DAERAH PERISTIWA

Fakta-Fakta Konflik Pulau Rempang Kembali 'Memanas'

DEMOCRAZY.ID
September 02, 2024
0 Komentar
Beranda
DAERAH
PERISTIWA
Fakta-Fakta Konflik Pulau Rempang Kembali 'Memanas'



DEMOCRAZY.ID - Konflik Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau kembali memanas beberapa hari belakangan. 


Proyek ini masih menuai polemik lantaran tetap digalakkan meski warga menolak. Terbaru, warga mengambil alih pos Tim Terpadu PSN Rempang Eco City Badan Pengusahaan (BP) Batam di Simpang Dapur 6, Sembulang.


Tempo telah merangkum fakta-fakta gejolak di Pulau Rempang yang memanas lagi belakangan:


1. Rempang kembali memanas, warga rebut pos Tim Terpadu PSN


Pengambilalihan itu terjadi pada Jumat siang, 30 Agustus 2024. Warga mendatangi pos tersebut dan meminta petugas Direktorat Pengamanan (Ditpam) BP Batam yang berjaga untuk hengkang. Sebab, pos itu dibangun warga sebagai tempat anak-anak berteduh menunggu bus antar jemput sekolah. Setahun terakhir, setelah muncul konflik Rempang, BP Batam menguasai pos tanpa izin.


“Selama hampir setahun ini anak sekolah menunggu di tempat lain, padahal kami buat pos ini untuk anak-anak kami supaya tidak kena hujan, tidak panas,” kata Asmah, warga Rempang, Jumat lalu.


2. Tim Terpadu PSN pergi tapi datang lagi bangun gardu baru


Tim Terpadu PSN akhirnya bersedia meninggalkan pos setelah sempat terjadi cekcok. Namun mereka kembali datang pada malam harinya dan mendirikan gardu baru di samping pos tersebut. Adu mulut kembali terjadi malam itu. Warga tetap tidak terima BP Batam membangun posko di sana. Kawasan Simpang Dapur 6 bukan aset BP Batam.


“Tugas BP Batam itu menjaga aset BP Batam, di sini tidak satu pun aset BP Batam, aset BP Batam itu hanya di kampung Tanjung Banun,” kata Miswadi, juga warga Rempang, kepada Tempo, Sabtu, 31 Agustus 2024.


3. Tim Terpadu PSN bilang akan bangun pos di Kampung Tanjung Banun, tapi besoknya datang bawa tentara


Menurut Miswadi, Tim Terpadu PSN Ditpam BP Batam mengatakan akan membangun pos di Kampung Tanjung Banun. Kawasan ini merupakan tempat relokasi baru yang sedang dibangun BP Batam. Namun, keesokan harinya, Tim Terpadu PSN justru kembali datang dengan dikawal satu kompi prajurit TNI.


“Padahal pimpinan mereka bilang akan bangun posko di Kampung Tanjung Banun, tetapi tadi (Sabtu siang) datang lagi,” kata Wadi, sapaannya.


4. BP Batam klaim bangun pos untuk pengamanan pilkada


Ditpam BP Batam dan tentara beralasan, mereka membangun pos itu untuk pengamanan pemilihan kepala daerah atau pilkada 2024 di sekitaran simpang Sungai Buluh. Warga tetap menolak lantaran mereka menilai pengamanan pilkada bukanlah wewenang BP Batam. Tugas BP Batam menjaga aset yang mana tidak ada wilayah tersebut


“Tetapi tetap kami tolak. Dengan alasan pilkada itu mustahil, pengamanan pilkada bukan wewenang BP Batam. BP Batam itu tugasnya menjaga aset BP Batam, sementara di sini bukan aset BP Batam,” tegas Wadi.


5. Ibu-ibu aksi buka baju


Kisruh penolakan terhadap rencana Ditpam BP Batam mendirikan posko di Sungai Buluh juga didominasi oleh perempuan. Bahkan ada ibu-ibu sampai aksi buka baju untuk menghadang pasukan Ditpam BP Batam. Miswadi mengatakan, aksi itu terjadi secara spontan.


“Dengan cara itu warga ibu-ibu memperjuangkan agar BP Batam keluar dari sini, sampai ibu-ibu hanya pakai BH dan kolor, supaya BP Batam keluar (dari Simpang Sungai Buluh),” kata Wadi.


6. BP Batam sebut warga bertindak agresif


BP Batam mengatakan warga bertindak agresif saat mengambil alih pos tersebut Pernyataan itu disampaikan Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait dalam siaran pers tertulisnya Sabtu. Menurut Ariastuty, anggota Ditpam dan personel lainnya sudah dilengkapi dengan surat tugas di pos jaga tersebut.


“Tetapi warga yang masih menolak relokasi akibat PSN Rempang Eco City, tetap memaksa petugas meninggalkan pos. Warga bertindak cenderung agresif terhadap petugas yang berjaga secara verbal maupun non verbal. Namun, baik personil Ditpam, Polri, TNI dan Satpol PP bertindak submisif namun tetap persuasif kepada warga,” jelas Ariastuty.


