CATATAN POLITIK

'Simsalabim Cagub Jakarta: Kun Dharma-Kun'

DEMOCRAZY.ID
Agustus 20, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
'Simsalabim Cagub Jakarta: Kun Dharma-Kun'


'Simsalabim Cagub Jakarta: Kun Dharma-Kun'


Ruko berpagar putih dan bertembok hijau di Jalan Raya Pondok Gede, Lubang Buaya, Jakarta Timur, itu tampak sepi saat disambangi kumparan, Senin pagi (19/8). Hanya ada dua orang di dalamnya, dan mereka bingung saat ditanya soal Dharma Pongrekun, calon gubernur Jakarta dari jalur independen.


Alamat rumah tersebut tertulis dan tersebar di media sosial sebagai Posko Korwilda Jakarta Timur yang difungsikan untuk menghimpun dukungan KTP bagi Dharma sebagai syarat pencalonannya. Nyatanya, ruko itu adalah Rumah Asuh Anak Yatim, sedangkan bagian atasnya ialah Sekolah Tinggi Pengusaha Indonesia yang sudah lama tak aktif.


“Ini yayasan [anak yatim], bukan posko [cagub]. Kami sudah tiga tahun di sini. [Tim cagub] itu kayaknya asal [catut alamat],” kata pengelola yayasan.


“Kami juga nggak tahu orang yang namanya Wili Besso,” imbuhnya soal nama yang disebut sebagai Korwilda Jakarta Timur oleh Nicho Silalahi, orang Dharma yang menyebarkan penggalangan dukungan itu via medsos.


Ketika kumparan menghubungi nomor Wili yang tertera di unggahan akun X Nicho, tak terdengar nada sambung. Menurut Abigail dan Ikhsan Tualeka yang tergabung dalam Tim Perjuangan Dharma Pongrekun (TP DP88), markas Dharma-Kun saat ini dipusatkan di Posko Pusat di Cafe Pelangi, Jl. Lebak Bulus 1, Cilandak, Jakarta Selatan.


“Posko lainnya ada yang sudah tutup usai penyerahan KTP dukungan ke tim pusat,” ujar Ikhsan kepada kumparan.


Secara terpisah, Abigail menjelaskan bahwa Cafe Pelangi menjadi Posko Dharma-Kun karena kafe itu milik Dharma sendiri. Saat kumparan mengunjungi kafe itu pada Senin (19/8), resepsionis mengaku tak tahu ketika ditanya apakah tempat itu merupakan markas timses Dharma-Kun. 


Ia kemudian mengerahkan kumparan ke salah satu orang yang ternyata relawan memakai kaus bertulis DP88. Relawan itu membenarkan Cafe Pelangi menjadi tempat kumpul-kumpul tim Dharma-Kun. 


Keluarga Anies, politisi PDIP, ASN dicatut jadi pendukung Dharma-Kun


Tiga bulan lalu, Minggu, 12 Mei, pukul 23.07 jelang tengah malam, Dharma Pongrekun dan Raden Kun Wardana Abyoto tiba di kantor KPU DKI Jakarta, Salemba. Mengenakan busana bangsawan Ujung Serong khas Betawi, kandidat cagub-cawagub itu datang kurang dari satu jam sebelum pendaftaran calon independen Pilkada Jakarta ditutup pukul 23.59 WIB.


Masuk ke ruang registrasi, pasangan purnawirawan Polri dan politisi itu membawa 29 boks kontainer yang disebut berisi 690.000 dukungan fisik. Jumlah itu sudah mencukupi syarat minimal dukungan calon independen di Pilgub Jakarta sebesar 618.968 dukungan atau 7,5% dari 8,2 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dukungan fisik tersebut mencakup surat pernyataan dan KTP.


KPU Jakarta kemudian meloloskan Dharma-Kun sebagai calon independen setelah verifikasi administrasi dan faktual rampung pekan lalu, 15 Agustus. Menurut KPUD, Dharma-Kun mengantongi 677.468 dukungan.


Namun, hanya beberapa jam usai KPU Jakarta umumkan lolosnya Dharma-Kun, muncul beragam keluhan dari warga di media sosial. Rupanya, banyak Nomor Identitas Kependudukan (NIK) mereka yang dicatut sebagai pendukung Dharma-Kun. Warga mengetahuinya usai mengecek di laman infopemilu.kpu.go.id/Pemilihan/cek_pendukung.


“Gue enggak kenal siapa dia, tiba-tiba dinyatakan mendukung dia,” kata Luthfi, warga Lenteng Agung, Jakarta Selatan, mengungkapkan kekesalannya karena namanya ikut dicatut.


Safita, warga Tebet, Jakarta Selatan, juga mengalami hal yang sama. Saat Safita mengecek NIK-nya di laman tersebut, ternyata KTP Safita dipakai untuk mendukung Dharma-Kun.


