DEMOCRAZY.ID - Aksi pembubaran diskusi diaspora yang dilakukan oleh sekelompok massa di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, berbuntut panjang.
Peristiwa yang terjadi di Hotel Grand Kemang ini menarik perhatian publik setelah video yang merekam aksi para preman di bawah komando Fhelick E Kalawali (FEK) tersebar luas di media sosial.
Dalam video tersebut, Fhelick terdengar mengancam petugas keamanan hotel yang mencoba menghalau mereka.
"Security jangan main fisik dengan kami sebab kami dapat perintah langsung," ujar Fhelick dalam video yang kini viral.
Ucapan Fhelick ini segera mengundang pertanyaan dari netizen, yang penasaran siapa sosok yang memberi perintah kepada Fhelick dan kelompoknya untuk membubarkan acara tersebut.
Dalam beberapa akun X disebut kalau Fhelick E Kalawali sebagai bang Black Panglima Suanggi Alor.
Dengan menumpangi mobil Komando Menteng 58, Para Preman ini membubarkan forum diskusi di hotel grand Kemang,
— 𝙾𝙼𝙹 Centang Putih (@OmJ_JeNggot) September 28, 2024
Peserta Forum:
1. Abraham Samad
2. Din Syamsudin
3. Fachrurozi
4. Sunarko
5. Chusnul Mariyah
6. Siti Fadilah
7. Refly Harun
Dan lain²
Siapa yg Kasih Komando❔ pic.twitter.com/F63VgRqOFu
Kampungan, Norak, Ndeso
— Cak Khum (@CakKhum) September 28, 2024
Pasukan Gorong-gorong fufufafa memang gak punya otak
Diskusi menyampaikan pendapat dilawan pake otot karena memang gak punya otak pic.twitter.com/0M6TD7zTjy
Teman², mohon bantuannya buat kumpulkan foto² wajah para pelakunya
— 𝚋𝚕𝚊𝚗𝚔 (@blank0429) September 28, 2024
Kita coba Identifikasi dari mana saja para musuh kebebasan berbicara ini pic.twitter.com/D3OZbPh5rL
Menanggapi kejadian ini, Polda Metro Jaya segera mengambil tindakan tegas.
Lima orang ditangkap terkait insiden pembubaran paksa diskusi tersebut.
Dari lima orang yang diamankan, dua di antaranya langsung ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Fhelick E Kalawali (FEK) dan Godlip Wabano (GW).
Keduanya diduga terlibat langsung dalam pengorganisasian massa dan aksi intimidasi yang terjadi.
Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Djati Wiyoto Abadhy, dalam konferensi persnya pada Minggu (29/9/2024) menyebutkan bahwa FEK berperan sebagai koordinator lapangan dalam aksi tersebut.
"Salah satu tersangka berinisial FEK, bertindak sebagai koordinator lapangan," ungkap Brigjen Djati kepada awak media.
Penetapan FEK sebagai tersangka memunculkan banyak spekulasi di media sosial.
Banyak netizen menuntut kejelasan terkait siapa yang memberi perintah kepada FEK untuk membubarkan diskusi tersebut.
Beberapa teori konspirasi bahkan muncul, meskipun pihak kepolisian belum memberikan pernyataan resmi mengenai hal ini.
Selain itu, Godlip Wabano (GW), yang juga ditetapkan sebagai tersangka, diduga terlibat dalam pengerahan massa yang bersikap agresif terhadap peserta diskusi.
Polda Metro Jaya masih terus mendalami kasus ini untuk mengungkap aktor-aktor lain yang mungkin terlibat dalam aksi tersebut.
Aksi premanisme yang terjadi di Hotel Grand Kemang tidak hanya mengejutkan publik, tetapi juga memicu kekhawatiran terkait kebebasan berpendapat di Indonesia.
Banyak pihak mengecam tindakan kekerasan tersebut dan mendesak pihak berwenang untuk mengusut tuntas dalang di balik peristiwa ini.
Polda Metro Jaya sendiri menyatakan komitmennya untuk menegakkan hukum secara adil dan transparan.
"Kami tidak akan mentolerir segala bentuk kekerasan dan intimidasi. Kami akan terus menindak para pelaku yang terlibat dalam aksi ini, serta pihak-pihak yang memerintahkan tindakan tersebut," tegas Wakapolda Djati.
Diskusi diaspora yang dibubarkan tersebut rencananya akan membahas isu-isu sosial dan kebangsaan yang sedang dihadapi oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di luar negeri.
Sayangnya, acara tersebut tidak bisa berjalan sesuai rencana akibat intervensi kelompok yang dipimpin oleh FEK dan GW.
Hingga berita ini diturunkan, penyelidikan terhadap kasus ini masih terus berlanjut.
Polda Metro Jaya mengimbau masyarakat untuk tidak terpancing dengan spekulasi yang beredar di media sosial, dan meminta agar publik mempercayakan proses hukum kepada pihak yang berwenang.
Sumber: PorosJakarta