POLITIK

Almarhum Faisal Basri: Jokowi Raja Munafik!

DEMOCRAZY.ID
September 09, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Almarhum Faisal Basri: Jokowi Raja Munafik!



DEMOCRAZY.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) layak di sebut raja munafik karena beberapa kali melakukan berbagai pernyataan yang bertolak belakang dengan fakta sebenarnya.


“Jokowi tukang bohong. Dia bisa melakukan kegilaan-kegilaan yang tidak terbayang oleh kita seperti kita tidak bisa membayangkan Jokowi seperti itu. Jokowi sudah konsisten dalam berbohong. Jokowi itu si raja munafik,” kata ekonomi senior almarhum Faisal Basri beberapa waktu lalu.


Kata Faisal, Jokowi dulu pernah mengatakan tidak perlu impor beras karena Indonesia negara agraris. Namun faktanya, Jokowi mengizinkan impor beras.


“Apa yang dikatakan bertolak belakang apa yang dilakukan. Dulu Jokowi mengatakan masak negara agraris semua impor. Di masa kekuasaan Jokowi puncak impor. Impor beras 5,8 juta juta ton tertinggi sepanjang sejarah,” tegas Faisal.


Demi ambisi kekuasaannya, kata Faisal, Jokowi bisa membuat undang-undang dalam sehari dan langsung disetujui pihak DPR.


“Undang-undang bisa dibuat sehari. Itu Khan gila. Kita tidak tahu lagi, Minggu ini, bulan depan terjadi kerusakan,” paparnya.


“Jokowi konsolidasi karena hanya terancam. Orang yang sedemikian sangat terancam bertindak grasagrusu untuk menyelamatkan dirinya. Kalau kita diamkan hancur semua. Jika tahu kezaliman nyata senyata-nyatanya kita diam. Tunggulah azab Allah,” pungkasnya.


Faisal Basri: Jokowi Merusak Fondasi, Negara Merugi Hanya Buat Hura-Hura!



DEMOCRAZY.ID - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance atau INDEF Faisal Basri menyebut Joko Widodo a.k.a Jokowi telah merusak institusi dalam kehidupan bernegara.


“Institusi dalam kehidupan bernegara ibarat fondasi, pilar-pilarnya itu ada pertanian, industri, dan lain-lain. Atapnya ialah social safety net. Supaya kalau kehujanan, rakyat kecil tidak basah,” kata Faisal dalam Diskusi Publik Kemerdekaan dan Moral Politik Pemimpin Bangsa, Senin (19/8) siang WIB.


“Apa yang dilakukan Jokowi telah merusak fondasi itu, sehingga rumah Indonesia ini oyong, tidak mampu menopang social safety net,” imbuhnya.


Dalam diskusi yang digelar oleh INDEF dan Universitas Paramadina itu, selain Faisal Basri, juga hadir sebagai pembicara, antara lain ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin dan Ekonom Senior INDEF Didin S Damanhuri.


“Itulah yang dilakukan Jokowi. Kejahatan luar biasa. Merusak institusi,” kata Faisal.


Sejurus kemudian, Faisal Basri menyentil soal kasus minyak goreng yang diduga melibatkan Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian dan mantan Ketum Golkar).


“Saya kebetulan pernah diminta oleh Gedung Bundar (Kejagung) untuk menjadi saksi kasus minyak goreng. Saya tanya ‘konstruksi masalahnya apa?’. Lalu saya bilang, ‘oh, ngawur kalian’. Yang paling banyak merugikan keuangan negara itu Jokowi,” katanya.


“Sehingga yang jadi tersangka itu seharusnya Jokowi. Aturan main itu dia rusak. Dicarilah korban, eh Airlangga katanya yang terlibat dalam (kasus) minyak goreng itu. Padahal Jokowi sendiri penyebabnya,” imbuhnya.


Sementara itu, Didin Damanhuri juga menyentil Jokowi. Menurutnya, dalam dua tahun terakhir ini ada teater dari pemimpin yang ambisius.


Didin menyebut berbagai hal, seperti soal keinginan pemimpin berkuasa tiga periode, tentang Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemilihan Umum, dan Gibran Rakabuming.


“Muncul pula peristiwa, mundurnya Airlangga Hartarto (dari Ketum Golkar),” kata Didin.


“Banyak sekali analisis dan informasi bahwa menjelang mundur, ada pertemuan (Jokowi dengan Airlangga),” imbuhnya.


Menurut Didin, sebelum mengumumkan mundur sebagai Ketum Golkar itu, Airlangga konon akan dipanggil untuk diperiksa oleh kejaksaan.


“Airlangga memilih mundur (sebagai Ketua Umum Golkar, dan sampai hari ini tidak ada pemanggilan (oleh kejaksaan) yang bersangkutan (Airlangga),” ujar Didin.


“Konon itu adalah pilihan. Kalau mundur kasusnya tidak akan diteruskan," imbuhnya.


Didin mengatakan gambaran-gambaran itu menjadi bukti adanya krisis.


“Krisis moral kepemimpinan, yang berdampak sangat luas. Check and balances sebagai jiwa dari demokrasi hilang. Praktik tidak ada kontrol terhadap kekuasaan dan berdampak pada runtuhnya etik elite parpol,” ujarnya.


SumberJPNN

Penulis blog