7. BP Batam tuding warga bakar spanduk dan gardu listrik


Ariastuty juga menambahkan terkait kejadian pembakaran spanduk dan gardu listrik di Sembulang, Pulau Rempang. Menurut Ariastuty, pembakaran spanduk patut di waspadai dan diantisipasi gerakan cipta kondisi pihak yang memperkeruh situasi. Ia berharap kejadian serupa tak terulang dan masyarakat tetap menjaga situasi kondusif di kota Batam khususnya di pulau Rempang.


“BP Batam tetap dalam koridor menyampaikan informasi dan sosialisasi dalam bentuk flyer kepada warga yang selama ini belum memahami terkait hak-hak warga terdampak, Alhamdulillah seiring berjalan waktu, beberapa warga sudah mulai membuka hati dan mendaftar meskipun diintimidasi oleh warga yang masih menolak,” ujar Ariastuty.


8. Warga bantah bertindak agresif


Warga Rempang membantah tuduhan BP Batam tersebut. Menurut mereka, justru BP Batam yang agresif karena memanfaatkan posko milik warga tanpa izin selama satu tahun lamanya. “Yang agresif itu BP Batam terhadap masyarakat,” kata Wadi.


Wadi menegaskan, warga mengambil pos pengamanan tersebut karena beberapa alasan. Pertama pos dibangun menggunakan uang warga Rempang bukan milik aset BP Batam. Kedua, BP Batam tidak ada hak di Simpang Sungai Buluh atau Simpang Dapur 6. Kata Wadi, BP Batam haknya di Tanjung Banun.


“Pos Sungai Buluh itu sudah selama satu tahun direbut BP Batam dari masyarakat, BP Batam telah merebut hak pengamanan posko, tanpa izin warga di situ,” kata Wadi.


9. Kelanjutan Rempang Terkini


Sampai saat ini konflik PSN Rempang Eco City terus bergulir. Warga Rempang yang menolak kampung halaman mereka dijual untuk PSN, terus melantangkan penolakan. Sedangkan warga yang menerima sudah masuk dalam tahap proses pemindahan dalam waktu dekat ke rumah relokasi.


Setidaknya update terbaru data BP Batam sudah hampir 190 kepala keluarga yang sudah meninggalkan kampung mereka untuk diserahkan ke BP Batam. Sedangkan total warga terdampak tahap pertama sekitar 850 kepala keluarga, artinya mayoritas masih tidak mau direlokasi. BP Batam terus melakukan upaya untuk meminta warga mau menerima relokasi.


Selain itu terkait data warga yang sudah pindah juga berpolemik. Tidak hanya warga, Ombudsman RI juga meminta data warga yang pindah dibuka. Diduga ada beberapa kepala keluarga yang dipindahkan bukan warga asli Pulau Rempang. Namun, BP Batam sampai saat ini tak berani membuka data tersebut dengan alasan masih terjadi pro dan kontrak di tengah masyarakat.


10. Kilas Balik Konflik di Pulau Rempang


Konflik di Pulau Rempang bermula ketika wilayah ini masuk PSN pada 2023 sebagai Rempang Eco City. Proyek ini memiliki nilai investasi yang ditaksir mencapai Rp 381 triliun hingga 2080. Diharapkan memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi (spillover effect) bagi Kota Batam serta kabupaten atau kota lain di Provinsi Kepulauan Riau.


Proyek menjadi konflik agraria lantaran masyarakat adat Pulau Rempang yang bertempat tinggal di 16 kampung tua menolak relokasi pembangunan Eco City itu. Warga menilai kampung mereka memiliki nilai historis dan budaya yang kuat, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Mereka dengan tegas menolak wilayah tersebut direlokasi.


Bentrok akhirnya pecah pada Kamis, 7 September 2023. Pulau Rempang mengalami situasi mencekam usai aparat gabungan TNI dan Polri masih terus merangsek masuk ke perkampungan warga. Kedatangan aparat gabungan itu untuk memasang pasok tata batas lahan Rempang Eco-City.


Masyarakat adat yang menolak kehadiran aparat gabungan itu melakukan pemblokiran dengan menebang pohon hingga meletakkan blok kontainer di tengah jalan. Aparat kepolisian, TNI, Satuan Polisi Pamong Praja hingga pengamanan BP Batam pun mencoba membersihkan pepohonan yang ditebang di jalan.


Aksi aparat tak berhenti sampai di situ. Mereka terus merangsek masuk wilayah Rempang, memukul mundur para warga lewat gas air mata. Bahkan, semburan gas air mata tersebut telah sampai hingga ke sekolah. Meski Polri menyebut gas tersebut tertiup angin, namun Komnas HAM menemukan sejumlah selongsong gas air mata di halaman dan atap sekolah.


Sumber: Tempo

Penulis blog