DEMOCRAZY.ID - Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Waskita Karya (Persero/WSKT) Tbk terbelit utang Rp82 triliun hingga diselimuti dugaan korupsi, jajaran direksi dan komisarisnya malah pesta pora.
Pasalnya, mereka dijatah dana remunerasi yang nilainya miliaran. Dikutip dari laporan keuangan semester I-2024 dari WSKT yang tebalnya 217 halaman, dana remunerasi atau tambahan imbalan untuk komisaris dan direksi sebagai apresiasi perusahaan, ditetapkan cukup gede. Bahkan naik jika dibandingkan tahun lalu.
Di mana, dana remunerasi ini diatur dalam pos Pengurus dan Struktur Organisasi Perusahaan di halaman 11. Saat ini, Waskita Karya memiliki 5 anggota dewan komisaris dan 6 anggota dewan direksi.
Periode Juni 2024, Waskita Karya menetapkan dana remunerasi untuk dewan direksi yang berjumlah 6 orang, sebesar Rp11.024.197.542 (Rp11 miliar).
Angka ini naik jika dibandingkan Desember 2023 yang besarnya Rp10.740.443.080 (Rp10,7 miliar). Total setahun menjadi Rp21,7 miliar.
Sehingga, masing-masing direksi Waskita Karya berhak atas remunerasi Rp3,61 miliar per tahun. Atau Rp300,8 juta/bulan.
Sedangkan dana remunerasi untuk komisaris Waskita Karya periode Juni 2024 ditetapkan Rp6.332.682.432 (Rp6,3 miliar).
Angka itu naik jika dibandingkan remunerasi pada Desember 2023 sebesar Rp5.665.205.764 (Rp5,7 miliar). Total setahun menjadi Rp12 miliar.
Sehingga, tiap komisaris WSKT berhak atas remunerasi sebesar Rp2,4 miliar/tahun atau Rp200 juta/bulan. Wow.
Di sisi lain Waskita Karya harus menanggung utang yang menumpuk sebesar Rp82,107 triliun. Terdiri dari utang jangka pendek Rp18,7 triliun per Juni 2024. Angka ini susut 17,9 persen ketimbang akhir 2023 yang mencapai Rp22,838 triliun.
Namun, kewajiban jangka panjang WSKT mengalami kenaikan 3,6 persen ketimbang akhir 2023, menjadi Rp63,3 triliun. Akibatnya, keuangan WSKT mengalami defisit hingga Rp15,8 triliun per Juni 2024.
Sementara dari sisi kinerja keuangan sampai enam bulan pertama tahun ini Waskita Karya mencatat pendapatan usaha perseroan mengalami penurunan 15,19 persen menjadi Rp4,47 triliun dari Rp5,27 triliun yang dicatatkan pada semester I 2023.
Seiring dengan turunnya pendapatan usaha, beban pokok pendapatan turun menjadi Rp3,88 triliun pada semester I 2024 dari Rp4,81 triliun pada semester I 2023.
Sehingga, perseroan membukukan laba kotor Rp595,5 miliar, naik dari Rp462,58 miliar yang dibukukan pada semester I 2023.
Pada semester I 2024, perseroan membukukan beban penjualan sebesar Rp76,72 miliar, beban umum dan administrasi Rp703,52 miliar, beban non contributing plant Rp63,14 miliar, dan beban pajak final Rp59,5 miliar.
Bersamaan dengan itu, perseroan membukukan pendapatan bunga sebesar Rp402,47 miliar, keuntungan selisih kurs Rp21,29 miliar, dan beban lain-lain Rp204,7 miliar.
Pada periode tersebut, perseroan juga membukukan beban keuangan Rp2,3 triliun, bagian rugi bersih entitas asosiasi dan ventura bersama sebesar Rp180 miliar.
Setelah memperhitungkan beban pajak penghasilan, perseroan membukukan rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp2,16 triliun. Rugi itu naik dibanding rugi semester I tahun lalu yang tercatat sebesar Rp2,07 triliun.
Kasus korupsi menyelimuti WSKT
BUMN karya tengah menjadi sorotan menyusul kasus korupsi yang menjerat petinggi PT Waskita Karya Tbk dan PT Waskita Beton Precast Tbk.
Di mana, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah merilis perkara penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan beberapa bank pada kedua emiten pelat merah tersebut.
Tindak pidana korupsi bukan kali pertama terjadi di BUMN karya. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah perusahaan pelat merah sektor infrastruktur sudah lebih dulu terjerat korupsi.
Perkara itu berdasarkan rilis resmi Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pengadilan Tinggi.
Berdasarkan data yang dihimpun Monitorindonesia.com, berikut ini kasus korupsi yang terjadi Waskita Karya:
PT Waskita Karya Tbk
Direktur Utama (Dirut) Waskita Karya Destiawan Soewardjono terserat dalam kasus dugaan korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya (persero) dan PT Waskita Beton Precast.
Destiawan diduga melawan hukum dengan memerintahkan dan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) menggunakan dokumen pendukung palsu.
Tujuannya untuk digunakan sebagai pembayaran utang-utang perusahaan yang diakibatkan oleh pencairan pembayaran proyek-proyek pekerjaan fiktif guna memenuhi permintaan tersangka. Kasus ini merugikan negara lebih dari Rp2,5 triliun.
PT Waskita Beton Precast Tbk
Direktur Utama (Dirut) PT Waskita Beton Precast Tbk., Agus Wantoro bersama dengan terdakwa lainnya, didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.
Yakni, penyimpangan dan penyelewengan dalam penggunaan dana PT Waskita Beton Precast Tbk pada tahun 2016-2020 yang merugikan negara Rp 2,5 triliun.
Sumber: MonitorIndonesia