“Padahal enggak pernah ada verifikasi dari KPU dan Bawaslu,” ujarnya.




Pencatutan dukungan juga dilakukan terhadap warga yang sudah meninggal. Varinta Zein yang tinggal di Jaksel bercerita bahwa NIK neneknya yang sudah meninggal ternyata terdaftar mendukung Dharma-Kun. Padahal neneknya meninggal sejak Mei dan akta kematian telah diterbitkan.


“Kami aware kalau pencatutan nama atau data seperti ini biasanya juga menarget orang yang sudah tiada. Nah, ternyata pas kami cek, benar saja nama nenek kami keluar,” kata Varinta.


Pencatutan KTP juga dialami aparatur sipil negara (ASN), anggota partai, bahkan keluarga mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan.


Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, Ketua DPC PDIP Jakarta Timur Dwi Rio Sambodo tak luput jadi korban pencatutan. Demikian pula eks pegawai KPK yang kini bertugas sebagai ASN Polri, Aulia Posteria, mengaku juga ikut dicatut sebagai pendukung Dharma-Kun.


“Saya enggak pernah kenal mereka,” ucap Aulia.


Pencatutan NIK milik Aulia begitu janggal sebab ia berstatus sebagai ASN yang jelas-jelas tidak bisa memberikan dukungan politik alias netral. Di samping itu, Aulia telah menjadi penduduk Tangerang. Ia menanggalkan KTP Jakarta sejak Maret, dua bulan sebelum Dharma-Kun mendaftar.


“Menurut saya, ini pelanggaran UU ITE maupun UU PDP (Perlindungan Data Pribadi),” kata Aulia.


Pencatutan dukungan bahkan dialami keluarga Anies Baswedan. Dua anak Anies, Mikail Azizi Baswedan dan Kaisar Hakam Baswedan, terdata sebagai pendukung Dharma-Kun. Begitu pula dengan adik Anies dan sebagian anggota timnya.


“Tidak pernah ada verifikasi; tidak pernah ada permintaan KTP dan tanda tangan,” kata Jubir Anies, Angga Putra Fidrian.


Maraknya pencatutan NIK memunculkan tudingan pemalsuan dukungan oleh Dharma-Kun dan dugaan manipulasi saat proses verifikasi oleh KPU Jakarta.


Kecurigaan itu, menurut Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati, bukan tanpa alasan, sebab dalam Pemilu 2024, KPU pernah diterpa kasus dugaan manipulasi verifikasi faktual parpol pada akhir 2022. Hasilnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi terhadap 6 dari 10 jajaran penyelenggara pemilu yang diadukan.


“Warga merasa tidak pernah kasih KTP dan tidak pernah tanda tangan basah. Lalu mereka (Dharma-Kun) ambil di mana datanya? Apakah ada pemalsuan tanda tangan? Penyelenggara pemilu juga harus bertanggung jawab karena dia yang melakukan verifikasi secara sensus. Pertanyaannya: waktu sensus itu akurat atau tidak? Didatangi satu-satu atau tidak?” kata Khoirunnisa.


Komisioner KPU Jakarta Dody Wijaya membantah dugaan manipulasi dan menyatakan verifikator mendatangi langsung warga yang namanya didaftarkan Dharma-Kun sebagai pendukung.


Bagi warga yang tidak bisa ditemui, KPU Jakarta menyebut meminta Tim Dharma-Kun untuk menghadirkan mereka di tempat tertentu seperti kelurahan. Jika tak hadir juga, tim Dharma-Kun bisa membuktikan lewat video call ke warga dengan verifikator.


Soal nama warga yang tercatat sebagai pendukung Dharma-Kun, Komisioner KPU Jakarta Astri Megatari menyatakan, data di laman Info Pemilu KPU belum diperbarui. Data di situ masih dalam tahap verifikasi administrasi (vermin) yang hanya dicek kesesuaian NIK dan KTP dengan surat pernyataan dukungan.


Menurut Astri, data warga yang dicatut sesungguhnya sudah berstatus tidak memenuhi syarat (TMS) saat proses verifikasi faktual (verfak).


“Yang ada di laman infopemilu masih status saat verifikasi administrasi, belum verifikasi faktual,” kata Astri.


Sejumlah warga yang merasa KTP-nya dicatut kini telah melapor ke polisi maupun Bawaslu. Di sisi lain, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) juga mendesak KPU memverifikasi ulang dokumen dukungan Dharma-Kun.


Sejauh ini, Bawaslu Jakarta telah menerima ratusan pengaduan warga dan membentuk tim khusus untuk menelusuri persoalan itu.


“Data-data yang masuk sedang kami identifikasi dan inventarisasi. Jika ditemukan pelanggaran, kami tindak tegas sesuai perundang-undangan yang berlaku,” ujar anggota Bawaslu Jakarta Benny Sabdo.


Selengkapnya Baca: KlikLink

Penulis blog