafkan juga atas segala kejahatan Jokowi terkait pembangkangan konstitusi (disobidience), bahkan kejahatan konsitusi yang pernah Jokowi lakukan, dampak kerugian konstitusi yang dialami seluruh bangsa ini akan berkelanjutan."
Utamanya akibat kejahatan Jokowi terhadap keluarga korban keganasan PKI Jo. Keppres RI No. 17- 2022 Jo. Inpres RI. No. 2- 2023.
Sehingga sekalipun Jimly hubungkan faktor pemaaf terkait soal jasa Jokowi, tentu saja tidak sebanding dan tidak ber-kepatutan (unfair ) dan sungguh tidak bijaksana (not wise), jika dijadikan dasar impunitas dengan dalih hanya oleh sebab demi mengenang “jasa-jasanya” selama berkuasa atau menjabat sebagai Presiden RI.
Karena tugas presiden sesuai sistim hukum, memang wajib sesuai tupoksi-nya untuk berbuat kemaslahatan untuk bangsa, tanah air dan negara.
Dan terhadap presiden serta siapapun hukum berlaku equal. Jika soal jasa, maka para koruptor pun punya jasa kepada keluarga/ kerabat dan kroninya
Sehingga Jimly jangan menonjolkan kepentingan individunya dan yang “tersembunyi,” atau apakah Jimly sudah teken kontrak dibawah tangan sebagai tim lawyer Joko Widodo kelak paska lengser?
Hal ini patut ditengarai, karena prinsip berpikir Jimly nampak bias dalam hal urgensinya sistim hukum (rules) dan faktor penegakan hukum oleh para penyelenggara negara (behavior) di sebuah negara hukum yang berdasarkan hukum (rechstaat/ rule of law).
Atau apa substansial kepentingan Jimly, tentu sulit diketahui. Tega-teganya Jimly mengusik wibawa hukum yang mesti berkepastian (rehchmatigheid), bermanfaat (doelmatigheid) serta berkeadilan (gerechtigheid).
Oleh sebab usulan Jimly yang prioritaskan faktor pemaaf, menunjukan karakter jatidiri (attitude) sebagai pejabat publik dan intelektual, namun sepelekan eksistensi ius konstitum atau hukum positif atau hukum berikut sistim perundang-undangan RI.
Diantaranya selain UUD. 1945 juga UU. RI. NO. 28 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN , Jo. TAP. MPR RI No. 6 Tahun 2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa Jo. Asas-asas Tentang Good Government, yang wajib diberlakukan.
Seorang tipikal Jimly, prototip bobroknya mental para penyelenggara negara akibat produk revolusi mental ala Jokowi, revolusi khianati hukum dan cederai rasa keadilan masyarakat bangsa ini.
Oleh karenanya dan selebihnya, Jimly dapat dinyatakan telah menjadi elemen intelektual yang bukan role model/ panutan, sehingga input-nya harus dikesampingkan, illusoir atau tidak berharga menurut hukum, dikarenakan sosok Jimly ditengarai salah seorang kroni atau “pemuja Jokowi,” indikasinya sudah terkontaminasi oleh revolusi mental yang dibangun oleh Jokowi, yang oleh sang tokoh reformasi Dr. Amien Rais di halaman PN Jakarta Pusat Jokowi diberi julukan sebagai, “Jokowi is the king of big liars“.
Dan terpenting paska lengsernya Jokowi, maka bangsa ini mesti “ekstra hati-hati” terhadap opini dari sosok-sosok model Jimly Asshiddiqie. ***