CATATAN POLITIK

'Siapa Haus Kekuasaan: Anies, Jokowi atau Prabowo Sendiri?'

DEMOCRAZY.ID
Agustus 26, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
'Siapa Haus Kekuasaan: Anies, Jokowi atau Prabowo Sendiri?'


'Siapa Haus Kekuasaan: Anies, Jokowi atau Prabowo Sendiri?'


Oleh: Karyudi Sutajah Putra

Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)


“Mereka yang terlalu haus dengan kekuasaan, dan kadang-kadang kekuasaan itu hendak dibeli, hendak diatur, hendak dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan lain, kekuatan-kekuatan di luar kepentingan rakyat, nah ini yang bisa mengganggu dan bahkan merugikan bangsa,” kata Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan, Ketua Umum Partai Gerindra, dan Presiden RI terpilih di Pemilihan Presiden 2024 dalam pidatonya pada acara penutupan Kongres VI Partai Amanat Nasional (PAN) di Jakarta, Sabtu (24/8/2024) malam.


Lalu, siapakah yang dimaksud Prabowo haus kekuasaan, hendak membeli, mengatur dan mengendalikan kekuatan-kekuatan di luar kepentingan rakyat?


Dalam sejumlah pidatonya, Prabowo masih suka terbawa perasaan (baper) terhadap Anies Baswedan, rivalnya di Pilpres 2024.


Dalam pidato di Kongres V PAN itu, misalnya, Prabowo menyinggung pernyataan Anies yang memberikan nilai 11 dari skala 100 terkait kinerjanya sebagai Menhan.


Penilaian itu disampaikan Anies saat keduanya bersama capres lainnya, Ganjar Pranowo, debat terbuka di ajang kampanye Pilpres 2024 beberapa waktu lalu.


Apakah yang dimaksud Prabowo haus kekuasaan itu Anies Baswedan?


Coba kita tengok “track records” atau rekam jejak Anies di kekuasaan pemerintahan atau eksekutif. 


Bekas Rektor Universitas Paramadina Jakarta ini pernah menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (2014-2019), tapi tak sampai selesai karena Anies terkena “reshuffle” di tengah jalan.


Lalu, Anies maju sebagai calon gubernur di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2017 berpasangan dengan cawagub Sandiaga Uno dan terpilih.


Usai lengser dari kursi gubernur pada 2022, Anies kemudian mencoba peruntungan menjadi capres di Pilpres 2024 berpasangan dengan cawapres Muhaimin Iskandar. 


Namun, Anies-Muhaimin dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md dikalahkan oleh Prabowo yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi.


Selepas itu, kini Anies sedang mencoba peruntungan untuk maju di Pilkada Jakarta 2024. Sayangnya, belum ada satu pun partai politik yang mau mengusung Anies. 


Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 ini sedang menunggu pinangan PDI Perjuangan, satu-satunya parpol pemilik kursi di DPRD Jakarta yang belum mengajukan calon.


Di pihak lain, 12 parpol yang tergabung dalam Koalisi Jakarta Maju sudah mengajukan Ridwan Kamil dan Suswono sebagai cagub-cawagub Pilkada Jakarta 2024. 


Salah satunya adalah Partai Gerindra yang ketua umumnya Prabowo Subianto. Koalisi ini juga mendapat restu dari Presiden Jokowi.


Jadi, dengan jejak kekuasaan semacam itu, apakah Anies bisa dibilang haus kekuasaan? Biarlah publik yang menilai.


Ataukah yang dimaksud Prabowo haus kekuasaan itu Presiden Jokowi, mentor politiknya?


Coba kita tengok rekam jejak kekuasaan suami dari Ibu Negara Iriana itu.


Pada 2005-2010, Jokowi menjadi Walikota Surakarta, Jawa Tengah, dan berlanjut ke periode kedua, 2010-2015. 


Namun belum genap lima tahun, pada 2012 Jokowi mencoba peruntungan menjadi cagub di Pilkada DKI Jakarta 2012 berpasangan dengan cawagub Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan terpilih mengalahkan petahana Fauzi Bowo alias Foke.


Baru dua tahun menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi mencoba peruntungan menjadi capres di Pilpres 2014 berpasangan dengan cawapres Jusuf Kalla dan terpilih mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.


Pada Pilpres 2019, Jokowi yang berganti pasangan dengan Ma’ruf Amin terpilih kembali, mengalahkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.


Setahun-dua menjelang lengser, Jokowi diam-diam mengupayakan amandemen Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 agar bisa maju lagi sebagai capres di Pilpres 2024. 


Namun mayoritas fraksi di DPR menolak, termasuk PDIP yang ketua umumnya Megawati Soekarnoputri paling lantang bersuara.


Disinyalir dibantu adik iparnya, Anwar Usman yang saat itu menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jokowi mengajukan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapresnya Prabowo Subianto di Pilpres 2024 dan terpilih. 


Hal ini terjadi setelah MK membacakan Putusan No 90 Tahun 2023 tertanggal 16 September 2023. 


Putusan ini memberi karpet merah bagi Gibran yang belum berusia 40 tahun maju di Pilpres 2024 hanya karena sedang menjabat Walikota Surakarta.


Oh ya, Jokowi juga mengajukan Gibran sebagai calon walikota di Pilkada Kota Surakarta 2020 dan terpilih. Baru 2 tahun jadi walikota, Gibran maju di Pilpres 2024 dan terpilih.


Bersamaan dengan Gibran, di Pilkada Kota Medan, Sumatera Utara, 2020 Jokowi juga mengajukan menantunya, Bobby Nasution sebagai calon walikota dan terpilih. 


Kini Bobby maju sebagai cagub di Pilkada Sumut 2024 berhadapan dengan petahana Edy Rahmayadi.


Dalam semua perhelatan kontestasi elektoral tersebu, baik Jokowi, Gibran maupun Bobby selalu diusung PDIP, kecuali Gibran pada Pilpres 2024 karena PDIP mengusung Ganjar-Mahfud.


Melihat jejak kekuasaannya yang sedemikian rupa, apakah yang dimaksud Prabowo haus kekuasaan itu sesungguhnya Jokowi? Biarlah publik yang menilai.


Ataukah yang dimaksud Prabowo haus kekuasaan itu justru dirinya sendiri?


Coba kita simak rekam jejak keikutsertaan bekas Komandan Jenderal Kopassus dan Panglima Kostrad ini dalam kontestasi elektoral di Tanah Air.


Pada Pilpres 2009, Prabowo menjadi cawapres bagi capres Megawati Soekarnoputri, namun dikalahkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.


Pada Pilpres 2014, Prabowo maju sebagai capres berpasangan dengan cawapres Hatta Rajasa, namun dikalahkan pasangan Jokowi-JK.


Pada Pilpres 2019, Prabowo maju lagi sebagai capres dan berpasangan dengan cawapres Sandiaga Uno, namun dikalahkan lagi oleh Jokowi yang kali ini berpasangan dengan Ma’ruf Amin.


Prabowo kemudian masuk Kabinet Indonesia Maju pimpinan Presiden Jokowi sebagai Menhan, bersama Sandiaga Uno yang menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Prabowo-Sandi mengabaikan aspirasi para pendukungnya yang ingin keduanya menjadi oposisi.


Prabowo kemudian maju lagi sebagai capres di Pilpres 2024, berpasangan dengan Gibran dan terpilih.


Dalam kontestasi Pilpres 2024 itu, Prabowo didukung empat parpol parlemen yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju, yakni Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN). Artinya, Prabowo yang didukung Jokowi memborong dukungan mayoritas parpol.


Di Pilkada Jakarta 2024 nanti pun Prabowo dan Jokowi disinyalir “cawe-cawe” dengan memborong dukungan 12 parpol. 


Selain 4 parpol anggota KIM, 12 parpol yang kemudian menamakan diri Koalisi Jakarta Maju ini terdiri atas Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sebelumnya mendukung Anies Baswedan, serta lima parpol non-parlemen, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang ketua umumnya putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, Partai Perindo, Partai Gelora dan Partai Garuda.


Melihat jejak langkah Prabowo Subianto menuju panggung kekuasaan yang sedemikian rupa, apakah justru bekas menantu mendiang penguasa Orde Baru Soeharto ini yang haus kekuasaan? Lagi-lagi, biarlah publik yang menilai.


Tapi kalau kita boleh menilai, nampaknya Prabowo sedang “menepuk air di dulang tepercik muka sendiri”. Benarkah? ***

Penulis blog